Sifat

1.7K 170 30
                                    

"Tidak perlu mencoba untuk menjadi sesuatu yang menyimpang agar terlihat keren karena diri sendiri lebih indah dari apa pun juga."
-Stylly Rybell, Warm Rain

Hari semakin sore, matahari nyaris digantikan oleh rembulan, masih berusaha menyinari seorang gadis yang tengah menangis sambil mencari buku kesayangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari semakin sore, matahari nyaris digantikan oleh rembulan, masih berusaha menyinari seorang gadis yang tengah menangis sambil mencari buku kesayangannya.

"Ish, ke mana, sih?!" Kesalnya kemudian menangis kencang, ia tidak pernah seperti ini sebelumnya, hari sudah hampir malam dan belum menemukan novelnya ditambah ia sendirian di sana.

Lidya duduk di atas trotoar, ia cukup frustrasi karena tidak juga menemukan novelnya tapi ia terkejut ternyata novel kesayangannya jatuh ke dalam parit. Ia berusaha mengambilnya dan betapa sialnya novel karya Jocelyn Zura itu terendam lumpur hitam selokan sehingga tidak lagi bisa dibaca.

Sia-sia sudah dirinya mencari berjam-jam, tanpa jeda ia terus mengumpat sosok yang telah memberikan takdir buruk ini padanya, tentu saja Aaron. Lidya membuka aplikasi taksi online untuk segera pulang tapi ia sangat terkejut dalam kecepatan tinggi motor sport berwarna silver berhenti tepat di depannya.

Lidya merasa familier, tentu saja, ia pernah menaiki motor itu. Pengendara motor di depannya membuka kaca helm, itu Aaron. Pakaiannya berbeda dari beberapa jam yang lalu, sudah pasti ia pulang dan kembali lagi tapi untuk apa Aaron kembali ke kampus malam-malam seperti ini?

"Kamu gila? Sudah malam begini kamu masih di sini?" Aaron menatap tajam perempuan di hadapannya. "Kamu enggak tahu kalau kampus kita ada teror?"

Astaga, gara-gara siapa aku begini, sih?!

"Naik," tekan Aaron menutup kaca helmnya, merasa belum juga gadis itu bergerak membuat Aaron hampir berbuat kasar padanya. "Naik, Lidya, aku ganti novelmu ditambah tanda tangan penulis,"

Lidya langsung naik ke bagian belakang, bukan karena ucapan Aaron tapi ia juga takut semakin larut di sana sendirian. Lidya sama sekali tidak ingat tentang tragedi kampusnya dan untungnya Aaron mengingatkannya, jika tidak dapat dipastikan ia bersikeras untuk tetap tinggal.

Beberapa menit berlalu, mereka berhenti entah di mana Aaron membawanya. Dan Lidya lupa satu hal, tidak boleh pergi dengan pria asing di malam hari dan ingatlah bahwa ayahnya Aaron adalah mantan pembunuh buronan. Tubuh Lidya bergetar di saat ia memikirkan itu semua.

"Kak, ini bukan rumahku," peringat Lidya berusaha menjaga jarak.

Aaron menaikkan salah satu alisnya. "Memang aku bilang kita ke rumahmu?" Melihat tubuh Lidya bergetar begitu kentara ditambah penampilan gadis itu sangat kacau membuat Aaron tahu apa yang dipikirkan gadis itu. "Astaga, aku enggak sudi menyentuhmu, kamu enggak perlu sebegitu percaya dirinya. Bahkan jika tubuh rata itu tanpa terbalut pakaian di depan seratus pria enggak akan ada yang mau,"

Lidya memutar kedua bola matanya jengah, tidak perlu sesadis itu, 'kan mengucapkannya? Tatapan Lidya mengikuti pergerakan Aaron yang hendak membuka pintu pagarnya. "Kenapa ke rumah kakak?"

Warm Rain Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang