1. Pertama Kali Bertemu

6.5K 412 55
                                    

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun SMA Cakrawala

masih ramai karena ini adalah hari pertama dimulainya tahun ajaran baru. Banyak murid baru—atau dedek-dedek gemes sedang menunggu orangtua mereka untuk menjemput. Ada juga yang langsung membawa motor, namun tetap saja banyak yang dijemput.

Para murid baru itu benar-benar banyak, memenuhi koridor depan dan gerbang depan sekolah. Membuat Sagi menjadi jengah dengan keramaian ini.

Hari pertama sekolah yang dia kira santai ini, nyatanya tidak santai. Sagi sudah harus berlatih voli di hari pertama sekolah. Sagi yang seharusnya sudah kelas dua belas SMA ini, masih kelas sebelas. Karena dulu sewaktu SMP pernah sekali tidak naik kelas karena Sagi malas berangkat sekolah dan kalau berangkatpun dia hanya membaringkan kepalanya di meja sambil memejamkan mata, tidak mau mendengarkan penjelasan guru.

Kerjaannya main game online, kemudian tawuran, modifikasi motor, nongkrong. Dan hal ini berlanjut hingga SMA. Masih suka nongkrong—yang berakhir mencari cewek baru, modifikasi motor yang kini merambah ke modifikasi mobil juga, tidur di kelas, bolos, cabut ke kantin ketika jam pelajaran, balap motor, serta hal-hal lain yang tidak patut di contoh.

Sagi memang banyak dibenci guru, ditakuti beberapa murid. Namun ada satu hal yang membuat Sagi tetap bertahan dan kadang dipuji oleh para guru di SMA Cakrawala. Yaitu kepandaian Sagi memimpin team voli SMA Cakrawala.

Sejak ada Sagi, team voli SMA Cakrawala menjadi terkenal. Banyak memenangkan lomba voli antar SMA di Jakarta dan bahkan pernah memenangkan pekan olahraga nasional. Kini, Asagiri Soedirja yang menjadi ketua eksul bola voli di SMA Cakrawala ini.

"Nih, bawa." Ujar Sagi sambil melemparkan dua bola voli kearah Raden. Namun bola voli itu menggelinding karena Raden tidak menangkapnya dengan tepat. "Ah, elah, Den. Fokus."

Raden berdecak sambil memunguti bola dan mendekapnya. "Buset, lo juga ngelemparnya langsung dua."

Sagi hanya diam, mengambil dua bola voli lagi dari gudang kecil tempat peralatan olahraga dan menutupnya. Kemudian membawa dua bola voli juga sambil berjalan bersisian dengan Raden yang katanya keturunan ningrat itu. Entah ningrat darimana, katanya Raden juga tidak tahu.

"Gue nih ada keturunan ningratnya lho, Gi." Katanya waktu pertama kali berkenalan.

Sagi berusaha menahan tawa. "Oh, ningrat dari kerajaan mana?" Sambil memperhatikan Raden yang kulitnya cokelat, rambutnya sedikit ikal, tapi tidak begitu dekil karena ditolong ia mempunyai dua lesung pipi yang sangat terlihat dan hidung mancung.

"Hm, mana ya?"

"Lah, gimana sih. Dari keraton Solo? Jogja? Atau mana nih?"

"Gatau gue." Raden menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Tapi kata nyokap, keluarga gue keturunan ningrat. Nama gue aja Raden Bayu Wicaksana."

"Oh, harus nikah sama cewek ningrat juga dong kalau gitu?"

"Iya." Raden mengangguk semangat. "Sama Cinderella gue maunya."

"Lah itu sih princess Disney, njir." Itulah percakapan mereka awal kenal dan awal bercanda. Kini banyak yang menganggap bahwa ucapan Raden yang keturunan ningrat itu hanyalah candaan. Bahkan ada yang berkata; "eh, karpet merah. Karpet merah! Kanjeng mas Raden mau lewat, nih."

"Wuidih, seger." Gumam Raden yang membuat Sagi menatapnya.

"Kenapa, Den?"

WanderlovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang