"Terjalinnya sebuah hubungan tanpa direncanakan adalah hubungan luar biasa."
-Stylly Rybell, Warm RainAaron langsung ke dapur begitu ia sampai di rumah dan entah mengapa ia tersenyum menahan kegelian tentang bagaimana Lidya menangis dan berjalan pincang tadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya cukup tergelak karena hal itu, jahat memang. Aaron yang tadinya berniat meminum segelas air mineral mengurungkan niatnya begitu melihat Louis sedang membuat kopi sementara ibunya memasak.
"Buatkan aku juga!" Perintah Aaron meletakkan earphone, kamera, dan tasnya di atas kursi, bersiap membantu ibunya.
"Enggak mau!" Tolak Louis cepat meski begitu ia tetap akan membuatkan kopi untuk kakaknya.
Jocelyn yang sempat melihat Aaron mengulum senyum sebelum berucap menarik kedua sudut bibirnya lantaran menggoda anaknya. "What are you laughing at?"
Perkataan Jocelyn membuat Louis yang tadinya membelakangi mereka membalikkan badan, ia cukup penasaran jika Aaron pulang dengan tersenyum meski beberapa kali ia memang pernah seperti itu alasannya pasti karena ia menjahili orang kampusnya tapi tetap saja cukup jarang.
"No, i'm not," bohong Aaron sambil terkekeh. "Aku bantu potong bawang." Ucap Aaron mengalihkan topik.
Dan inilah yang tidak biasanya menurut Louis, Aaron biasanya akan terang-terangan jika mengerjai orang kampusnya. "Karena Lidya?"
Aaron melirik secepat kilat ke arah Louis, jika sasaran Louis tepat maka Aaron akan meliriknya seperti itu. Di detik itu pula Louis tertawa, ia benar-benar mengenal kakaknya. "Astaga, tebakanku benar!"
Jocelyn ikut tersenyum lebar, ia mengambil kesimpulan bahwa Aaron membicarakan persoalan perempuan dengan adiknya dan ini kali pertamanya Aaron melakukan itu. "Siapa itu Lidya?"
"Mahasiswi di kampus Aaron yang berbeda dua semester lebih muda darinya." Jawab Louis yang dibalas Aaron dengan tatapan jengah, membasuh tangan lalu mulai memotong bawang.
"Lalu apa yang terjadi hari ini?" Tanya Jocelyn.
"Louis saja yang jawab!" Kesal Aaron karena adiknya itu terus-terusan menjawab padahal bukan ia yang ditanya lagi pula nada Louis begitu menjengkelkan di telinga Aaron.
Louis kembali sibuk menuang susu pada kopi lalu membuat latte art yang sangat indah. "Baiklah, hari ini Aaron kencan dengan Lidya dan bermain boneka kuda ponny di rumah Lidya."
Jocelyn membelalak nyaris percaya dengan perkataan Louis tapi melihat Aaron dengan tajamnya menatap adiknya itu membuat Jocelyn menarik lagi kepercayaannya sambil terkekeh pelan lagi pula mustahil anaknya mau bermain boneka, melihat boneka saja ia tidak suka. "Jadi apa yang terjadi?"
"Aku hanya menendang batu ke arahnya tapi ternyata begitu keras hingga pincang dan menangis di saat aku mengatakan dia mirip anjing habis ditabrak mobil." Jawab Aaron sedikit tergelak di akhir kalimat.
Louis ikut tertawa keras tapi sedikit menahannya karena sedang membuat latte art untuk kakaknya. "Pasti sangat konyol!"
Jocelyn tidak tertawa, ia mengerutkan keningnya terlihat sekali itu bukanlah hal lucu menurutnya, anaknya benar-benar keterlaluan. "Lalu kamu sudah mengantarnya ke rumah sakit?"
Aaron menghentikan aktivitas serta tawanya bersamaan Louis kemudian menatap ibu mereka. "Apa perlu? Hanya lebam."
Jocelyn meredam emosinya, ia mengambil bawang dan pisau dari tangan Aaron. "Bawa dia ke rumah sakit! Kamu harus tanggung jawab atas tindakanmu!" Meski Jocelyn berucap santai tapi ia sangat kesal dengan anaknya.
Aaron menghela napas berat, ia tidak menyangka ibunya akan semarah itu. Aaron mencuci tangan, ia menatap Louis yang membersihkan mesin kopi sambil menyuruhnya mengikuti perintah ibunya. Aaron mengambil kunci motor di tasnya lalu keluar.
"Jangan berkata kasar padanya, perlakukan perempuan seperti sikapmu pada mama." Ucapan Jocelyn berhasil menghentikan Aaron dan berbalik tapi ibunya itu bahkan tidak menatapnya.
Biasanya Aaron akan membela diri karena bukan salahnya sepenuhnya tapi kali ini benar-benar salahnya sepenuhnya, Lidya tidak melakukan hal apa pun dan mendapat perlakuan buruk yang ia katakan iseng atau hanya bercanda.
Aaron beranjak keluar namun napasnya tertahan saat mendapati ayahnya memasuki rumah berjalan sambil menenteng tasnya, tatapan mereka bertemu tapi Steve terlihat biasa saja. "Mama mana?"
Aaron terkejut, tidak biasanya ayahnya itu akan berinteraksi normal padanya setelah sekian lama karena di jam Steve pulang ia akan di kamar atau keluar rumah tapi ia tidak tahu bahwa ayahnya akan pulang cepat hari ini, ia lupa bertanya pada Louis. "Di dapur." Mengucapkan itu saja Aaron kesulitan, ia pun berusaha bersikap biasa dan melanjutkan langkahnya seperti Steve.
"Where are you going?"
Pertanyaan itu membuat Aaron kembali berhenti melangkah, bagaimana ia harus menjawab dengan panjang sementara menjawab pendek saja ia kesulitan? Aaron berbalik. "Mengantar temanku ke rumah sakit maksudku bukan temanku tapi orang yang kujahili, mama bilang harus tanggung jawab."
Ayahnya mengangguk mengerti kemudian berbalik untuk ke dapur begitu juga Aaron ikut berbalik menuju pintu keluar.
"Jangan buru-buru, baru saja terjadi kecelakaan."
Lagi-lagi Aaron dibuat terkejut dengan ucapan ayahnya meski tergolong biasa tapi hal itu tidaklah biasa untuk hubungannya dan ayahnya. "Iya." Aaron tersenyum tipis, ia tidak tahu mengapa tapi ia cukup senang dengan interaksi mereka.
Di lain sisi, Lidya sibuk mendengar jeritan melengking Nadine lewat telepon, histeris karena merasa betapa beruntungnya menjadi Lidya bisa menempel dengan Aaron tapi Lidya membalasnya sengit. Beruntung bagaimana sampai jadi bahan tontonan seperti itu? Ditambah lagi kakinya sangat sakit sekarang. Tentu saja Lidya masih marah dengan Aaron karena keterlaluan padanya dan sibuk mengomel serta memaki pria berparas tampan itu tapi Nadine terus-terusan mengatakan itu tidak seberapa beruntung dengan bagaimana Aaron membopongnya lalu mengantarnya pulang.
Di saat Lidya diantar pulang oleh Aaron untungnya saja tidak ada kakaknya bisa-bisa ia diganggu oleh kakaknya itu dan dapat dipastikan Juan akan mengadu pada orang tua mereka, meski kedua orang tua mereka tidak masalah soal pacaran tetap saja itu hal tabu untuk Lidya.
Tok! Tok! Tok!
"Ada yang cari nona di bawah!"
Lidya mengerutkan kening lantaran bingung dan bertanya pada Nadine apakah dia datang ke rumahnya? Tapi ternyata tidak, lalu Lidya segera mematikan sambungan. Dengan langkah pelan ia berusaha turun dari tangga, di saat itu pula ia melihat Aaron mendekat padanya untuk membantunya turun.
"Kamu sudah mengobatinya?" Aaron berucap seperti pertanyaan setelah melihat kaki Lidya diperban amatir.
"Kenapa kakak ke sini?" Tanya Lidya bingung dan tidak menanggapi.
"Ayo kita ke rumah sakit!" Aaron berucap di saat itu pula Lidya menghentikan langkahnya. "Kamu enggak perlu sebegitu percaya dirinya, aku disuruh mamaku, tahu!" Melihat Lidya yang tidak juga merespon atau pun bergerak membuat Aaron berdecak. "Aku harus tanggung jawab, 'kan? Cepat! Aku bisa ketinggalan makan malam!"
Jika ada Louis di sana, ia akan kebingungan sebab Aaron selalu berusaha menghindari makan malam bersama ayahnya tapi kali ini pria itu justru menginginkannya. Lidya sebenarnya tidak mengerti dengan arah pembicaraan Aaron, ia menurut saja sebelum diomelinya dan di saat itu pula Bibi Ola melintas menatap bingung ke arah mereka.
"Mau ke rumah sakit, Bi!" Beritahu Lidya tapi beberapa saat Bibi Ola terlihat senyum-senyum juga kagum akan ketampanan Aaron.
Oh ayolah, bahkan Bibi Ola!
#To be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm Rain
Bí ẩn / Giật gân2nd Winston Books ●DILARANG KERAS MENCURI SECUIL PUN IDE DARI CERITA INI! PLAGIAT JAUH-JAUH!● Lidya Diana Gadis yang kesepian karena orangtuanya selalu berkerja, ia hobi membaca novel menyanyi dan bermain gitar. Ia tidak populer juga tidak nerd, ia...