Perlahan Anna menutup pintu kamar perawatan Haikal.
Dasar Anna sakit jiwa! Apa-apaan barusan?
Ditariknya napas pendek-pendek. Benaknya memutar ulang kejadian tadi. Tatapan sinis dari Shakina. Ditambah Maryam yang memandang penuh permusuhan. Lalu pandangan Hadi yang membuat Anna ingin mencolok mata lelaki itu dengan tiang infus.
Tetap saja, semua itu bukan alasan. Anna mengembuskan napas kesal. "Ngga gini harusnya," gumamnya tanpa menghentikan langkah menuju parkiran.
Getar ponsel mengejutkannya di depan elevator. Nama Andre terpampang jelas di layar. "Halo, Andre. Apa kabar?"
"Aku yang harusnya nanya gitu. Apa kabar kamu?" jawaban Andre ketus.
Elevator berdenting diikuti dua belah pintu membuka. "Sorry, beberapa hari ini aku ngga banyak pegang hape. Aku liat banyak missed call dari kamu, tapi ngga sempet telpon balik. Sorry." Anna melangkahkan kaki ke dalam ruang sempit yang sepi.
Terdengar embusan napas lembut dari seberang sana. "Lagi di mana?" suara Andre melunak.
"Rumahsakit."
"Siapa yang sakit?" sekarang terselip nada khawatir dalam suara Andre.
"Bukan aku. Ada apa?" Anna memijit tengkuknya yang terasa pegal. Dua hari berlalu dengan sangat melelahkan. Malam ini, ingin sekali rasanya mengambil libur dari kehidupan, sebentar saja.
Jadi ketika Andre mengajak untuk bertemu, Anna sama sekali tidak menolak. Dia hanya meminta dikirimkan lokasi dan langsung melajukan mobil ke sana.
Tempat yang dipilih Andre adalah sebuah kafe di daerah Sempur. Tempat makan kesukaannya tiap kali bertandang ke Bogor. Pohon-pohon rindang dimanfaatkan untuk mendapatkan suasana teduh dan nyaman. Lampu-lampu berwarna jingga menambah atmosfer hening yang menenteramkan. Pot-pot kecil sirih gading diletakkan sebagai pemanis di tiap meja. Konon tumbuhan ini dapat menyerap racun di udara, termasuk yang berasal dari asap rokok. Tak heran tanaman hijau itu ditata dengan cantik di sini.
Kafe tak begitu ramai malam ini. Mungkin karena masih weekday hingga tak banyak orang yang datang bertandang. Andre sudah memesankan teh tarik dan kentang goreng untuk Anna. Sementara dia sendiri menyeruput matcha latte sekadar untuk menenangkan diri.
Berbagai pikiran berkecamuk di benak lelaki itu sejak pagi. Tentang Anna yang menemukan masa lalunya. Tentang kehilangan yang membayang di pelupuk mata. Andre sungguh tak mau kehilangan gadis itu, siapa pun namanya.
Tapi lelaki itu, bukan sekadar pacar dari masa lalu yang dengan mudah ditepis sekali tebas. Dia adalah suami Anna, dulu. Yah, dulu. Di masa lalu yang telah menghilang dari kenangan.
Dulu, mereka telah mengikat janji di hadapan Tuhan. Andre sadar, yang sudah dipersatukan Tuhan tak boleh dipisahkan. Namun, tetap saja, ia merasa telah dicurangi. Perempuan yang ia jaga hatinya sepenuh jiwa, ternyata tak bisa dimiliki.
Anna tiba dengan muka lelah dalam rona kelegaan. Melihat senyum Andre yang merekah di bawah cahaya jingga memberikan rasa nyaman yang tak dapat dijabarkan. "Hai, udah lama?" tanyanya setelah mengatur posisi duduk paling enak di sofa.
"Ngga, barusan kok. Teh tarikmu juga masih anget," Andre menjawab dengan basa yang tak kalah basi. Lama sekali rasanya tidak berbincang seperti ini. Berkali-kali ditelepon tak diangkat, berbaris-baris chat tak dibaca. Sudahlah, jangan ditanya berapa banyak rindu yang menumpuk hingga kini.
Cerita Anna membungkam keluh kesahnya sendiri. Gadis itu ternyata menghadapi persoalan rumit yang tak terbayangkan oleh otaknya.
"Jadi menurutmu gimana?" pertanyaan Anna menyudahi ceritanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Haikal
RomansaIngatan Haikal hanya bertahan selama 24 jam. Setelah itu, ia akan kembali pada hari yang tak ingin diingat selamanya. *** Cerita ini merupakan lanjutan dari Bulan Madu. Silakan membaca kisah Haikal dan Raisa di Bulan Madu untuk mendapatkan pengalama...