Bab 10

16.4K 623 12
                                    

Lapangan Gares. Lapangan yang sering di jadikan sebagi tempat tawuran. Lapangan yang sering di jadikan sebagai tempat berkumpulnya anak muda atau geng motor. Lapangan ini terletak sedikit jauh dari jalan raya. Jalannya yang melewati gang, membuat mobil besar sulit untuk masuk.

Lapangan dengan tanah merah tersebut menjadi saksi bisu pertumpahan darah. Sudah banyak korban tawuran yang meninggal di lapangan itu. Membuat tempatnya sedikit angker untuk dilewati warga.

Pukul 22.54, Raja masih dirumahnya. Pikirannya melayang ke pesan misterius yang menyuruhnya ke Gares malam ini. Untuk apa orang itu mengirim pesan lewat Arman, temannya. Kenapa tidak ke dirinya langsung.

Pengecut.

Raja membuka ponselnya dan mencari kontak Ara disana. Ia ingin menelpon gadisnya sebentar.

Tak sampai 5 detik, telepon tersambung.

"Assalamualaikum Ra, hallo!!"

Waalaikumsalam, kenapa Raja?

"Kenapa lo belum tidur?"

Ara habis nonton film tadi sama bang Aldy.

Terdengar suara kekehan dari sebrang sana membuat Raja mendengus.

"Tidur sekarang Ra!"

Raja kenapa belum tidur juga?

"Gue kan cowok. Tidur malem mah wajar!"

Ara kan juga cewek!!

Raja berdecak, "Tidur Tamara!!"

Nanti Raja. Raja mau pergi nih pasti makanya belum tidur.

"Iya."

Ihh Raja ikut dong!!! Ara mau ikut Raja jalan jalan!!!

Gadis itu merengek membuat Raja menghela napas. Kenapa harus bilang iya sih tadi.

"Pala lo jalan jalan! Ini udah malem."

Ih gak papa Raja. Kan perginya sama Raja!!

"Udah ya Ra, lo tidur aja. Selamat malam tuan puteri!!"

Tap--

Tut tut tut...

Raja mematikan sambungan teleponnya. Kalo tidak dimatikan sekarang, pasti Ara masih tetep kekeh mau ikut pergi dengannya. Lain halnya dengan Ara, gadis itu sedang mendumel di kamarnya karena teleponnya di matikan begitu saja.

Raja bangkit dari duduknya, menggunakan jaket yang sebelumnya tersampir di sebuah sofa yang terletak di kamarnya. Keadaan rumah begitu sepi. Hanya ada dirinya dan seorang pembantu saja. Rendi tidak berniat untuk kembali lagi kerumah. Papa-nya hanya mementingkan pekerjaan dan pelacurnya itu.

Raja mengambil kunci motor dan langsung berjalan turun ke garasi. Mengambil motornya dan langsung melajukannya keluar rumah.

Jalanan lumayan sepi karena sudah pukul 23.10, Raja telat sepuluh menit dari jam yang seharusnya sudah di tentukan.

Raja memarkirkan motornya disebuah warung yang sudah tutup. Kakinya dengan cepat melangkah menuju lapangan gares. Sepi. Lapangan ini benar benar sepi. Hanya suara jangkrik saja yang terdengar saling bersahut sahutan.

Dimana si pengecut itu?

Tatapan tajamnya menjelajah ke setiap sudut lapangan. Benar benar sepi. Tidak ada orang sama sekali.

"Keluar lo!" teriak Raja berusaha memancing supaya orang itu keluar.

Raja berdecak, memilih berbalik kearah motornya. Namun baru selangkah berjalan, dahinya terkena sebuah lemparan batu. Raja merunduk untuk mengambil sebuah batu yang dilapisi kertas.

"Bangke jidat gue benjol." dumel Raja seraya mengusap dahinya yang terlihat memar.

Raja membuka kertas itu, dan perlahan membacanya dengan tatapan yang masih sama. Tajam.

Nyawa dibalas dengan nyawa!

Kira kira begitulah isi tulisan yang tertera di kertas tersebut. Kerutan di kening Raja makin dalam. Ia tidak mengerti dengan arti tulisan ini.

"Nyawa dibalas dengan nyawa?" monolog Raja sambil membaca ulang tulisan itu.

Dengan tergesa Raja melipat kertas itu dan memasukkannya kedalam jaket. Langkahnya dengan sedikit berlari meninggalkan lapangan dan kembali ke motornya. Melajukannya dengan cepat meninggalkan lapangan gares.

Sementara seseorang yang sedari tadi mengamati Raja tersenyum sinis di balik semak semak.

"Gue pengen orang terdekat lo mati, Raja!"

****

Istirahat pertama di SMA Cakra tampak begitu ramai. Banyak siswa dan siswi menghabiskan waktu istirahat mereka dikantin, ada juga yang menghabiskannya dengan tertidur pulas.

Beda halnya dengan pembuat onarnya, Raja, Arman dan Rifta'i sedang berdiskusi di pojok kelas belakang bangku. Ketiganya berbicara saling mendekatkan dirinya satu sama lain. Bahkan ada yang bilang mereka sedang mesum di kelas.

"Sembarangan lu kalo ngomong paijo!!" omel Rifta'i pada orang orang yang mengatai bahwa mereka sedang mesum.

"Jadi gimana Ja semalem, ketemu orangnya?" tanya Arman

"Di Gares sepi ya Ja malem-malem?" tanya Rifta'i

"Lo dikasih sesuatu gak sama orang itu?" tanya Arman

"Kok jidat lu benjol Ja!" ucap Rifta'i seraya menekan benjolan kecil yang ada di kening Raja.

Raja mengaduh kesakitan, "Sakit anjing! Jangan lu teken benjolnya!!"

Rifta'i membalasnya dengan cengiran.

Raja mengeluarkan kertas dari sakunya. Kertas yang semalam ia temukan di gares. Raja membuka kertas itu lalu memberikannya pada Arman.

"Maksudnya apaan nih?" Arman memberi kertas tersebut pada Rifta'i agar cowok itu membacanya juga.

Keduanya sama sama bingung, tidak mengerti.

"Nyawa dibalas nyawa itu artinya apaan yah??" tanya Rifta'i, memasang wajah sok berpikir.

"Sama sama mati!" sahut Arman

Rifta'i menganggukan kepalanya.

"Lo ngeliat orang yang ngasih ini?"

Raja menggeleng, "Engga. Gue dilemparin batu yang ditutupin kertas itu."

Arman menghela napas, kira kira siapa yang sudah meneror temannya?

"Lo ngerasa punya salah gak sama orang?"

Raja berusaha mengingat kembali, namun sepertinya tidak ada. Raja tidak pernah mencari masalah duluan, kecuali pada guru.

"Ada!" sahut Raja

"Siapa?" tanya Arman dan Rifta'i berbarengan.

"Pak Eko!!!"

"MASHOK PAK EKOOOO!!!!" teriak Arman dan Riftai, tertawa.

Ada ada saja.

"Yang bener Ja, lo punya salah gak sama orang?" tanya Rifta'i berusaha serius.

"Kayaknya enggak."

"Terus siapa ya kira kira yang kasih surat cinta ini??"

"Setan kali."

"WOI PAK EKO MAU KESINI WOIII! DUDUK DUDUK!!" teriak salah satu siswa seraya berlari menuju bangkunya.

Dan akhirnya pembicaraan mereka terpotong karena kedatangan Pak Eko yang tiba-tiba saja masuk disaat jam istirahat seperti ini.

END ~

mana ni suaranya yg cepet2 minta di up??







RAJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang