Anna berlari. Kakinya lemas sekali namun ia terus berlari. Berlari. Terus berlari.
"Kenapa kau terus berlari?" suara itu mengelilinginya. "Kenapa harus lari?" entah dari mana suara itu berasal.
Anna berlari. Jantungnya memompa cepat. Badannya basah oleh keringat.
"Padahal aku tak mengejarmu," lagi-lagi suara itu. Mendesak, menggentarkan.
Kakinya terus bergerak. Berlari, Anna menolak berhenti. Kepalanya pusing.
"Kau harus berhenti. Berlari itu melelahkan. Mau sampai kapan?"
Anna terbangun. Napasnya tersengal. Lelah, padahal masih di tempat tidur. Mimpi. Mimpi lagi.
Tangannya gemetar. Kepalanya pusing. Perutnya melilit.
Perlahan dia turun dari tempat tidur. Lamat-lamat terdengar suara sutil beradu dengan wajan. Di dapur, Haikal sedang sibuk menghadap tungku. Sikunya bergoyang-goyang seirama suara sutil.
"Maaf, Pak. Saya ketiduran," lirih suara Anna menyapa.
Haikal mematikan kompor, menoleh untuk memberikannya tatapan tajam.
Buru-buru Anna meralat, "Ehm, sorry. Aku ketiduran."
Lelaki itu mengambil dua piring kemudian mengisinya satu persatu dengan nasi goreng.
"Terimakasih," ujar Anna, menerima sepiring penuh nasi goreng tuna. "Tunanya udah dipake buat nasi goreng, ya. Besok aku bikinin pizza pake smoked beef aja," lanjutnya.
Haikal tak menjawab sepatah kata pun. Dia hanya duduk di hadapan Anna, menyantap nasi goreng dengan tenang.
"Nanti aku yang cuci piring," Anna menawarkan ganti rugi karena tak enak hati. Harusnya dia yang memasak untuk mekan malam. Tapi mata ini tak bisa diajak kompromi. Bisa-bisanya tertidur begitu saja.
Yang terakhir diingatnya adalah suara Haikal melantunkan ayat suci. Dia duduk bersandar di pintu kamar, menempelkan telinga agar dapat mendengar lebih jelas. Kemudian tiba-tiba sudah terbangun di atas tempat tidur. AC di kamar sudah menyala dan selimut menutupi separuh badan. "Makasih, ya. Udah bawa aku ke kamar. Sekarang juga udah masakin makan malam. Pas banget aku bangun-bangun kelaperan. Makasih, ya."
Tak ada kata-kata dari mulut Haikal. Bahkan memandang Anna pun tidak. Gadis itu seolah sedang berbicara pada boneka yang bisa bergerak sendiri tapi tak bisa bersuara.
"Haikal, ngomong, dong. Ngga enak ngomong sendiri. Katanya kamu mau ngobrol sama aku?" Anna mulai merajuk.
Haikal mengunyah nasi gorengnya dengan mulut tertutup. Ditatapnya Anna tanpa berkedip. Sulit sekali mempercayai gadis sepolos ini mampu berbohong. Seorang yang beriman dengan benar, tak mungkin berdusta.
Jengah dipandangi seperti itu, Anna mengalihkan perhatian pada piring di hadapan. Sembarangan dia mengaduk nasi. Sesekali diketukkannya ujung sendok dengan tak sabar. Waktu seolah sedang tersendat. Dia tak suka situasi seperti ini.
"Haikal," katanya. "Kirain kita udah jadi teman sekarang..."
"Emang sebelumnya kita bukan teman?" Haikal memotong cepat, mengejutkan Anna.
"Bukan gitu," balasnya. "Hanya saja, kita udah lebih dekat, kan sekarang?"
Haikal mendengkus, membuang muka. Dibawanya piring ke kitchen sink.
"Aku aja yang cuci," Anna menyergah cepat, buru-buru membawa piring beserta sendok ke bak cuci piring.
Haikal mengambil alih piring dari tangan Anna. Masih tanpa kata, dibalurkannya sabun dengan cekatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Haikal
RomanceIngatan Haikal hanya bertahan selama 24 jam. Setelah itu, ia akan kembali pada hari yang tak ingin diingat selamanya. *** Cerita ini merupakan lanjutan dari Bulan Madu. Silakan membaca kisah Haikal dan Raisa di Bulan Madu untuk mendapatkan pengalama...