Bab 23

10.7K 446 48
                                    

"Raja kapan bangun? Gak bosen tidur terus?"

Ara menghembuskan napas lelah. Itu merupakan kalimat kesekian yang keluar dari bibirnya.

"Ara bawain Raja nasi goreng tau," Ara mengeluarkan kotak makan berisikan nasi goreng dengan hiasan telur mata sapi dari dalam paperbag yang ia bawa. Nasi goreng yang pernah Ara kasih saat menjenguk Raja dirumah cowok itu.

"Raja bangun ya, kita makan bareng-bareng."

Ara tersenyum getir. Ia menengadah agar air matanya tidak lagi turun. Gadis itu mengeratkan tangannya pada kotak bekal berwarna pink tersebut.

Ara kalah.

Matanya kembali berkhianat. Tanpa permisi air matanya kembali turun membasahi wajahnya yang terlihat pucat.

"Raja gak sedih liat Ara nangis mulu?"

Sebelah tangan Ara menggenggam tangan Raja yang bebas dari infusan. Mengelus tangan dingin itu kemudian mengecupnya lama.

"Ara pulang dulu ya Raja. Nanti malem kalo sempet Ara kesini lagi, nemenin Raja."

Ara berdiri. Menaruh kotak bekalnya diatas nakas kemudian menghapus jejak air matanya.

"Assalamualaikum Rajanya Ara."

Dengan berat hati, Ara berjalan meninggalkan kamar inap Raja.

***

Keceriaannya lenyap begitu saja ketika Rajanya tidak ada. Ara, si gadis periang yang tak pernah murung kini seperti tidak mempunyai semangat hidup. Gadis itu berjalan dengan mata yang sembab menuju toilet.

"Ara."

Panggilan seseorang membuat Ara berhenti lalu berbalik. Menatap orang yang tengah berjalan kearahnya.

"Lo kenapa?"

Ara menggeleng.

Romeo mendengus. "Jangan boong! Lo abis nangis kan?"

"Enggak!" jawab Ara berbohong.

Romeo memandang Ara tidak percaya. Cowok itu menarik pergelangan tangan Ara dan menyeretnya paksa.

"Romeo mau ngapain?" tanya Ara panik sembari berusaha melepaskan cekalan tangan Romeo darinya.

"Eh maaf," Romeo melepaskan cekalannya. "Sakit ya?"

Ara mengangguk. Mengusap pergelangan tangannya yang tadi dicekal Romeo.

"Gue cuman pengen ajak lo ke suatu tempat. Supaya lo bisa nangis sekenceng-kencengnya disitu."

Ara mengernyit. "Kemana?"

"Belakang sekolah, yu?"

Romeo kembali menarik pergelangan tangan Ara. Namun kali ini dengan pelan dan berhati-hati. Takut membuat Ara kesakitan karena ulahnya.

Disinilah mereka sekarang. Tepatnya dibelakang sekolah.

Ara menatap sebuah pohon yang pernah menjadi tempatnya dan Raja duduk berdua. Menghabiskan waktu bersama hingga ketiduran sampai pulang sekolah. Ara tersenyum kecil mengingat kejadian itu.

"Ayo!"

"Apa?"

"Lo boleh nangis, lo boleh teriak, lo boleh ngeluarin unek-unek lo disini. Sepuas lo!" ucap Romeo dengan senyuman manisnya.

Tanpa banyak bicara, Ara langsung berteriak histeris dibarengi dengan tangisnya yang pecah. Gadis itu terus meraung menyebutkan nama Raja. Pundaknya bergetar hebat dan air matanya terus mengalir deras.

RAJARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang