13

5.4K 385 6
                                    

19 July 2019

🌼 🌺 🌼

Carissa berdiri sambil menundukan kepalanya, dengan tangan yang menahan semua rasa yang ada dihatinya. Bagaimana tidak, kini Edward duduk dihadapannya dengan tatapan tajam milikinya yang berhasil membuat nyali Carissa menciut namun membuat Carissa merasa lebih emosional.

"Bagaimana hal ini bisa terjadi? Memangnya apa yang kamu lakukan? Apa mengawasi beberapa orang saja tidak bisa?" Suara Edward terdengar kesal, ia sangat kesal.

Baru tigapuluh menit pria itu mendarat dan jangan ditanya apa ini waktunya ia kembali, karna dirinya memutuskan langsung pulang saat mendengar cucu perempuannya membuat ulah yang membuat Edward sangat sangat marah.

"Maafkan saya tuan." Ucap pria yang berdiri disamping Edward yang posisinya hampir sama dengan Carissa yang ada didepan Edward.

"Saya tidak butuh maaf kamu, siapkan saja surat pengunduran diri kamu selagi saya belum memecat kamu dengan tidak hormat!" Perintah, Edward memerintahkan pria berbaju hitam tersebut untuk berhenti.

"Tapi tuan, sa__." Ucap pria itu ingin membela diri dengan menjelaskan situasinya saat itu.

"Jangan membuat saya mengulang kalimat saya, lebih baik kamu pergi sekarang!" Ucap Edward tanpa melihat kearah pria yang ahkirnya pergi dengan helaian nafas yang berat.

Edward kini menatap satu persatu anggota keluarganya, "Mana Mark?"

Carissa memejamkan matanya sebentar, ia yakin pertanyaan ini pasti akan ditanyakan pada ahkirnya dan Carissa belum siap menerima segala omelan yang mungkin akan keluar dari mulut tajam Edward dengan kata kata pedas yang akan kembali melukai perasaaan Carissa.

"..."

"Menghilang lagi?" Tebak Edward dan hanya mampu dianggukan oleh Carissa.

"..."

"Setelah ini hadap saya diruang kerja, dan kamu," Edward mengahlihkan tatapannya pada Ajeng yang berdiri dengan posisi yang jauh berbeda dengan Carissa, Ajeng memberikan tatapan berani pada Edward. "kemasi barang kamu segera, saya tidak ingin melihat kelakuan kamu yang diluar batas apalagi wajah kamu. Saya memutuskan kamu untuk pindah ke asrama!"

Ajeng, perempuan itu baru saja ingin menjawab perintah Edward namun keinginannya ditahan oleh Cantika yang berdiri disampingnya.

"Pa? Aku mohon kali ini maafkan kelakuan Ajeng yang satu ini, aku mohon pa. Aku gak akan bisa tinggal tanpa anakku, aku jamin ini yang terahkir kali Ajeng berulah. Aku mohon pa, sebagai anak." Ucap Cantika mencoba membujuk Edward agar mengubah keputusannya terhadap Ajeng.

"Kamu mengenal saya dengan baik bukan? Jangan membuat saya harus mengulang hal ini untuk kedua kalinya." Ucap Edward dengan mata yang semakin emosi saat melihat Ajeng berjalan kearahnya tanpa menunjukkan raut wajah takut ataupun bersalah.

"Kakek selalu bersikap semua kakek, kakek enggak pernah berpikir bagaimana perasaan kami bukan? Bagaimana kami hidup selama ini? Kakek hanya marah, marah, dan marah. Kakek selalu mengatur kami, kakek selalu memaksa kami semua kakek! Apa kakek gak sadar berapa banyak orang yang terluka karna keegoisan kakek?" Tanya Ajeng dengan suara yang meninggi, serta bibir yang begetar.

"KAMU__!" Edward marah, pria tua itu berdiri dari posisi duduknya.

"Apa kek? Apa? Aku akan angkat kaki dari rumah ini walaupun tanpa kakek suruh, karna aku muak hidup disini! Aku muak hidup dalam aturan yang kakek buat untuk kami!" Ucap Ajeng.

"Jeng, minta maaf." Suara Adrian mulai terdengar diseluruh ruangan, awalnya pria itu kira Edward hanya marah setelah itu semua selesai namun sepertinya adiknya tidak ingin membiarkan hal itu terjadi.

"Apa kak? Minta maaf? Sama siapa, sama siapa aku harus minta maaf?" Tanya Ajeng sambil menatap Adrian yang berdiri tidak jauh darinya.

"Kak Ajeng, Aline mohon hentikan. Jangan seperti ini." Aline, dia menangis. Memohon pada Ajeng agar berhenti, karna semuanya tidak akan berahkir dengan baik.

"Semua orang memintaku untuk meminta maaf, semua orang memintaku berhenti, tapi aku gak bisa sekarang ataupun meminta maaf sama orang yang bersalah."

"AJENG KAM__." Ucap Edward dengan suara yang kian meninggi.

"Sampai kapan kek? Sampai kapan keegoisan kakek akan hidup dalam hati kakek? Siapa lagi setelah aku kek? Aline? atau mungkin cucu menantu kakek yang penurut itu? Siapa lagi yang akan kakek sakiti pada ahkirnya?" Tanya Ajeng sambil melirik sekilas punggung Carissa.

"Ajeng, mama mohon hentikan." Lirih Cantika namun tetap dihiraukan oleh Ajeng yang semakin berjalan kearah Edward.

"Pertama anak kekek sendiri bukan? Menantu kakek? Mama? Lalu cucu kakek? Lalu siapa lagi yang akan kakek sakiti? Apa hati kakek belum puas melihat hancurnya keluarga ini? Ap__."

Plak

Edward memberikan tamparan yang sangat kencang dipipi Ajeng yang membuat ucapan Ajeng terhenti terganti dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.

"Kamu gak tahu terimakasih. Saya melakukan ini dem__."

"Demi apa kek? Kakek menghancurkan kami satu per satu, asal kakek tahu dan aku gak mau semakin hancur. Kediaman, tersenyum, itu semua bisa membunuh kek. Kakek tahu? Itu juga yang membuat papa memilih mengahkiri hidupnya, papa yang selalu mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kakek karna anak kesayangan kakek meninggal. Apa hal itu adil? Enggak kek."

"Ajeng?" Panggil Adrian pelan, sebelum mencoba menarik tangan Ajeng.

"Apa? Aku capek, aku lelah jangan membuat aku diam lagi kak." Ucap Ajeng sebelum menepis kuat tangan Adrian.

"..."

"Kakek ingin mendengar hal yang lebih gila lagi?" Tanya Ajeng sambil melihat kembali kearah Edward. "Aku hamil."

Plak

Tidak hanya sekali, namun dua kali Ajeng mendapatkan tamparan dari Edward karna penuturannya sedangkan yang lain kini menatap Ajeng secara serempak seakan ingin memastikan ucapan Ajeng barusan.

"Apa kamu gila?" Tanya Edward dengan raut wajah yang tidak percaya.

"Ada apa? Apa aku salah?" Tanya Ajeng lagi dengan senyum, ia puas melihat raut wajah Edward kali ini.

"KAMU INGIN BUAT KELUARGA KITA MALU? APA KAMU GILA? BAGAIMANA BISA PERGAULAN KAMU MELEWATI BATAS AJENG?"

"Dengarlah, bagaimana kakek bertanya saat ini? Pertanyaan kakek tidak menunjukkan kalau kakek mengkhawatirkan keadaan aku sekarang, tapi reputasi kakek bukan? Kakek terlihat tidak seperti manusia, aku keluarga kakek bukan? Aku cucu kakek bukan? Bukankan setidaknya kakek menanyakan keadaanku, atau tidak berikan umpatan untuk pria yang menghamiliku. Setidaknya hal itu membuat kakek terlihat seperti manusia." Ucap Ajeng lagi yang semakin membuat Edward termakan oleh emosi.

Plak

Semua terdiam, bahkan kini Edward terdiam karna bukan Ajeng yang ia tampar tapi Carissa. Perempuan itu mendorong Ajeng pelan agar termundur dan Carissa bisa berdiri tepat dihadapan Ajeng.

"Carissa?" Bukan merasa bersalah, Edward memanggil nama Carissa karna ia marah pada perempuan itu karna menghalangi dirinya untuk kembali menampar Ajeng.

"Maaf kek, tapi kali ini Carissa ingin menghentikan kakek. Maafkan Ajeng kali ini, Carissa mohon." Ucap Carissa sekilas melihat kearah Ajeng dan kembali menatap Edward.

"Kamu berani menentang ucapan saya? Minggir sekarang atau nasib kamu bisa seperti Ajeng. Saya bisa mengusir kamu, ini bukan sekedar ucapan Carissa. Saya serius dengan ucapan saya." Ucap Edward.

"Carissa gak akan berani menentang ucapan kakek, tapi Carissa memohon sama kakek. Ajeng sedang mengandung kek, dia mengandung cucu kakek. Setidaknya pikirkan anak yang ada dikandungan Ajeng, Carissa mohon sama kakek." Ucap Carissa, ia tulus mengatakannya.

"..." Edward menatap Carissa dengan tatapan tidak percaya, perempuan yang dikira tidak akan pernah menentang ucapannya kini sedang menentang ucapannya.

"Kek, kali ini saja. Semuanya gak akan baik baik saja walaupun kakek membentaknya atau menampar bahkan mengusir Ajeng. Kali ini saja, kita selesaikan masalah ini dengan bicara." Ucap Carissa lagi mencoba untuk membujuk Edward.

...

IT'S ME CARISSA_mark (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang