Erlina Lestari kini menatap Suri yang duduk dihadapannya sambil menundukkan kepala karena sedang menatap teh jahe di tangannya. Erlina menghela napas pelan, perlahan menarik telapak tangan Suri dan menggenggamnya dengan begitu lembut.
Suri mengangkat wajah, membuat iris mata kecokelatannya bersitatap dengan iris mata sang mama yang kini seperti berkaca-kaca.
"Ma?" panggil Suri dan seketika setetes air mata Erlina membasahi pipinya.
Erlina segera mengusap air matanya dengan terburu-buru, kemudian menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Mama masih nggak percaya kamu ada disini. Dihadapan mama."
Suri mengangguk dan balas tersenyum kecil, balas menggenggam tangan mama juga.
Erlina terdiam. Menyadari bahwa Surinala yang dulu ia tinggalkan masih baru masuk SMP, mengenakan rok sekolah berwarna biru dan menangis meraung-raung ketika Erlina berpamitan meninggalkan rumah.
Surinala yang berambut sebahu kini memiliki rambut panjang dengan curly kecil dibagian ujung rambutnya. Kulit cokelat karena sering main kini sudah menjadi kulit putih yang mulus. Bibir anak gadisnya sudah dilapisi pewarna bibir.
Erlina kini sadar, Surinala-nya sudah dewasa dan ia sudah terlalu lama meninggalkan.
"Ma, kenapa nangis lagi?" Suri buru-buru menaruh teh-nya ke meja sebelah dan merengkuh mamanya dengan cepat. Kemudian mengusap pelan punggungnya. "Ma, Suri sudah ada dihadapan mama, loh. Kita udah ketemu, kok mama malah nangis?"
"Mama merasa bersalah sama kamu dan Rain. Dulu mungkin kamu masih belum paham kenapa mama meninggalkan kalian, tapi sekarang pasti kamu sudah tahu apa penyebab dan alasannya." Erlina menggenggam tangan Suri lebih erat. "Maafin mama, mama salah. Mama minta maaf."
Tenggorokan Suri terasa tercekat, ia benar-benar tak kuat menahan tangis. Hingga ia menganggukkan kepalanya berkali-kali namun air mata kembali terurai turun membasahi pipinya.
"Suri dan kak Rain sudah maafin mama. Papa juga mungkin sudah bisa berdamai dengan keadaan." Suri mengusap air mata di pipinya. "Papa juga sudah menikah lagi, ma. Seolah-olah semua kenangan mama dan papa memang nggak pernah berharga."
"Mama yang sudah merusak momen baik keluarga kita, Suri. Maaf karena mama tidak tahu malu dan selingkuh waktu itu—"
"Ma, Suri sudah maafin mama. Sungguh." Ucap Suri menegaskan. "Suri kemari karena kangen mama."
Erlina mengangguk dan tersenyum sambil mengusap pipinya. "Mama juga kangen sama kamu."
Hingga tiba-tiba Suri berucap lirih. "Ada yang lebih kangen sama mama. Kak Rain, pasti kangen banget sama mama."
"Rain," Suri bahkan dapat melihat binar mata bahagia Erlina ketika menyebutkan nama Rain. "Kakakmu itu nggak ikut kemari?"
"Enggak, ma. Kak Rain nunggu mama di Jakarta." Suri menelan salivanya, membahasi kerongkongannya yang kini terasa kering. Dengan takut-takut ia menatap Erlina, namun tatapan Erlina malah seperti meminta penjelesan lebih. "Kak Rain sudah koma lebih dari setahun karena kecelakaan motor, ma. Kak Rain sudah kritis, dalam beberapa hari kedepan papa berencana mencabut segala alat penopang hidup kak Rain. Tapi Suri tahan, karena Suri ingin mama ketemu dulu sama kak Rain."
Erlina sontak kaku, tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.
Hingga Suri kembali melanjutkan, "karena itu Suri datang kesini. Suri percaya, kalau mama datang menemui kak Rain, pasti kondisi kak Rain akan membaik—MA!"
Suri berteriak keras dan Sagi yang menunggu di teras rumah sampai langsung berlari masuk begitu melihat tubuh Erlina di kursi sedang ditahan oleh Suri begitu pingsan setelah mendengar semua penjelasan Suri tentang kecelakaan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wanderloved
Teen Fictionwanderloved (n) person still confused about the feelings and still likes adventure about love. Wanita pasti terkenal dengan sikap jaim dan sungkan mengungkapkan perasaannya pada seseorang yang dia suka. Namun hal itu tak berlaku pada Surinala. Seja...