27 July 2019
🌼🌺🌼
Hampir semua penghuni rumah tengah berdiri dihadapan Edward, pria itu memutuskan tidak melakukan aktivitas seperti sarapan namun mengumpulkan semua orang diruang keluarga. Bagi Edward semakin cepat semuanya selesai, maka semakin cepat aib ini akan tertutup dengan rapat.
"Bagaimana pilihan kamu Ajeng?" Tanya Edward lagi menatap tajam Ajeng yang mengeratkan kedua tangannya dengan erat, pria itu memberikan dua pilihan padanya.
"Aku akan angkat kaki dari rumah ini, aku tidak ingin menjadi pembunuh!" Ucap Ajeng yakin, dengan menekan kata pembunuh yang mengarah pada Edward.
"Kamu yakin? Hidup susah?" Tanya Edward lagi.
"Sudah aku katakan, lebih baik aku mendapatkan cacian dari pada aku harus menjadi pembunuh. Hidup susah? Untuk apa aku takut, bahkan selama ini aku sudah hidup susah." Ucap Ajeng lagi.
"Baiklah, angkat kaki kamu sekarang dari rumah ini. Saya tidak mau melihat kamu lagi! Siapapun dari kalian, tidak ada yang boleh membantunya, siapapun! Walaupun dia akan mati dijalan, jangan ada yang membantunya!" Ucap Edward dengan tegas.
Ajeng tersenyum tipis menanggapi ucapan Edward. "Kakek bisa memberikan kekayaan ataupun perintah, tapi soal hidup dan mati? Kakek gak punya hak sama sekali, karna kakek dan aku sama sama manusia. Kita bisa mati didetik ini kalau kakek lupa."
Ajeng memutar tubuhnya, menaiki anak tangga dengan kaki yang dihentakan dengan kencang sehingga membuat suara yang cukup kencang.
"Pa, aku mohon jangan begini. Dia anak aku pa, dia cucu papa. Apa papa tega membiarkan dia hidup diluar sana? Dia lagi hamil pa, Ajeng sedang mengandung." Ucap Cantika dengan wajah yang telah basah, hati seoarang ibu telah hancur karna anaknya dan kini bukan hanya hatinya namun dirinya.
"Saya tidak memaksa dia untuk angkat kaki dan kalau kamu khawatir sama anak kamu, saya tidak melarang kamu untuk angkat kaki juga. Kamu bisa pergi sekarang, pintu rumah ini terbuka dengan lebar jika kamu mau angkat kaki saat ini juga." Balasan Edward membuat Cantika menatap Edward dengan tidak percaya.
"Dia anakku pa, dia bagian dari keluarga ini. Ajeng cucu papa, kenapa papa seperti ini? Kenapa papa memperlakukan kami seperti ini?" Tanya Cantika sebelum memutar tubuhnya mengikuti jejak Ajeng yang naik kelantai atas.
"Kek, apa kakek tidak bisa mengubah pikiran kakek? Apa kalau aku berbuat seperti kak Ajeng aku juga akan diusir?" Tanya Aline tiba tiba setelah diam beberapa detik.
"Tentu, apa kamu ingin mengikuti jejak kakak kamu? Saya juga akan memberikan pilihan yang sama untuk kamu kalau begitu." Jawab Edward.
"Lalu apa arti sebuah keluarga kek?" Tanya Aline lagi, dirinya tidak bisa diam kali ini. Dirinya ingin bersuara.
"..." Edward terdiam, cucu bungsunya yang jarang berbicara mulai berbicara dan menanyakan pertanyaan yang jujur Edward tidak tahu jawabannya.
"Keluarga itu satu, saling mengisi, saling menjaga, saling mengayomi, keluarga tidak pernah saling mencari kekurangan anggotanya. Keluarga itu diciptakan untuk memberikan rasa nyaman, rasa aman, bukan rasa tertekan. Harusnya kita memberikan pelukan sama kak Ajeng, harusnya kita memberikan dukungan bukan tekanan. Apa Aline salah dalam bicara? Apa kakek ingin Aline angkat kaki juga?" Tanya Aline saat melihat wajah Edward yang semakin marah.
"..."
"Aline tahu kakek lebih dewasa dari pada Aline, Aline gak bisa menyalahkan kakek tapi Aline meminta sama kakek, mengertilah. Mengertilah situasi seperti apa yang kita alami saat ini. Semuanya gak akan pernah menghasilkan kebaikkan kalau kakek seperti ini."
"Kamu berani mengajari saya?" Tanya Edward.
"Bukan begitu, Al__." Aline menghentikan ucapannya saat Adrian menarik pelan tangan Aline.
"Kek?" Carissa membuat semua orang menatap dirinya, bahkan Mmark yang berdiri disampingnya kini menggengam erat tangan Carissa yang membuat Carissa menatap kearah Mark.
"Diamlah, berhenti disini!" Perintah Mark namun dihiraukan Carissa yang kembali menatap kearah Edward.
"Carissa tahu, Carissa gak berhak untuk membicarakan hal ini tapi__" Carissa menatap sekilas kearah tangga karna mendengar suara, disana ada Ajeng dan Cantika yang menuruni anak tangga. "__kakek bisa kehilangan segalanya suatu saat nanti."
"Carissa bisa yakin harta kakek mungkin tidak akan hilang, tapi keluarga kakek satu persatu akan meninggalkan kakek. Pertama ayahnya Mark, lalu ibunya, lalu menantu laki laki kakek, lalu Ajeng, lalu tante Cantika dan siapa lagi selanjutnya? Kehidupan kakek tidak akan ada artinya kalau satupun keluarga kakek gak ada disamping kakek." Ucap Carissa dan entah kenapa matanya terasa perih saat ini.
"..." Mark, pria itu terdiam. Baru kali ini Carissa membahas tentang orangtuanya.
"Aku sudah merasakannya dan itu terasa hampa kek." Ucap Carissa dengan air mata yang sudah jatuh. "Sangat hampa, sampai aku bingung bagaimana aku harus mengisi kehampaan itu. Mama, papa, semuanya pergi dan itu pukulan terhebat yang pernah aku rasakan kek. Keluarga adalah segalanya kek."
"Apa menurut kamu saya akan kehilangan semuanya? Tidak, saya yakin hanya ada beberapa orang bodoh yang angkat kaki dari rumah ini." Ucap Edward lagi, sepertinya ucapan Carissa hanya menjadi angin bagi Edward.
"Kalau begitu, aku akan menjadi orang bodoh itu juga kek." Ucap Carissa yang membuat Mark menarik Carissa agar kembali melihatnya.
"..." Mereka hanya saling menatap, Mark bisa melihat luka dimata Carissa. Mata itu, kembali menyihir Mark.
"Tidak perlu ada yang angkat kaki dari rumah ini kek, aku sudah menemukan pria yang menghamili Ajeng." Ucap Mark setelah maju beberapa langkah menutupi Carissa dibelakang badannya, entah apa yang terjadi tapi Mark ingin melindungi Carissa saat ini.
"Menurut kamu semuanya akan beres dengan kamu menemukan pria itu?" Tanya Edward dengan wajah yang masih marah.
"Dia anggota keluarga Hilly, Jemery. Anak sulung keluarga Jemery kek." Ucap Mark yang membuat Edward mengerutkan keningnya.
"Hilly?" Tanya Edward.
"Iya, dia pria dari anggota keluarga Hilly. Keluarga itu cukup kaya, cukup memilki reputasi yang baik didunia bisnis. Jika Ajeng menikahinya, tidak ada yang perlu kakek khawatirkan. Semuanya akan baik baik saja." Ucap Mark menyakinkan Edward dan didetik berikutnya Ajeng pingsan dan membuat beberapa orang berlari ke Ajeng dan membawanya kembali kekamarnya.
"Kalau begitu kita harus kesana sekarang, ikut dengan saya!" Ucap Edward sebelum berdiri dan berjalan lebih dahulu.
"Kamu gila?" Carissa menahan tangan Mark yang baru saja ingin pergi dari posisinya mengikuti langkah Edward.
"Ini lebih baik dari pada membiarkan Ajeng melahirkan tanpa seoarang suami." Ucap Mark namun tetap mendapatkan jawaban dengan gelengan kepala oleh Carissa.
"Dia pria yang tidak baik Mark, dia terkenal suka main perempuan. Apa kamu iklas dia menikahi Ajeng? Jangan gila, dia tidak akan mau bertanggung jawab." Ucap Carissa lagi.
"Dia akan bertanggung jawab, aku pastikan itu. Soal iklas dan tidak iklas, aku harus bagaimana? ini semua jalan yang terbaik dan percayalah, aku pastikan dia tidak akan menyakiti Ajeng. Aku sudah mencari tahu soal dirinya dan aku yakinkan, semuanya akan baik baik saja." Ucap Mark dengan lembut sebelum tersenyum dan melepaskan tangan Carissa dengan lembut.
"..."
"Aku pergi." Pamit Mark sebelum menepuk pelan pundak Carissa dan mengikuti langkah Edward dengan beberapa orang berbaju hitam.
'Ini gila, kenapa perasaanku seperti ini. Ini tidak bisa Car, sadarlah, sadarlah posisi kamu saat ini.'
...
KAMU SEDANG MEMBACA
IT'S ME CARISSA_mark (END)
Literatura Feminina"Satu hal yang membuatku membenci kamu yaitu senyummu, tawamu, ucapanmu bahkan matamu semuanya hanyalah seperangkat dari kebohongan kamu." Elizabeth Carissa Alvira