Keputusan

476 47 9
                                        

"Astaghfirullah!" Haikal menepuk keningnya  sendiri ketika menyimak video My Life So Far. Diusapnya bibir penuh rasa bersalah. "Ya Allah, parah!" 

Dia beralih pada audio journal yang sudah siap diputar di ponsel.

Hai, kamu pasti kaget bangun di tempat asing. 

[Suara tawa agak tertahan]

Ini apartemenmu, tapi ditinggali Raisa. Ingat uang yang kita siapkan untuk beli rumah nanti? Nah, uang itu yang digunakan untuk membayar apartemen ini.

Tadi Raisa nelepon sambil nangis-nangis. Waktu kubilang akan datang, dia malah nutup telepon. Karena ngga bisa tidur mikirin anak itu nangis-nangis sepanjang malam, aku nyetir mobil ke sini.

Begitu nyampe sini, dia udah tidur. Kayanya bener, dia nangis sampe ketiduran. Lampu kamarnya masih nyala, padahal tahu sendiri, dia tidur dengan lampu dimatiin. Pintu kamar juga masih kebuka. Dia tidur meringkuk ngga pake selimut. Padahal dia orang yang paling gampang kedinginan. Tangannya aja masih pegang hape waktu aku dateng.

Jadi besok tolong cek keadaannya. Apa dia baik-baik aja? Kayanya dia lagi ada masalah sama Andre. Makanya nelepon sambil nangis-nangis kaya gitu.  

Haikal merebahkan punggung di bantal. Raisa terlihat baik-baik saja tadi. Dia akan pergi jogging katanya. Mungkin malah akan pergi dengan Andre.

Oya, nanti ceritain, ya. Gimana rasanya bangun tidur dan bisa ketemu Raisa. Aku bangun pagi ini dan langsung kehilangan Raisa. 

Haikal mengulum lidah sendiri. Hangat dua pasang bibir beradu masih terasa.

Aku udah nempel peringatan di pintu, ya. Jadi kalau sampe kamu ngga mengindahkan apa yang tertulis di sana, apa pun yang terjadi bukan urusanku.

[Tawa sadis]

Mata Haikal melirik ke pintu kamar. Di sana tertempel dua lembar kertas ukuran kwarto dengan tulisan huruf besar-besar. Lembar yang di atas bertuliskan, "JANGAN DEKATI RAISA! SEBELUM..." Dilanjutkan dengan satu tanda panah menunjuk kertas di bawahnya yang memberi perintah, "BUKA LAPTOP!"

Mulut Haikal mendecih kesal.

Aku tahu kita bukan orang yang gampang diperintah. Jadi aku ngga akan heran kalo kamu ngga ngikutin apa yang udah kutulis, hahaha!

"Dasar!" umpat Haikal kesal.

Jadi, gimana? Apa Raisa udah bangun waktu kamu bangun? Apa yang terjadi, hah? You gotta tell me! Pastikan ceritanya hot abis, karena aku tahu apa yang kubayangkan.

[Tawa mengakak tertahan] 

Hampir saja Haikal membanting ponsel kalau saja tak ingat bahwa sebenarnya yang didengar adalah diri sendiri. Terkenang lagi yang terjadi sebelum subuh tadi. Rasanya itu bukan ciuman dari mantan. Lebih tepat disebut ciuman dari kekasih. Penuh hasrat dan kerinduan yang menggebu.

Suara ketukan disertai panggilan mengejutkan Haikal dari lamunan. Cepat-cepat dibukanya pintu. Anna tampil sudah rapi dengan pakaian olahraga dilengkapi jaket bomber hijau pupusnya. 

"Hai, aku mau berangkat. Sarapan udah siap." Tangannya menunjuk tudung saji yang ditata apik di atas meja bar. "Cemilan pagi ada di freezer. Jus buah udah siap di kulkas," kata-katanya meluncur seperti rekaman tanpa jeda. "Apa kamu berencana nginep di sini lagi nanti malam?"

Haikal mengedikkan bahu. Dia belum mencek apa saja yang ada dalam agendanya hari ini.

"Aku belom bikin buat makan siang. Tapi kalo kamu berencana ngga kemana-mana hari ini, ada banyak bahan yang bisa dimasak di kulkas." Tangan Anna cekatan memasukkan kotak makan dan botol minum ke dalam ransel. Tak ketinggalan dua buah sendok dimasukkan ke dalam sebuah kantung kecil. "Mungkin aku pulang dulu siang nanti, tapi ngga bisa janji juga bakal nyampe jam berapa."

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang