30. Masa Depan

2.2K 405 43
                                    

Raka mengajak Sagi ke sebuah lapangan yang berbatasan dengan area persawahan. Untuk sepersekian detik setelah sampai, Sagi bahkan sempat terdiam dan mengerjapkan matanya diantara ramainya orang-orang yang sedang menonton burung merpati yang baru saja diterbangkan.

Di Jakarta, Sagi jarang sekali melihat sawah—atau berkunjung ke area pedesaan yang benar-benar dikelilingi oleh sawah dan kebudayaan masyarakatnya seperti ini. Biasanya Sagi dan teman-temannya, atau keluarga, mengagumi dan senang akan area persawahan di Bali atau Lombok.

Tapi dari kemarin, naik kereta melewati area persawahan dan berada di lapangan yang dikelilingi oleh sawah seperti ini sudah membuat Sagi merasa senang.

Ternyata memang benar kata orang, jika ada banyak kebahagiaan yang dapat diraih secara sederhana.

Sagi kemudian menyusul Raka yang sedang menonton seorang lelaki yang menggerakan burung merpatinya dengan gerakan tangan ke atas dan ke bawah. Ratih menggenggam terus tangan Raka agar anak itu tidak lari kemana-mana, sedangkan Ratih berbicara dengan seorang lelaki yang berdiri di sebelah kandang burung merpati bertingkat tiga.

"Mas Heru, kenalin ini namanya Sagi. Tamunya Bu Tari dari Jakarta." Kata Ratih memperkenalkan, lalu beralih ke Sagi lagi. "Gi, kenalin ini namanya Mas Heru. Tetangga yang suka main burung merpati."

Sagi menjabat tangan Mas Heru dan kemudian berkenalan singkat. Hingga Sagi kemudian bertanya, "disini memang sering main lomba burung merpati gini, mas?"

"Wah, ya sering!" Jawab Mas Heru semangat. "Tapi ini pada ngelatih burung merpatinya aja, biasanya ada lomba nanti."

"Seru banget loh itu." Celetuk Ratih.

Sagi terkekeh kecil. "Emang kamu nonton, Ratih?"

"Loh, aku sering nonton."

"Nontonin cowok-cowoknya." Bisik Mas Heru yang membuat Sagi tertawa kecil kemudian. Sedangkan Ratih menatap mereka berdua dengan bingung.

"Kak Sagi, lihat deh!" Raka menarik ujung kaus Sagi, melihat tiga burung merpati yang terbang cepat kearah mereka. Kemudian diarahkan oleh pemiliknya ke kandang burung tersebut.

"Wah, pinter ya." Jujur saja Sagi memang baru melihat hal-hal semacam ini untuk pertama kalinya.

Bahkan Sagi sampai langsung membuka ponselnya dan merekam kegiatan balap burung merpati ini. Sagi memang tidak membagikannya ke media sosial. Tapi nanti dia mau pamer pada Raden, Omar dan Azka di Jakarta.

"Seneng banget kayaknya."

"Eh," Sagi tersentak ketika seseorang menyikut lengannya pelan. "Suri, kapan nyusul kesini deh?"

"Barusan aja."

"Tapaknya nggak kedengeran."

Sontak Suri langsung memukul lengan Sagi, "memangnya aku hantu!"

"Ya kali," Sagi terkekeh lagi dan Suri hendak memukul tangannya lagi. Tapi Sagi sontak menahan tangannya. "Pukul-pukul gemesnya jangan waktu ramai-ramai dong kaya gini. Nanti aja waktu berduaan."

"Males." Suri pura-pura kesal sambil mencebikkan bibirnya. Sedangkan Sagi hanya tersenyum mengejek dan memperhatikan kegiatan orang-orang disekitarnya.

Suasana begitu ramai, terdengar sorak-sorai banyak orang, sahut-sahutan obrolan, suara tawa dan juga dari lapangan ini, Sagi dan Suri dapat menikmati cahaya matahari yang hendak tenggelam.

Tapi Suri sontak menutup hidungnya menggunakan telapak tangan ketika orang disebelahnya mulai merokok dan mengobrol dengan santai. Melihat itu, Sagi menarik tangan Suri dan menjauh dari kerumunan.

WanderlovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang