Canda

1.7K 179 14
                                    

"Takar sebelum bercanda, apakah itu mengundang tawa atau menoreh luka?"
-Stylly Rybell, Warm Rain

Lidya menjalani hari-harinya seperti biasa meski sudah tiga hari ia berusaha menjelajahi dari matanya agar mendapati sosok Aaron, dua hari sudah Aaron terus mengganggunya setiap mereka bertemu entah membuat Lidya menangis atau marah karena hal itulah Lidya berusaha mencarinya agar dapat menghindarinya sebelum Aaron lebih dulu mengganggunya.

Seperti biasanya, Lidya tidak mendengarkan ocehan Nadine tentang gosipan yang didapatinya, ia memang mudah ingin tahu tapi jika hal-hal tidak penting seperti yang diocehkan Nadine, Lidya undur diri. Dan benar, Nadine akan marah setelahnya begitu mengetahui ucapannya tidak didengarkan, selalu seperti itu.

Sebenarnya Lidya menunggu-nunggu janji Aaron yang 'katanya' akan mengganti bukunya ditambah tanda tangan penulis tapi sepertinya pria itu hanya berucap hal semu karena sampai saat ini Aaron belum juga memberikan novel karya ibunya. Lidya mendengus, padahal ia sangat berharap mendapatkan tanda tangan penulis favoritnya tapi apa boleh buat? Lidya terlalu malu untuk menagihnya.

Di saat suasana hatinya sedikit sedih itu juga dapat Lidya rasakan sebuah batu menghantam kakinya, ia bersumpah itu sakit sekali hingga ia refleks memegangi kakinya bahkan perlahan mata dan hidungnya terasa panas. Lidya menolehkan pada pelaku, ia dapat menduga ini perbuatan Aaron. Dan benar, Aaron yang menendang batu itu.

"Kamu enggak apa-apa?" Tanya Nadine khawatir. Jelas saja, batu yang menghantam kaki Lidya tidaklah kecil, ia tidak percaya bahwa Aaron setega itu. Dan dapat dipastikan menimbulkan luka di sana, mengapa Aaron sangat suka membuat luka di tubuh Lidya?

Aaron yang sibuk memainkan ponselnya mendongak begitu mendengar penuturan Nadine lalu kembali memainkan ponselnya sambil berlalu santai seolah-olah hal yang menimpa Lidya bukan hal serius. Kesabaran Lidya menipis sudah, ia pun menendang batu itu hingga mengenai kaki Aaron tapi sialnya, ia juga merasakan sakit teramat pada kakinya, mungkin karena ia menggunakan sepatu sendal.

Aaron menghentikan aktivitasnya, ia berbalik menatap dingin Lidya dengan mata elangnya. "Kamu kenapa? Punya masalah denganku?"

Ingin sekali rasanya Lidya mencabik-cabik wajah tampan Aaron tapi ia tidak seberani atau setega itu. Lidya menghela napas berat sambil memandang menantang. "Enggak ada, aku enggak sengaja."

Aaron menyimpan ponselnya ke dalam saku celana,  ia melangkah mendekati Lidya yang disambut kewaspadaannya. Semakin banyak Aaron menapakkan kaki mendekat ke arahnya, Lidya semakin mundur dan kemudian berlari menjauh meski beberapa kali terpincang-pincang.

Lidya tidak peduli sekonyol apa pun ia berlari saat ini yang jelas ia harus menghindari Aaron atau entah apa yang akan dilakukan pria itu padanya. Tapi ia dapat mendengar gelak tawa samar-samar di belakangnya, Lidya menoleh mendapati Aaron menahan tawanya meski hanya menimbulkan tawa yang nyaris tidak terdengar.

Warm Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang