Bab 24

10.4K 501 12
                                    

Sebelumnya aku mau ngucapin terima kasih buat ke excited-an kalian semua sama cerita ini. Dan mau berterima kasih juga buat yang udah komen kemarin.

Aku salut banget sama kalian! Karena itu lebih dari target yang aku kasih. So, biasain sehabis baca kalian ninggalin jejak ya. Minimal nge-vote jg gak papa. Karena cmn semangat dari kalian yang bikin aku tambah semangat ngetiknya.

Enjoy!!!

***

Rendi langsung membanting tubuhnya dikasur begitu sampai rumah. Rumah yang tidak terlalu besar tapi cukup layak untuk tempatnya berteduh dari hujan dan panas matahari.

Rendi menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Pikirannya menerawang pada kejadian kemarin. Saat kedua teman Raja menghampirinya ditempat tongkrongannya.

Raja cedera otak!

Kalimat itu yang terus berputar dikepalanya sejak kemarin sampai sekarang. Rendi menghela napas berat. Cowok itu mendudukkan tubuhnya dikasur. Tangannya mengambil ponsel dan mencari kontak seseorang.

Rendi menepuk pahanya beberapa kali sembari menunggu panggilan teleponnya tersambung.

"Dua menit. Saya sibuk!"

Rendi berdecak kesal. Bahkan ia belum membuka mulut.

"Raja masuk rumah sakit."

"Kok bisa?" nadanya terdengar panik.

"Masa gak bisa?"

"Rendi!"

"Ayah mending pulang sekarang. Tanda tangan surat operasinya dia. Karna kalo enggak, mungkin Rendi jadi anak tunggal nanti," ucap Rendi. Mengakhiri kalimatnya dengan kekehan.

Di luar sana, Pradipta menggeram. Lelaki berumur hampir kepala empat itu tak habis pikir dengan anak keduanya.

"Kenapa gak kamu aja?"

"Males!"

"Rendi!"

"Sisa 30 detik lagi. Buruan!" Rendi melirik jam yang terpasang dipergelangan tangan kanannya. Cowok itu menguap lebar.

"Ayah gak bisa, Ren. Ayah banyak kerjaan."

"Kerjaan apa? ngurusin pelacur ayah yang banyak itu? iya?"

"RENDI! JANGAN KUR--"

tut.

Rendi memutuskan sambungan sepihak. Cowok itu membanting ponselnya ke kasur. Rendi mengusap wajahnya gusar.

Sepertinya kondisi keluarganya tidak bisa seperti dulu, Saat mamanya masih hidup. Rendi tidak akan bertingkah seperti ini. Kabur dari rumah, bersifat tidak peduli pada saudaranya dan tidak jadi pembangkang.

Rendi rindu kasih sayang seorang ibu.

Rendi melihat jam tangannya. Masih pukul 20.15. Cowok itu mengambil kunci motornya dan bergegas pergi.

***

"Selamat malam, mama."

Rendi mengusap nisan berwarna hitam yang terukir nama mama nya. Cowok itu bahkan tidak peduli pada angin malam yang menerpa wajahnya. Rendi tersenyum tipis.

"Rendi kangen," ucap Rendi.

Cowok itu tertunduk didepan kuburan mama nya.

"Maaf, Rendi belum bisa jadi anak yang baik," lanjutnya lagi.

RAJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang