Andre dan Anna

532 51 14
                                    

Haikal mengemudi di jalanan padat menuju Stasiun Citayam. Earphone di telinganya menyuarakan jurnal kemarin.

"Hari ini, tidak sesuai harapan. Aku senang dapat alasan ketemu Anna di hari libur. Tapi ternyata dia malah bawa cowok. Namanya Andre, temennya. Bukan pacar. Tapi..."

[decihan. dengkusan. tawa tertahan]

"Gayanya, kaya Anna dia yang punya."

[hening]

"Dia ikut final interview tim riset besok. Coba liat kaya gimana dia. Kalo perlu ngga usah dilolosin. Males liat mukanya."

Haikal tertawa mendengar suaranya sendiri. Bagaimana mungkin dia punya pemikiran kekanak-kanakan seperti ini. Tentu saja males liat mukanya, bukan alasan profesional untuk tidak meloloskan kandidat karyawan.

Anna sudah tinggal di apartemen itu sejak kemarin. Haikal turut senang. Meski ia tak tahu alasan sejatinya membeli apartemen itu, tapi sudahlah. Bukankah yang penting adalah bagaimana menjalani hari ini ke depannya? Itu Raisa yang bilang, bukan dia.

Audio jurnal dijeda sejenak. Haikal membelokkan mobil ke area parkir stasiun Citayam. Setelah masuk peron, dilanjutkan lagi. Hari Sabtu.

"Tak ada yang menarik hari ini. Standar. Futsal bareng anak-anak komplek. Masak bareng Mama. Nyuci mobil. Nganterin Mama sama Papa kondangan. Aslinya reunian temen SMA, namanya doang kondangan.

Dan, lagi-lagi, Mama sibuk ngenalin sama temen-temennya. Apalagi kalo ada yang bawa anak gadis. Hadeehhh, mukanya langsung semringah narik-narik tanganku ke sana kemari. 

Oya, ketemu sama Mami. Katanya Kak Sofia udah deket HPL. Sekitar minggu depan mungkin udah lahiran. Siap-siap ketemu ponakan baru. Mungkin bisa dijadiin alesan buat ngajakin Anna ketemu sama Mami. Menurutmu apa kata Mami kalo ketemu sama Anna?"

[tawa terbahak]

Haikal menarik napas. Benar juga. Mungkin dia perlu mengajak Anna bertemu dengan keluarga Raisa. Siapa tahu, rasa rindu mereka bisa sedikit terobati.

Dia sudah melihat video singkat tentang kehidupannya. Anna memang benar-benar mirip sekali dengan Raisa. Kemiripan mereka bukan sekadar 90%. 99.99% pun rasanya masih kurang untuk mendeskripsikan.

"Dan Mami itu, asli kompak bener sama Mama. Ikut-ikutan ngenalin sama ibu-ibu laen.

Nasib-nasib. Serba salah emang kalo udah nganterin Mama ke acara beginian. Nunggu di mobil aja, dibilang ngga berbakti. Ikut nemenin, dipamerin sana-sini. Udah kaya barang koleksi siap dilelang."

Haikal menyembunyikan tawa. Khawatir orang-orang di peron mengira dia sakit jiwa. Saat seperti ini, ingatan yang hanya bertahan 24 jam menjadi suatu anugerah tak terkira. Apa yang dirasakannya kemarin, sekarang bisa ditertawakan sebagai lelucon. 

"Apa mending di-follow up aja CV-nya si Maryam?"

[embusan napas. tawa]

Kereta menuju Stasiun Kota hampir masuk peron. Haikal menjeda audio journal-nya untuk bersiap memasuki gerbong. 

Hari Jum'at.

"Aku hanya akan memberi beberapa informasi hari ini. Pertama, ngga usah nyari tahu apa yang terjadi kemarin. Ngga ada yang menarik. 

Kedua, kita beli satu unit apartemen di Diamond Tower. Posisinya pas di seberang Mayartha. 

Ketiga, satu kamar di apartemen itu disewa oleh Anna. Dia membayarnya dengan menjadi tukang masak. Ngga usah banyak tanya. Ini keputusan kita. Percaya aja! 

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang