______
"Sara's done. Lalu pizzanya bagaimana? Delivery order?" tanya Radell setelah ia selesai menelpon Sara dan menyuruh asistennya itu pulang.
Adrian yang sedang duduk di sofa bangun dari duduknya dan berjalan ke arah minibar dan mengambil beberapa makanan ringan yang tersedia. "Menurut kamu urgen atau nggak pesen pizza sekarang?" balik bertanya sambil menyerahkan dua bungkus makanan ringan kepada Radell yang sedang duduk manis dengan smartphone di tangan kirinya.
Radell mengerutkan dahi karena bingung dengan pertanyaan Adrian. "Kamu butuh makan pizza sekarang?" Adrian mengulang pertanyaannya.
"Bukannya kamu yang mau makan pizza?" Radell menimpali dan bertanya balik.
Adrian menyeringai lalu menjawab, "Sebenarnya aku kenyang, nggak pengen makan makanan berat. Tapi kalau kamu mau bantu habisin sih nggak apa-apa pesan pizza sekarang."
Radell menggelengkan kepala, "No. But thanks. Gue minum diet coke aja," kata Radell sambil mengangkat kaleng sodanya.
Melihat Radell mengambil soda, Adrian secara impulsif mengambil kaleng minuman yang dipegang. Ia berkata dengan tegas, "You won't drink this, Radellia. Perempuan itu nggak baik minum soda."
Radell terpaku dan berkata dengan datar, "Aku minum diet coke, Dri—"
"Though it's a diet coke..." sahut Adrian cepat.
"Tapi, kamu yang keluarin diet coke. I had no choice."
Adrian dengan cepat berkata, "Aku ganti yang lain," berjalan menuju minibar dan mengganti diet coke dengan sunkist, "kamu lebih baik minum sunkist. Jauh lebih sehat."
"Iya..." jawab Radell singkat.
Sambil menunggu Adrian datang membawa sunkist, Radell sibuk mengetikkan balasan pesan dari Vio.
Vio: Gue diajakin ngedate sama Biru, Del.
Radell: Serius lo? Kok bisa?
Vio: Ceritanya panjang kalau diketik. Mending gue telepon ya.
Radell: Jangan sekarang, gue nggak bisa.
Vio: Hari ini jadwal lo kan kosong. Kenapa nggak bisa?
Radell: Lagi di luar. Gue sama temen.
Vio: Lo kencan?! Sama siapa?
Radell: Nggak kencan...
Vio: Siapa? ALAF?
Radell: Bukan...
Vio: Ya siapa?"Ra, sunkist," Adrian datang dan memecah fokus Radell yang sedang membalas pesan dari Vio.
Radell mengangkat kepala dan tersenyum canggung. Ia salah tingkah, "Ah... iya sunkist," mengambil minuman tersebut dari tangan Adrian.
"Kenapa? Kerjaan?" Adrian bertanya ketika ia sudah duduk di sofa.
"Bukan. Biasa, temen," jawab Radell dengan jujur. Jujur banget, Ra?
"Laki-laki?" Adrian menyelidik dengan kedua alis terangkat.
Radell menggelengkan kepala dan menjawab, "Nggak kok. Cuma Vio, Dri."
Adrian mengerutkan dahi, "Vio?"
"Sahabat aku. Kayaknya kalian pernah ketemu deh. Tapi mungkin kamu lupa. Dia cukup sering ke rumah kok, tapi pas kamu lagi nggak ada," jelas Radell.
Adrian menyandarkan bahu dan berusaha mengingat-ingat Vio yang dimaksud Radell. Vio itu yang mana? Kanapa gue merasa bodoh karena nggak tahu apapun tentang circlenya Radell?
"Kamu kenapa?" Radell bertanya dalam keheningan mereka—ketika Adrian sedang berkutat dengan pikirannya sendiri.
Adrian terbangun dari lamunan dan menjawab, "Ah... nggak apa-apa kok," tersenyum, "kapan-kapan boleh nggak aku kenalan sama Vio lagi?" tanyanya.
Radell menatap Adrian aneh, "Kamu mau dikenalkan Vio? Lagi?" mengangkat satu alis, "Mau dikenalkan khusus apa bagaimana?" tanyanya serius.
Adrian tertawa mendengar pertanyaan Radell dan menjawab dengan pertanyaan, "Is she single?"
Radell sempat terdiam sejenak dan membalas, "Antara ya dan nggak. Yang jelas dia punya teman dekat sekarang dan teman dekatnya juga sahabat aku."
"Menarik—"
"Apanya yang menarik?" potong Radell cepat.
Adrian menggelengkan kepala, "Nevermind," menyeringai.
"Ngomong-ngomong kamu ada acara apa malam ini?" Adrian bertanya.
Radell menjawab, "I'm free til tomorrow. Why?"
"Dinner sama aku ya, Ra?" ajak Adrian. Matanya penuh dengan isyarat memohon.
Radell menghela nafas dan membalas, "Aku bakal pulang larut kalau aku say yes. Dan itu nggak bagus. Media ada dimana-mana Adrian."
"Do you want to have an exclusive dinner? Aku jamin tidak ada media yang dapat mengambil foto kita berdua—"
Radell berdiri dan memotong ucapan Adrian, "Bukan begitu maksud aku. Kamu tahu kan kalau kita sudah lama—"
"Berpisah? Itu yang kamu akan katakan, Ra?" sahut Adrian yang ditanggapi anggukan oleh Radell.
Adrian mengusap wajahnya dan bertanya, "Apa maaf nggak cukup untuk memaafkan kebodohanku di masa lalu, Ra?"
Ya... nggak cukup lah, bego! Pede amat lo! Batinnya.
Radell menjawab Adrian dengan gugup, "Bb... bukannya aku nggak bisa maafin kamu, I just—"
Adrian berdiri—berhadapan dengan Radell. Ia mengamati wajah tegang wanita itu. "Ra... aku menyesal. Menyesal banget karena sudah menjadi suami yang brengsek. I know, it's not easy for you. It was my fault. Indeed."
Radell menunduk seperti anak kecil yang bersalah—tidak berani melihat wajah Adrian yang serius berbicara tentang hubungan mereka.
"Kamu boleh panggil aku pria bodoh karena sudah menyia-nyiakan kamu."
But I also did a mistake... timpal Radell dalam hati.
"Aku minta maaf, Ra. Aku tahu maafku mungkin nggak bisa merubah kondisi kita. Tapi kamu harus tahu kalau aku nggak pernah berniat meninggalkan kamu dengan cara seperti itu. Aku khilaf, Ra. I was stupid," kata Adrian dengan emosional.
Adrian memegang dagu Radell dan menatap bola mata coklat milik wanita itu dan berkata dalam kecanggungan mereka, "Baru aku sadari kalau ternyata aku nggak bisa pisah sama kamu. Aku nggak ingin cerai dari kamu—"
"But you did it..." timpal Radell dengan suara yang sangat kecil—yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.
Adrian menatap mata Radell dengan intens dan tak lama kedua matanya berkaca-kaca—menahan tangis. "Sorry..." katanya pelan.
Radell memegang pipi Adrian dengan tangan kanannya yang terbebas. "Aku sudah maafin kamu, you don't need to say sorry over and over again," tersenyum sambil mengusap pipi Adrian, "And... maybe it's true, I can forgive you, but I can't forget it—what you did to me."
Adrian menahan tangan Radell yang ada di pipinya. "Sorry... but it's also true, I miss you, Radellia," menghela nafas, "aku ingin kita mulai dari awal lagi, bisa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Prefix-Suffix
RomanceFaradellia Puti Sasongko, seorang model, publik figur dan internet personality harus menerima pil pahit hubungannya kandas di tengah jalan. Radell, nama panggilan perempuan itu benar-benar tidak menyangka kalau pria yang sangat ia cintai, Adrian Jus...