Sang Prospektif

727 61 12
                                        

Di Stasiun Juanda mereka keluar dari kereta. Bersama para pekerja lain, berjalan mengikuti arus agar tak jatuh tertabrak orang-orang yang bersicepat hendak tiba di kantor.

"Saya mau ke toilet dulu, Pak. Bapak duluan aja, ga apa-apa," kata Anna menunjuk toilet tak jauh dari pintu keluar.

"Saya tunggu di bawah, ya," jawab Haikal tanpa mengalihkan pandangan dari exit gate.

"Duluan aja, Pak. Nanti saya naik ojol aja." Anna merasa tak enak hati jika harus bersama-sama tiba di kantor. Selama sepekan berinteraksi dengan orang-orang di Mayartha, dia bisa mengetahui bahwa Pak Haikal termasuk jomblo prospektif yang banyak diincar para karyawati single fighter. Kalau sampai ada yang melihatnya datang bersama incaran perempuan satu kantor, bisa habis jadi bahan gosip nanti. 

Haikal menoleh dan menatap tajam gadis di sisinya. "Saya ada motor di parkiran," sepotong suara tajam menukik ke tenggorokan Anna. 

Perempuan itu terkejut direspon sedemikian tajam. Dia mengedikkan bahu, menjawab, "Oke," lalu melengos menuju toilet.

Haikal sendiri tak begitu paham mengapa harus memaksa gadis itu. Bukankah bagus jika mereka berpisah di sini? Tak perlu ada interaksi tambahan yang mungkin akan memperumit situasi. Gadis itu Anna, bukan Raisa.

Sekeras apa pun logika memajukan argumen, hatinya berkata dengan tegas, jangan lepaskan.  Sedikit saja, meski hanya sejimpit, kemungkinan itu selalu ada. Demi kemungkinan yang tak sampai sejimpit itu, Haikal melakukan ini.

Ditariknya napas. Kenapa dia merasa jadi bulan-bulanan kehidupan?

Di pelataran pintu keluar, beberapa sales properti sedang mempersiapkan booth mereka. Demi mengisi waktu, Haikal mengamati maket gedung tinggi yang sudah terpajang di tengah. Di situ tertulis The Diamond Tower. Gedungnya terlihat unik, berbentuk seperti berlian jika dilihat dari atas. Di bagian belakangnya ada kolam renang besar yang juga dirancang dengan bentuk yang sama. Beberapa kolam kecil dilengkapi perosotan warna-warni ditata mengelilingi kolam besar. Taman yang juga berfungsi sebagai playground dibangun di sisi-sisi gedung. Tak ketinggalan jalan setapak yang cocok sekali dijadikan jogging track tampak mengular. 

"Silakan, Om. Investasi menguntungkan di tengah kota," kata salah seorang dari mereka begitu melihat ada peluang calon customer.

Haikal mengangguk-angguk kemudian dengan penuh perhatian mendengarkan penjelasan sang sales. Unit apartemen siap huni ini ternyata berdiri tepat di seberang Mayartha. "Hmm, menarik sekali," dia menyanjung untuk melengkapi basa-basi, "saya bekerja tepat di seberangnya."

"Nah, pas banget, Om. Kalau tinggal di sini, ngga perlu bangun pagi-pagi trus desak-desakan naik kereta, kan?" sang sales mulai melancarkan rayuan.

Tawa kecil Haikal lepas hampir dalam bentuk seringai. "Yeaah!"

"Tiap unitnya sudah semi-furnished, sudah ada kitchen set lengkap dengan kulkas dua pintu. Satu unit ada dua kamar, Om. Jadi juga bisa dihuni oleh keluarga muda," si sales merayu lagi setelah memperkirakan bahwa lelaki di hadapannya ini sudah berkeluarga dengan satu anak.

Kali ini mau tak mau Haikal tertawa, mengakui kecerdasan dan kreativitas sang sales. Sambil mengangguk-angguk dia bertanya, "Kalo saya beli cash, berapa?"

Sang sales agak terkejut namun dengan cepat menguasai diri. Setelah mengucapkan sejumlah nilai, ia berkata lagi, "Kalo cash, kita kasih bonus dua bedroom set."

Haikal tergelak lagi. Memang seorang sales selalu sangat pandai merayu. 

Tak lama, Anna sudah terlihat berdiri di area menuju parkiran. "Oke, saya minta kartu namanya, nanti saya hubungi, ya."

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang