Suri hanya duduk diam di café yang bernama Cerita Kita. Kursi dihadapannya masih kosong, karena dia sedang menunggu Azka yang pulang bimbel sore ini.
Sudah ada empat puluh menit Suri menunggu Azka, namun Azka tak kunjung datang. Bahkan segelas cokelat hangatnya sudah habis karena terlalu lama menunggu. Langit yang mendung diluar juga sudah mulai menurunkan gerimisnya air hujan.
Dan tepat pada saat hujan semakin deras, lonceng kecil yang ada diatas pintu masuk berdenting ketika seseorang mendorongnya.
Suri tersenyum dan melambaikan tangannya begitu melihat Azka akhirnya datang. Lelaki itu mendapati Suri dan berjalan kearahnya, lalu duduk dihadapan Suri.
"Sori ya lama."
"Nggak apa-apa." Jawab Suri. "Kalau kak Azka sibuk harusnya nggak usah maksain buat ketemu."
"Katanya mau wawancara aku buat tugas Bahasa Indonesia?"
"Kan bisa lewat telepon. Atau chat."
Azka tersenyum menggoda. "Yang kemarin minta diajarin matematika siapa ya? Ya emang sih gue anak ips, tapi nggak bodoh-bodoh amat di matematika anak ipa."
"Ish, iya-iya percaya." Cibir Suri, tapi geli juga dengan Azka. "Pesen yang minuman yang seger-seger dulu sana. Biar otaknya nggak meledak gara-gara habis bimbel terus ngajarin Suri matematika."
"Iya deh." Azka kemudian melambaikan tangannya, memanggil waitress untuk mencatat pesanannya. "Pesan mint mojito-nya satu. Suri mau pesen lagi?"
"Kaya biasa aja."
"Kaya biasa tuh apa pesannya?" Azka balik bertanya.
Suri sontak sadar bahwa kini dia tidak bersama Sagi yang biasanya selalu memesan caramel macchiato dengan Suri. Minuman yang mereka berdua sukai.
"Ah, itu, caramel macchiato." Jawab Suri akhirnya yang langsung dicatat oleh waitress itu. Kemudian pergi untuk membuatkan pesanan mereka. "Kak Azka nggak suka kopi ya?"
"Suka, tapi nggak sering minum aja."
"Oohhh." Suri mengangguk-anggukan kepalanya.
"Jadi kita mau wawancara dulu apa belajar matematika?"
"Belajar aja deh dulu." Suri mengeluarkan beberapa buku matematikanya dan tak lama kemudian mereka berdua sudah berkutat dengan kumpulan angka-angka yang mungkin bagi Sagi adalah angka yang memuakan.
Suri hanya mengaduk-aduk minuman yang sudah datang, dia diam menatap Azka yang menundukkan kepala sambil menerangkan tentang pembahasan peluang. Suri menghela napas tak kentara, Azka ini memang serba bisa. Apalagi soal pelajaran.
Tapi baru mencoba beberapa hari untuk dekat dengan Azka, Suri merasakan kebosanan. Azka tidak sama dengan Sagi, dan tidak seharusnya Suri mencari kesamaan Azka dengan Sagi. Mereka berdua adalah lelaki dengan sifat yang berbeda.
Azka akan dengan senang hati menuruti kemanapun Suri mau pergi dan menuruti kemauan Suri. Membuat semuanya menjadi lebih mudah untuk dijalani. Sedangkan kalau bersama Sagi? Lelaki itu akan mengomel terlebih dahulu, menekuk wajah kesal, baru terpaksa menuruti Suri.
Lalu Suri akan berusaha menghibur Sagi, hingga perasaan Sagi membaik dan mau menemani Suri jalan-jalan dengan ikhlas tanpa Sagi sadari. Entah kenapa, asiknya disana. Asiknya di dapat ketika berhasil membujuk Sagi untuk menurutinya, Suri merasa puas dan senang bukan main.
Suri membayangkan kalau lelaki yang sedang menunduk dan berkutat dengan soal dihadapannya ini adalah Sagi, bukannya menjelaskan seperti yang dilakukan Azka saat ini, pasti Sagi malah akan mengumpat kesal karena soal matematika yang baginya menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderloved
Teen Fictionwanderloved (n) person still confused about the feelings and still likes adventure about love. Wanita pasti terkenal dengan sikap jaim dan sungkan mengungkapkan perasaannya pada seseorang yang dia suka. Namun hal itu tak berlaku pada Surinala. Seja...