2nd Winston Books
●DILARANG KERAS MENCURI SECUIL PUN IDE DARI CERITA INI! PLAGIAT JAUH-JAUH!●
Lidya Diana
Gadis yang kesepian karena orangtuanya selalu berkerja, ia hobi membaca novel menyanyi dan bermain gitar. Ia tidak populer juga tidak nerd, ia...
"Sesuatu yang kita anggap normal belum tentu dianggap sama oleh orang lain karena pola pikir setiap manusia itu berbeda." -Stylly Rybell, Warm Rain
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hujan terus mengguyur kota tanpa jeda, aroma khas yang diciptakan alam ketika itu sangat menenangkan, suhu rendah begitu sejuk di kulit membuat beberapa insan memeluk tubuh mereka yang bergetar pelan.
Salah satunya Lidya, gadis cantik itu memeluk tubuhnya sendiri lantaran kedinginan, pakaian basah serta temperatur di bawah rata-rata membuatnya menggigil. Berbeda dengan pria di sampingnya, Aaron yang memiliki nasib sama dengannya tapi tidak ada getaran di tubuhnya.
Aaron mendengar suara asing di telinganya, ia menoleh, dugaannya benar bahwa Lidya menggigil. Tanpa basa-basi ia mendekat pada gadis itu, tentu saja sosok di hadapannya terkejut dan bingung sebab jarak wajah mereka hanya duapuluh sentimeter saja. Aaron menaikkan salah satu alisnya untuk menelisik sesuatu.
"K-kenapa, kak?" Tanya Lidya gugup, ia mati-matian menjaga jarak tapi pria itu terus saja mendekatkan wajahnya sehingga mau tidak mau Lidya diam.
Aaron tidak membalas, ia sibuk mencari sesuatu di wajah Lidya. Setelah cukup lama menatapi wajah cantik gadis di depannya Aaron berucap sambil menjauhkan jarak mereka. "Kita pulang saja."
Lidya bingung dengan tingkah laku Aaron yang tidak terbaca tapi ia hanya menurut toh ia juga tidak tahu ingin ke mana. Kedua insan itu kembali menerobos hujan yang semakin mereda. Waktu terasa berlangsung dengan cepat karena mereka menikmati setiap detik yang dilalui meski hanya membungkam mulut.
Setelah menit demi menit berjalan, kedua sosok itu sampai pada rumah Lidya di mana Aaron menurunkannya meski sedikit kecewa karena Aaron menolak bertamu, ia cukup senang pria itu masih peduli padanya.
"Kamu kenal si Ian?" Pertanyaan Aaron membuat Lidya mendongak setelah ia tadi menunduk untuk mengucapkan terima kasih. Aaron melepas helmnya meski ia tidak turun dari motor, pria itu terlihat berminat mengobrol dengannya. "Cowok yang menolongmu kemarin."
Setelah mendengar penjelasan Aaron, Lidya ikut mengingat-ingat kemudian berucap, "Itu pertemuan pertama, kakak kenal?"
"Enggak, dia cuma sok akrab." Balas Aaron kemudian memakai helmnya lagi.
"Mungkin dia cuma mau temanan sama kakak saja." Tebak Lidya yang dibalas delikan bahu oleh Aaron. Lidya terkekeh pelan. "Kakak terlalu cuek."
Guntur terdengar tiba-tiba membuat Lidya terlonjak karenanya, tentu saja, ia yang sedang tertawa dan dikejutkan oleh suara yang cukup keras tiba-tiba. Aaron menutup kaca helmnya sambil berpamitan lalu melaju ditelan keramaian kota disertai rintikan yang semakin deras.
Lidya tersenyum singkat sebelum berbalik untuk masuk. Hatinya entah kenapa terasa hangat disertai degupan jantung yang keras, ada apa dengannya? Lidya segera masuk dan mendapati kakaknya sedang makan. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya bingung.