PS - PROLOG

41.5K 2.7K 47
                                    

"Eergh..." erang Radell. Ia terbangun dari tidurnya. Ia mengambil handphone di atas nakas dan melihat jam yang tertera, pukul 05.55 pagi, masih lama. Batinnya. Namun, ia merasa aneh dan salah dengan dirinya. Kemudian Radell dengan spontan menyingkap selimut yang menutup tubuhnya. Ia memperhatikan dengan seksama pakaian yang menempel ditubuhnya. "Perasaan semalem gue pakai black dress," memperhatikan setiap detail dari pakain yang ia kenakan, "kenapa sekarang gue pakai kemeja Pal Zileri begini?" gumamnya. "Jangan-jangan—" Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Radell tiba-tiba berteriak. "Arrrrgggghhh..."

"Gue di mana ini?" Radell mengedarkan pandangannya pada setiap sudut ruangan. Gue seperti kenal ruangan ini. Batinnya. "Gue nggak tidur sama stranger, kan? Dress gue—" bergegas berdiri dan mencari black dress yang ia kenakan semalam.

"Faradellia, nggak lucu banget kalau sampai lo tidur sama orang asing. Lo nggak murahan, Ra dan senakal-nakalnya lo, lo nggak pernah melakukan hal seperti ini." Radell menghela nafas dan terus bergumam, "Lo nggak mabuk semalem, Ra. Lo sober-seratus-persen. Lo pulang cepet dari acaranya Raya, lo ke valet, lalu—"

Radell tidak melanjutkan gumamannya karena ia mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Cklek.

Fokus dan pandangan Radell berubah. Ia langsung mengarahkan tubuhnya ke arah pintu kamar mandi. Dari pintu tersebut, keluar sosok pria dengan handuk yang melilit pada tubuh bagian bawahnya. Mata cokelat pria itu bertemu dengan mata Radell dan ia sangat mengenalinya.

"Kamu—" kata Radell. Kata yang akan keluar tiba-tiba tercekat. Ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena terkejut melihat pria itu.

Pria itu datang menghampiri Radell dan mengatakan sesuatu untuk menenangkannya, "Tenang Ra. Kamu baik-baik saja."

Radell memundurkan tubuhnya. "What did we do last night? Don't ever touch me! Just tell me!"

"Tidak ada, Faradellia. Kita tidak melakukan apapun."

"Dan kenapa kemeja kamu aku yang pakai. Just tell me!" teriak Radell tepat di wajah pria itu.

Pria itu terus mendekat pada Radell karena wanita itu berjalan mundur hingga membuat tubuhnya tertahan di tembok. Ia berkata, "You wore dress, dan aku kasihan lihat kamu tidur dengan dress panjang kamu. I lent you my shirt."

"And who changed it?"

"Me. Siapa lagi?" jawab pria itu dengan polos. Radell kemudian menutup wajah dengan kedua tangannya.

Pria itu kembali berkata, "Kamu malu?" Namun Radell tidak menjawab. Ia mengangkat wajah dan menatap pria itu sembari menggigit bibir bawahnya. Pria itu melanjutkan kata-katanya, "Aku sudah pernah melihat semua bagian tubuh kamu. Kamu nggak harus malu."

"Bagaimana ceritanya aku bisa berakhir di kamar kamu?" Radell bertanya untuk mengalihkan pembicaraan mereka.

"Semalam kamu pingsan saat akan membuka pintu mobil kamu, Ra. Kebetulan aku baru turun dari mobil untuk menghadiri acara resepsinya Abi dan Raya. Aku yang tidak sengaja mengenali kamu pun minta izin ke petugas valet untuk membawa kamu pulang agar bisa dirawat," jawabnya.

Radell kembali bertanya dengan serius untuk memastikan, "Tapi... aku sampai di sini bukan karena aku mabuk, kan?"

Pria itu tersenyum dan menjawab, "Nggak, kamu nggak mabuk sama sekali. Sorry kalau bikin kamu kebingungan pagi-pagi."

Huft! Untung aja. Batin Radell.

"Terima kasih untuk penjelasannya. Maaf sudah merepotkan. I was worried. Something bad happened," Radell berkata dengan cepat.

Jantung gue. Please, jangan tegang Del.

"Tidak ada yang terjadi, Ra. Kamu nggak perlu khawatir. Semalam aku sudah panggilkan dokter Rita. She said, you were just tired. Lain kali jaga diri kamu baik-baik."

"Well, okay. Terima kasih karena sudah memanggil dokter Rita. Aku nggak tahu akan balas kamu dengan apa—"

"It's okay." potong pria itu. "You don't need to do anything. I'm glad you're good."

Radell mengembuskan nafas. "Baik. Kalau begitu boleh aku pinjam kamar mandi kamu? Sepertinya aku harus mandi dan segera pulang. Teman aku pasti khawatir karena semalam aku datang dengan mereka."

"Oh sure..." kata pria itu.

Radell hanya menampakkan senyum kecil di wajahnya dan berjalan melewati pria itu menuju kamar mandi.

Sesampai di kamar mandi Radell menatap tubuhnya yang masih terbalut kemeja putih pria itu. Radell pun dengan leluasa menghirup aroma parfum yang masih melekat di kemeja itu. "Masih sama. Wangi kamu," gumamnya.

Tak lama, Radell berkata pada cermin, "How can you end up like this. My God, Del. Kecerobahan apalagi yang lo buat? Lo sudah menghindari dia sekian lama dan bertemu dengan cara seperti ini? Nggak lucu. Kalau sampai Vio tahu, pasti lo kena marah habis-habisan."

"No. Vio nggak boleh tahu," katanya lagi.

Radell perlahan membuka baju yang dikenakan, menyalakan keran dan tenggelam dalam pancuran air yang membasuhi tubuhnya.

Gila! Gimana ceritanya lo bakal move on kalau lo ketemu dia?

Prefix-SuffixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang