Bab 25

11.3K 445 28
                                    

Arman mengusap wajahnya gusar. Sudah hampir satu setengah jam ia dirumah sakit menunggu Raja. Namun belum ada kabar terbaru tentang kondisi cowok itu.

"Rendi bangsat!"

"Rendi bajingan!"

"Rendi kayak tai!"

Arman terus menggerutu kesal menyebut nama Rendi. Arman sendiri tak habis pikir pada cowok itu. Abangnya sendiri sedang dirumah sakit, dalam kondisi sekarat serta mempertaruhkan nyawanya, tapi adiknya sendiri, sekedar tanda tangan surat operasinya saja enggan?

"Dasar Rendi anak ayam! Kalo beneran anak ayam udah gue geprek lo Ren!"

Suara dr. Aryo menginterupsi Arman dari kejauhan. Arman yang melihatnya sedikit menyipitkan matanya lalu mengangguk.

Arman duduk disalah satu bangku yang berhadapan langsung dengan dr. Aryo. Kedua tangan cowok itu terlipat diatas meja.

"Gimana dok?"

"Apa sudah ada persetujuan dari keluarga Raja?"

Arman menggeleng pelan. "Belum dok."

Dr. Aryo menyenderkan punggungnya pada kursi. Tangannya memainkan stetoskop yang menggantung di lehernya. Dr. Aryo sangat menyayangi benda bersejarah itu.

"Saya belum bisa mengambil tindakan untuk segera melakukan operasi," ucap dr. Aryo.

Arman memajukan tubuhnya. Kedua tangannya menyatu di depan. "Dok, saya mohon dok. Tolong secepatnya sembuhkan teman saya."

"Tidak bisa Arman. Saya tidak berani mengambil tindakan tanpa surat persetujuan itu."

Arman berdecak kesal. Cowok itu berpamitan pada dr. Aryo sebelum akhirnya berjalan keluar.

Sepanjang jalan dikoridor, mulutnya tak henti-henti mengucapkan sumpah serapah untuk Rendi.

"Dasar Rendi sepupunya dajjal!"

Arman mengeluarkan kunci motornya dari saku dan segera menjalankan motornya menuju rumah Rifta'i.

Arman dan Rifta'i secepatnya harus memaksa Rendi menandatangani surat itu. Jika Rendi masih menolak juga, terpaksa keduanya harus pakai cara kasar untuk menyeret Rendi kerumah sakit.

Arman berdiri didepan pintu rumah Rifta'i. Arman mengambil napas kemudian dikeluarkan secara perlahan. Tangannya terangkat untuk mengetok pintu kayu tersebut.

"Permisi."

Belum ada jawaban.

"Rifta'i?"

Belum ada jawaban juga.

Lagi-lagi Arman menarik napas, kemudian ...

"TAI MAIN YUK!!!" Arman berteriak kencang didepan pintu rumah Rifta'i. Tak berselang lama, suara grasak-grusuk dari dalam terdengar dan nampak seseorang yang membuka pintu.

"Taiiii," panggil Arman pada cowok yang mengenakan kaos oblong warna putih juga boxer selutut warna hitam.

"Tai Tai pala lu ngejedag! Masuk!"

Rifta'i menyuruh Arman masuk. Ia sedikit menggeser tubuhnya supaya Arman bisa masuk kedalam.

Arman langsung duduk disofa begitu masuk kedalam rumah Rifta'i. Matanya menjelajah isi rumah itu.

"Rifa mana?" tanya Arman.

"Gak tau gak kenal!"

Arman mengernyit bingung. "Lah? kembaran lo sendiri masa gak kenal?"

"Lah bodo amat."

"Kok lo gitu?"

"Ya suka-suka gue dong."

RAJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang