"Ketakutan akan terus tertutup jika tidak ada celah titik kelemahan untuk membuatnya terlihat."
-Stylly Rybell, Warm Rain"Kita makan dulu sekalian bahas kado apa yang bagus aku kasih ke mama." Itulah percakapan pertama setelah Lidya dan Aaron menginjakkan kaki di pintu bagian barat Bigmall.
Lidya menurut buktinya mereka sudah duduk di hadapan hidangan tersaji lezat. Lidya terlalu banyak diam, ia terlalu gugup dan malu saat ini, makanan di depannya saja ia lahap dengan hati-hati. Tentu saja, etika makan Lidya sangat ia jaga dihadapan orang yang ia suka. Tanpa ia sadari Aaron terus mencuri pandang padanya di sela-sela kunyahannya.
"Kamu terpaksa jalan sama aku?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari Aaron setelah ia menyeruput kopi Chappuccino-nya, menatap Lidya serius.
Tentu saja Lidya terkejut bukan main dan menggeleng cepat. "Enggak! Aku cuma... Gugup saja karena ini pertama kalinya aku jalan sama laki-laki." Jawab Lidya menunduk malu dan di akhir kalimat begitu kecil suaranya. Jika saja Aaron tidak memasang telinganya lebar-lebar ia tidak akan dengar.
Aaron terkekeh pelan dan kembali menyeruput minumannya lalu berucap. "Aku juga." Aaron menopang dagu sambil menatap Lidya intens. "Menurutmu kalau aku beri mama kalung bagaimana?"
Lidya mengaduk-aduk minumannya sambil berpikir. "Hm... Menurutku lebih baik kakak kasih hadiah yang bisa kakak buat dan sesuai dengan kemampuan kakak, seperti hal-hal yang berhubungan dengan fotografi mungkin?"
Aaron kembali menyeruput Chappuccino-nya sambil menimbang-nimbang. Entah mengapa ia sangat setuju dengan usulan Lidya tapi masalahnya ia tidak tahu hadiah jenis apa itu. "Seperti membuat bingkai maksudmu? Lalu terdapat foto mamaku?" Aaron mengambil jeda. "Tapi sebenarnya aku mau beli kalung yang mama ingin beli saat itu kalungnya dibeli orang."
"Bagaimana kalau kita cari kalungnya? Dan cara pembungkusannya kita pakai konsep Surprise Explosion Box agar terlihat tidak biasa gimana?" Usul Lidya terlihat bersemangat.
"Explosion box..." Aaron terlihat berpikir sejenak. "Ah, dengan banyak foto?"
Lidya mengangguk bersemangat, ia terlihat sangat bercahaya dengan wajah bahagianya. Hal itu yang membuat Aaron tersenyum senang, berdiskusi bersama gadis itu adalah hal yang sangat benar.
Chup
Lidya membulatkan kedua bola matanya terkejut, wajahnya terasa amat panas dan beberapa gadis yang sejak tadi mencuri pandang ke arah mereka memekik tertahan bahkan menatapnya penuh rasa iri. Begitu lembutnya bibir Aaron mendarat di pipinya dan sentuhan itu masih terasa.
"Terima kasih banyak, Lidya. Berdiskusi denganmu sangat membantu." Ucapan Aaron semakin memperburuk degupan jantung Lidya, Lidya bersumpah jantungnya hampir meledak sekarang.
Lidya mengalihkan pandangannya sambil mengangguk disertai senyuman manisnya. Lidya ingin sekali membalas perkataan Aaron tapi ia tidak bisa, ia pastikan suaranya bisa bergetar jika hanya mengeluarkan satu suku kata saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warm Rain
Mystery / Thriller2nd Winston Books ●DILARANG KERAS MENCURI SECUIL PUN IDE DARI CERITA INI! PLAGIAT JAUH-JAUH!● Lidya Diana Gadis yang kesepian karena orangtuanya selalu berkerja, ia hobi membaca novel menyanyi dan bermain gitar. Ia tidak populer juga tidak nerd, ia...