Deal!

528 55 6
                                    

Soto di hadapan Haikal telah tandas tak bersisa. Anna masih menyelesaikan suapannya yang mendekati akhir.

"Ngomong-ngomong," Haikal membuka suara, "gimana ceritanya namamu jadi Anna?" 

Anna menyelesaikan kunyahan di mulut sebelum menjawab, "Anna itu nama baptis, Pak. Nama saya Wulan."

Bukan! Raisa! Rasanya Haikal ingin berteriak. "Kenapa jadi Wulan?"

Anna menangkupkan sendok dan garpu di atas piring kemudian menyatukan kedua telapak tangan untuk berdoa. Setelah menyelesaikan tanda salib di dada, barulah ia menjawab, "Andre yang manggil saya Wulan," dia tertawa kecil mengingat alasan lelaki itu memanggilnya demikian. "Dia memanggil saya Bulan, Putri Bulan. Katanya waktu itu wajah saya bercahaya seperti bulan," lanjutnya masih ditingkahi tawa, "mungkin karena pucat dan basah, jadi keliatan seperti bercahaya, ya."

Bagi Haikal itu tak lucu. "Waktu itu memang purnama," katanya, "saya ingat, wajah Raisa seperti memancarkan cahaya tertimpa sinar bulan."

Anna tertegun. 

"Lalu akhirnya jadi Wulan?" Haikal mengembalikan pembicaraan pada topik inti.

"Yah, karena Bulan terdengar aneh, jadi saya ganti Wulan," Anna melanjutkan cerita.

"Jadi harusnya saya memanggilmu Wulan?" Aku ingin memanggilmu Raisa! Haikal menjerit dalam hati.

"Anna juga boleh. Itu nama baptis yang saya pilih sendiri. Rasanya nama itu lebih menggambarkan diri saya. Setidaknya saya berharap begitu."

Haikal mengangguk, berusaha mengerti. "Kenapa memilih Anna?"

Selarik udara ditarik sebelum menjawab, "Santa Anna adalah ibu yang melahirkan Bunda Maria. Sejak mengandung, dia sudah mempersembahkan apa pun yang dikandungnya untuk Tuhan. Sebenarnya yang diharapkan adalah anak laki-laki, tapi ternyata yang lahir perempuan. Tapi karena sudah berjanji, maka Bunda Maria pun diserahkan kepada Tuhan."

Haikal manggut-manggut. "Kisah yang sangat menarik. Kayanya saya pernah baca cerita seperti ini," katanya berusaha mengingat-ingat.

"Oya?"

Haikal mengambil mushaf dari dalam tas, membolak-balik lembarannya. Ia yakin pernah membacanya di salah satu ayat surat Ali Imran. "Ini, persis banget sama yang kamu ceritain, ya," katanya setelah menemukan apa yang dicari.

Anna mengambil Alqur'an penuh penasaran. Dia membaca terjemahan ayat ke-35 yang ditunjuk Haikal. "Ya Tuhan! Beneran ada!" Matanya berkaca-kaca penuh haru. "Kenapa ceritanya ada di dalam Alqur'an?"

Ini pertanyaan yang sangat sulit. Haikal benar-benar tak punya ide apa pun untuk menjawab pertanyaan Anna. "Mungkin karena itu hal penting yang wajib diceritakan. Ngga mungkin, kan, Allah menceritakan sesuatu yang tidak penting?"

"Maksud Bapak, cerita ini kurang penting bagi umat Katolik?"

Makin lama pertanyaannya makin sulit. Haikal benar-benar tak punya jawaban untuk pertanyaan ini. "Memangnya, kamu tahu cerita itu bukan dari Bible?"

Anna menggeleng. Mengapa kisah kelahiran Bunda Maria malah tertulis dalam Alqur'an? Mengapa tidak ada dalam Alkitab? "Mungkin saya harus menanyakannya pada Suster Lucia," ujarnya berusaha tersenyum meredam serangan pertanyaan dalam benak.

*** 

Mereka melanjutkan perjalanan mengitari area di sekitar Mayartha untuk mencari kos-kosan. Hampir dua jam mengelilingi daerah sekitar, Anna belum juga mendapatkan tempat tinggal yang mengena di hati. 

Ada yang tempatnya terlalu sempit. Ada yang sirkulasi udaranya kurang memadai. Ada yang terlalu mahal. Ada juga akses masuknya hanya berupa gang senggol yang tak bisa dilewati motor dan Anna hampir menginjak kotoran kucing di sana.

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang