Di Kaki Maria

504 58 11
                                    

Haikal mendapati nasi goreng beserta salad sayuran di atas mejanya. Saus salad yang sengaja diletakkan terpisah dari sayuran mengingatkan pada adegan menyakitkan mata tadi. Pelan-pelan dicelupkannya ujung telunjuk ke permukaan saus.

Saus ini, mungkin adalah benda yang dibersihkan Anna dari muka pemuda itu. Benda yang membuat bibir mereka bersentuhan. Kepala Haikal sibuk membayangkan, seperti apa rasa bibirnya. Apakah juga sama seperti milik Raisa?

Digelengkannya kepala kuat-kuat. Dia bukan lelaki mesum, bagaimana mungkin berpikiran seperti itu.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya. "Kalo udah selese, kotaknya tinggal aja di meja Bapak. Pulang kantor nanti saya ambil," dari Anna disertai wajah senyum dengan pipi merona.

Sebuah ide melintas di benak Haikal, "Saya mau pizza sore ini."

"Sore ini, Pak? Kan udah ada ubi rebus saus keju? Apa masih kurang?"

"Iya." Mata Haikal melirik satu kotak yang belum dibukanya.

"Oke, nanti saya pesankan. Bapak mau topping apa?"

"Kamu tukang masak, bukan tukang pesen makanan. Saya mau keju dan tuna buat topping," Haikal tersenyum. Anna pasti panik sekarang.

"Saya belum beli bahannya. Nanti harus ke supermarket dulu buat beli bahannya. Saya masakkan besok buat Bapak gimana?"

Haikal cepat mengetikkan balasan dengan penuh semangat, "Saya antar beli bahannya. Biar cepet pake motor aja."

Sedetik, dua detik, sepuluh detik, tak ada jawaban.

Haikal tak sabar lagi, "Ga jawab, berarti ya." Kirim.

"Ngga jadi. Saya pesen pake ojol. Bapak lembur hari ini? Saya butuh waktu sekitar satu jam buat bikin pizza. Saya antar ke kantor jam lima ga apa-apa?"

Senyum Haikal menjadi agak masam. Jarinya mengetikkan balasan pelan, "Oke."

***

Sepasang sepatu sudah ada di rak bawah bangku ketika Anna masuk apartemen. Haikal atau Andre? Hanya dua orang itu yang tahu kode kunci apartemen ini.

"Hai, udah pulang?" suara seorang lelaki membuat Anna terlonjak. 

"Haduh, Bapak," Anna mengusap dada, menenangkan jantung, "bilang, dong kalo mau ke sini. Biar saya ngga kaget."

Haikal keluar kamar mandi sambil menggosok-gosokkan handuk pada rambut yang masih basah. "Sorry," ujarnya dengan senyum jail.

***

"Kirain Bapak mau lembur di kantor. Tadinya mau saya anterin kalo udah mateng," Anna berbasa-basi sambil mengikatkan celemek di belakang pinggang. 

"Ngga usah panggil Pak, bisa? Kita kan udah ngga di kantor." Haikal mengeluarkan kotak makan yang sudah kosong dari dalam tas. Kakinya kemudian melangkah santai ke bak cuci piring.

"Saya aja yang cuci, Pak," penawaran dari Anna disambut tatapan tajam oleh Haikal. Gadis itu langsung mengubah nada bicaranya, "Iya, ngga pake Pak. Tinggalin di situ aja, nanti aku yang cuci."

"Nah, gitu lebih enak. Aku aja yang nyuci. Kamu kan tukang masak, bukan tukang cuci piring." Haikal tersenyum menang.

"Oke, aku yang masak, kamu yang cuci piring." 

Bel pintu terdengar begitu Haikal selesai mencuci semua kotak makannya. "Pesenanku itu kayanya. Bisa tolong bukain?" pinta Anna.

Haikal menerima pesanan Anna dari pengemudi ojol. Begini nikmatnya hidup di perkotaan. Kita bahkan tak perlu keluar rumah jika hanya demi membeli beberapa keperluan bumbu dapur atau bahan makanan. Cukup pesan melalui aplikasi, lalu tunggu saja sampai pesanan tiba.

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang