Suara

2K 180 25
                                    

"Pengelihatan, pengecap, perasa, penciuman, dan pendengaran tidak dapat memengaruhi hati sebab hati memiliki kriteria tersendiri."
-Stylly Rybell, Warm Rain

Suara menenangkan di pagi hari menyambut Lidya, embun pagi dapat ia rasakan ketika tubuhnya sudah berada di alam bebas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara menenangkan di pagi hari menyambut Lidya, embun pagi dapat ia rasakan ketika tubuhnya sudah berada di alam bebas. Lidya sengaja berangkat pagi karena merasa tidak betah, kedua orangtuanya belum juga kembali. Janji semu diucapkan akan pulang jam dua dini hari hanyalah harapan tidak terwujud seperti setiap kali kedua orangtuanya berjanji untuk pulang. Lidya ingin sekali marah pada mereka tapi setiap melihat wajah kedua orang yang paling ia sayang di dunia, ia tidak dapat, terlalu bahagia saat bersama mereka sehingga lupa akan topeng kemarahan. Cukuplah, bisa-bisa ia menangis di pagi hari karena hatinya sangat sensitif ketika menyangkut malaikat tidak bersayap itu.

Lidya memetik bunga dandelion yang ada di depan rumahnya sambil menunggu sopir pribadi siap mengantarnya, mengembuskan angin agar dapat bertebaran indah, mengalihkan dunia kesepiannya. Gadis cantik itu berbalik saat mobil bermerk Honda tepat di sampingnya, langsung saja ia menaikinya. Memutar lagu dari penyanyi favoritnya, Taylor Swift.

Dengan mengetuk-ngetukan jarinya di paha, ia bisa melampiaskan sedikit keinginan untuk bermain gitar. Ketika lagu berganti, ia menopang dagu untuk menatap pemandangan. Pemandangan jalanan sepi sehingga aspal terlihat sangat luas dan ia menyukainya.

"Lain kali kita berangkat pagi-pagi kayak begini lagi ya, pak," Lidya memecah kesunyian tanpa menatap lawan bicaranya, ia sibuk menikmati keindahan dunia pagi.

"Siap, non, enggak biasanya nona berangkat pagi-pagi itu perubahan yang bagus, non!" Puji Sopirnya setelah mengiyakan.

"Kesal karena enggak ada Papa sama Mama jadi terasa sepi tapi untung ada Pak Henki, Bibi Nisa, dan Bibi Ola jadi sedikit ramai." Lidya berucap sambil tersenyum kecil ke arah Johan.

***

Aaron memarikirkan motor sport-nya di tempat biasa, memasukan kedua tangan di saku celana bersamaan menaruh kunci. Pria itu memang selalu datang pagi, mungkin karena jengah berdebat dengan ayahnya sendiri lagi pula di waktu itu juga ia dapat menikmati kesendiriannya yang tenang. Aaron selalu pergi ke perpustakaan tapi sebelum itu ia akan duduk di pohon besar dekat kelasnya, menunggu jam buka di gedung buku.

Hoodie abu-abunya terlihat elegan di tubuh yang cukup kekar, ia akan memakai jaket jika hujan turun atau cuaca dingin seperti saat ini. Aaron hanya menyukai stelan simple yang membuatnya nyaman tentu saja ia tidak memakai tindik dan hal-hal yang mengganggunya, ia hanya memakai kalung besi yang sangat kecil dan tipis, itu pun terpaksa karena pemberian Louis- adiknya. Tapi entah mengapa ia dikenal sebagai mahasiswa yang nakal. Entahlah, ia tidak peduli, selama hidupnya tidak diusik ia tidak masalah.

Aaron mengecilkan volume musik pada earphone-nya. Senyuman miring tersungging di rahang tegasnya, tatapannya mendapati gadis tengah membaca buku di salah satu anak tangga di fakultas lain. Gadis itu adalah gadis yang hampir membuatnya tertawa kemarin, jika saja Aaron tidak segera pergi dari perpustakaan, seluruh insan di sana akan terkejut karena ia sama sekali tidak pernah tertawa di kampus.

Warm Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang