Sagi belum masuk ke sel tahanan walau sudah lima jam berada di Polres. Kepala Sagi sudah pening setelah di bombardier banyak pertanyaan di ruang pemeriksaan. Hingga kemudian seorang lelaki berseragam kepolisian masuk dan mengangsurkan segelas air mineral pada Sagi.
Sagi mendongak dan tatapannya langsung terpaku pada lelaki berseragam kepolisian dengan name tag Tirta Bagas Yunardi. Calon Kapolri Indonesia, ayah kandung dari Surinala.
"Minum dulu." Ucapnya tenang, namun mengandung ketegasan dalam kata-katanya.
Sagi mengangguk, mengambil air minum itu dan meneguknya perlahan.
"Sudah selesai introgasinya?" tanya Tirta pada rekannya.
"Untuk saat ini sudah, pak." Rekan Tirta yang tadi mengintrogasi Sagi menghampirinya. Sedikit menunduk ketika membisikkan sesuatu pada Tirta, kemudian ijin keluar dari ruangan pemeriksaan sebentar.
Tirta menghela napas, menarik kursi dan duduk disamping Sagi. "Orangtua kamu sudah mengirim pengacara terkenal dan hebat untuk membela kamu dalam kasus ini. Setelah ini, silahkan kalau mau berbicara dengan pengacaramu itu."
Sagi hanya diam dan menundukkan kepalanya. Genggaman tangannya pada gelas menguat. Kesal, karena lagi-lagi orangtuanya turun tangan dan memberi perhatian lebih.
Oke, Sagi memang harusnya bersyukur karena ada orangtua yang turun tangan dengan cepat untuk mengatasi ulah bar-bar anaknya. Tapi di titik ini, Sagi sudah frustasi. Sagi rasanya ingin menghadapi semua masalahnya sendiri dan menyelesaikannya dengan pemikiran sendiri.
Tirta menatap Sagi tanpa Sagi sadari, menamati anak lelaki dihadapannya secara menyeluruh dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Rain pasti marah sama kamu kalau dia tahu." Ucapan Tirta memecah keheningan. "Kamu menusuk Axel karena melampiaskan kemarahanmu selama ini. Axel sekarang kritis, berusaha bertahan hidup. Kalau Axel meninggal, hukuman kamu akan semakin berat. Jadi sekarang, apa bedanya Axel dengan Rain? Sama-sama kritis dan berusaha bertahan hidup."
"Seenggaknya Axel jadi tahu betapa menderitanya Rain karena dia." Jawab Sagi dengan cepat.
Dan entah kenapa, mendengar jawaban itu membuat dada Tirta serasa ditekan. Tak menyangka jawaban seperti itu yang akan keluar dari mulut Sagi.
"Seenggaknya Axel bisa merasakan rasanya sakit, rasanya berusaha bertahan hidup, rasanya berada diambang hidup dan mati." Tenggorokan Sagi tercekat, matanya sudah memanas menahan tangis hingga ia memberanikan diri menatap Tirta. "Rain sudah seperti saudara saya sendiri, om. Sudah banyak orang berusaha menyadarkan saya kalau kecelakaan Rain bukan karena salah saya. Tapi saya tetap nggak bisa memaafkan diri saya sendiri."
Kedua tangan Sagi terkepal diatas pahanya, air mata lelaki itu akhirnya menetes juga. "Saya tetap jadi sebab Rain koma. Saya tetap salah dan saya meluapkan semua emosi saya tadi malam, menyerang Axel saat Axel dan teman-temannya menyerang saya juga di club." Sagi memejamkan matanya, lalu mengusap air mata dengan cepat. "Saya nggak perduli mau di penjara, saya nggak perduli masa depan saya akan jadi apa nantinya. Saya memang terlalu pengecut untuk masa depan, om. Saya juga terlalu takut untuk mengira-ngira di masa depan, nantinya saya akan bertemu lagi sama Rain atau enggak."
Tirta langsung memalingkan wajahnya, ia rasanya ingin menarik kerah kaus Sagi dan meneriakan kata "bodoh!" pada anak muda dihadapannya ini. Tapi tidak ada yang bisa Tirta lakukan selain diam dan menahan segala rasa sesal, marah, bahkan terharu. Sagi masih terlalu muda untuk menyimpan segala emosi dalam hidupnya.
***
Suri hanya terdiam menatap layar televisi dihadapannya tanpa ekspresi apapun. Sudah satu minggu berita tentang Asagiri Soedirja yang menjadi tersangka penusukan seorang remaja berumur tujuh belas tahun menjadi heboh di media.
![](https://img.wattpad.com/cover/192276530-288-k145863.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderloved
Teen Fictionwanderloved (n) person still confused about the feelings and still likes adventure about love. Wanita pasti terkenal dengan sikap jaim dan sungkan mengungkapkan perasaannya pada seseorang yang dia suka. Namun hal itu tak berlaku pada Surinala. Seja...