Bab 15

12.9K 585 12
                                    

Raja termenung dibalkon kamarnya. Matanya menatap lurus kedepan. Pikirannya melayang saat masa - masa kecilnya dengan Rendi.

Raja ingin keadaan seperti dulu. Saat masih bermain dengan Rendi, saat Ayahnya tidak gila pelacur, dan saat ibunya masih hidup.

"Arrghh!"

Raja menjambak rambutnya sendiri dengan kencang. Pikirannya kacau. Disaat seperti ini ia butuh gadisnya. Ia butuh Ara.

Raja meninggalkan kamarnya dan berjalan ke kamar Rendi yang letaknya bersebelahan dengan kamarnya.

Raja menatap setiap sudut kamar adiknya. Cowok itu iseng membuka lemari Rendi dan melihat baju Rendi masih banyak yang tertinggal disana.

Entah bagaimana keadaan Rendi sekarang. Apa cowok itu membeli baru kebutuhannya sehari - hari?

Tak sengaja Raja melihat sebuah surat yang berada dibawah tumpukan baju. Jujur, Raja baru melihat surat itu disana.

Raja mengambilnya dan mulai membacanya perlahan. Tubuhnya ia duduk kan dipinggir kasur.

Setelah selesai, Raja menutup kembali surat tersebut dengan berbagai macam pertanyaan yang muncul dikepalanya.

Siapa perempuan itu?

"Arin?"

"Oh atau jangan - jangan cewek yang dateng waktu itu, dia Arin?"

"Pusing gue!"

***

Saat Raja dalam perjalanan menuju rumah Ara, matanya tak sengaja melihat Rendi yang sedang bersama temannya dan juga banyak wanita malam disana.

Raja membawa motornya mendekati warung yang dijadikan sebagai tempat tongkrongan tersebut.

"Eh woi woi siapa tuh?"

"Temen lu kali,"

Raja melepas helmnya dan turun dari motor. Lantas Rendi kaget bukan main. Untuk apa abangnya berada disini?

"Ikut gue!"

"Sakit Bang!"

Raja mencengkram kerah baju yang digunakan Rendi lalu menyeret cowok itu menjauh dari sana.

"Lepasin!"

Raja melepaskan cengkramannya dan menatap Rendi dengan tajam.

"Ngapain sih lo ngurusin hidup gue lagi, hah?!" Rendi memegang lehernya yang terasa sakit akibat cengkraman Raja tadi.

"Gue cuman minta lo pulang Ren." ucap Raja. Cowok itu berusaha tenang.

"Kan udah gue bilang. Gue gak mau pulang! Lo budek apa gimana?"

Raja mengepalkan sebelah tangannya. Ia harus bisa menahan emosi untuk tidak menghajar adiknya disini.

Tahan Ja! jangan pake emosi.

"Mending lo pulang! Gue juga udah gak mau tinggal disana." ucap Rendi dengan emosi yang menggebu. Rendi berbalik dan kembali berjalan kearah teman - temannya.

Pertanyaan Raja barusan membuatnya berhenti melangkah. Tubuhnya menegang dengan perasaan yang campur aduk. Rendi berbalik menatap Raja.

"Siapa Arin?!" tanya Raja seraya berjalan mendekat kearah Rendi.

"Lo gak perlu tau Arin itu siapa!" tegas Rendi, kembali berjalan kearah temannya.

"Lo pasti juga tau kan kalo Arin meninggal karena depresi?"

Pertanyaan Raja barusan membuatnya mendapat bogem mentah dari Rendi. Sudut bibirnya mengeluarkan darah.

"Gue bilangin sama lo, gak usah ikut campur urusan gue lagi!" tukas Rendi tajam dan meninggalkan Raja.

Gue akan cari tau siapa Arin, batin Raja.

Kemudian Raja menaiki motornya dan menjalankannya menuju rumah Ara.

***

"Assalam--"

Raja baru saja ingin mengetuk pintu rumah Ara. Namun dengan tiba - tiba pintu tersebut dibuka dan menampilkan seorang gadis dengan senyum merekahnya.

"RAJAAA!" teriak Ara dan langsung memeluknya.

"Astaghfirullah Ara! Lo bikin gue kaget anjir." ucap Raja, jantungnya berdegup kencang. Bukan karna senang dipeluk Ara. Melainkan penampilan gadis tersebut yang mirip gembel.

Wajahnya dipenuhi oleh cairan berwarna hitam serta rambutnya yang dikuncir asal - asalan.

"Lepasin Ra,"

Ara melepaskan pelukan Raja dengan berat hati.

"Lo serem banget Ra, Asli!"

"Ih Raja! Ara tuh lagi maskeran tau!" ucap Ara, bibir gadis itu cemberut. Selalu saja begitu.

Ara berbalik dan berjalan memasuki rumahnya diikuti Raja.

"Mama mana?" tanya Raja yang sudah duduk disofa dengan Ara disampingnya.

"Ada tuh dikamar."

"Bokap lo?"

"Belum pulang kerja."

"Aldy?"

"Dikamar. Bang Aldy berisik banget malem - malem! Aduh pusing Ara."

Ucap Ara bergaya seolah pusing beneran. Dengan kedua tangannya yang memegang pelipisnya sendiri.

"Teriak gimana?" tanya Raja, penasaran.

"Kayak gini nih 'Iya gitu terus. Lebih cepet lagi. Ah enak.' Begitu Raja." jawab Ara dengan menirukan suara Aldy yang dibuat - buat.

Raja berusaha menahan ketawanya untuk tidak keluar saat ini. Cowok itu berdehem seraya menyisir rambutnya kebelakang.

"Goblok anjing! Ngapain solo jam segini!" gumam Raja supaya tidak didengar Ara.

"Kenapa Raja?"

"Ehm engga Ra. Lain kali kalo abang lo teriak gitu, jangan di denger ya."

"Emang kenapa?"

"Nurut aja!"

"Iyaa." cicit Ara pelan.

Ara melihat wajah Raja. Meneliti setiap sudut wajah cowok itu. Tatapannya berhenti saat melihat sudut bibir Raja yang sedikit berdarah.

Ara menangkup wajah Raja dengan kedua tangannya dan mendekatkan ke wajahnya.

Perlakuan Ara membuat Raja terdiam ditempat. Tidak biasanya mereka sedekat ini. Bahkan Raja bisa merasakan hembusan napas gadisnya.

"Bibir Raja kenapa?" tanya Ara. Masih dengan posisi yang sama.

Raja memundurkan wajahnya dari hadapan Ara. Menetralisir detak jantungnya yang tidak bisa dikontrol. Entah kenapa tubuhnya jadi panas dingin sekarang.

"Bibir Raja kenapa?" tanya Ara sekali lagi.

Raja mengambil oksigen sebanyak yang ia bisa lalu membuangnya secara perlahan.

"Tadi gue berantem." jawabnya jujur.

"Sama?"

"Orang."

"Ish!" Ara memukul lengan Raja membuat cowok itu terkekeh pelan.

"Ara bilas masker dulu yah. Raja disini aja jangan pergi."

"Iya Tamara."

Setelahnya Ara berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya yang penuh cairan hitam mirip oli.

"Ara bisa bikin gue gila! Kalo setiap hari pegang muka gue kayak gitu!"

END ~

komen dan vote sebanyak yg kalian bisa, oke, maaciw.

RAJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang