"Dari Andre?" basa-basi Haikal terlampau basi.
Anna tak menjawab. Pandangannya lepas melewati jendela kaca. Lampu-lampu kekuningan menerangi sisi gelap jalanan. Suara musik memenuhi rongga telinga. Kepalanya terasa pening. "Ah, Haikal. Kenapa kamu ngga ngelepasin aku aja? Apa kamu sayang sama aku?" suaranya lebih tepat disebut mengomel pada diri sendiri.
Jalan raya lengang menjelang tengah malam. Haikal memperlambat laju mobil ketika memasuki gerbang tol. Setelah menempel kartu berisi uang elektronik, ia menginjak pedal gas seolah tak ada pertanyaan apa pun dari Anna.
Anna mendengkus pelan. "Ngga usah pura-pura," ujarnya sinis, "aku tahu kamu denger."
Terdengar gumaman halus dari mulut Haikal. "Aku mencintai Raisa," ujarnya perlahan dan mantap, "apa kamu Raisa?"
"Bukan." Anna melempar pandang ke jalan tol yang kosong. Sesekali truk besar melintas, meninggalkan suara berderu. "Kalo gitu," katanya lagi, "kenapa ngga lepasin aku aja?"
Haikal tertawa geli. "Kenapa kamu minta dilepasin?"
"Karena ini bener-bener nyusahin! Aku bukan lagi Raisa yang kamu kenal. Tapi kamu masih juga memperlakukan aku seperti Raisa. Tolong, Haikal, aku Anna!" suara Anna agak meninggi.
Tak ada respon apa pun dari Haikal. Matanya tetap fokus pada jalanan di depan mobil.
"Haikal?" Anna memanggil tak sabar.
"Apa aku pernah mengikatmu?"
Anna mengerutkan kening.
"Apa aku pernah mengikat Anna? Satu-satunya perempuan yang pernah terikat pernikahan denganku adalah Raisa. Apa kamu Raisa?"
Anna membeku.
***
Randi tepekur sendirian di ruang tunggu VK. Rambutnya kusut, semawut mukanya. Dia baru saja diusir dari kamar bersalin oleh istri sendiri karena terus saja mengusulkan operasi caesar. Lelaki itu tak habis pikir, mengapa seseorang lebih memilih menahan rasa sakit ketika teknologi sudah bisa memberi kemudahan. Tidak usah khawatir masalah uang, baginya melihat Sofia mengerang kesakitan lebih perih daripada kehilangan beberapa digit angka dari rekening bank.
"Assalamu'alaikum, Bang," Haikal menyapa. Menepuk pundak Randi seraya duduk di sampingnya.
"Wa'alaikumsalam, Kal. Pa kabar?" Mereka bersalaman dan berangkulan.
"Nih, aku bawain Raisa," Haikal menunjuk perempuan yang sudah tersenyum di hadapannya.
"Pa kabar, Bang?" Anna mengulurkan tangan untuk bersalaman.
Mata Randi membulat tak percaya. "Raisa?" suaranya nyaris hanya terdengar sebagai embusan napas. Kalau tadi Haikal tidak mengenalkannya sebagai Raisa, mungkin ia akan mengira gadis ini adalah hantu.
Haikal mengangguk pasti.
Anna tersenyum canggung. "Gimana Kak Sofia?"
"Bang!" Haikal menepuk pundak Randi yang terpana.
"Beneran Raisa?" lelaki itu menunjuk perempuan di depannya dengan gemetar.
Haikal mengangguk lagi. "Bener. Masih idup. Pegang aja tangannya."
Randi menelan ludah. Perlahan diraihnya tangan yang terulur di depan muka. Benar, hangat. Katanya, tubuh hantu tak mungkin terasa hangat. Matanya memperhatikan cincin yang dikenakan gadis itu. Ada grafir nama Haikal di bagian belakangnya. Ini benar Raisa.
"Ya Allah, Dek! Kamu beneran masih idup?" Randi berdiri memeluk sang adik. Pertahanan emosinya runtuh. Saat itu juga tangis tumpah dari mata. "Kamu ke mana aja, Dek? Mami sedih banget, tauk!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Haikal
RomanceIngatan Haikal hanya bertahan selama 24 jam. Setelah itu, ia akan kembali pada hari yang tak ingin diingat selamanya. *** Cerita ini merupakan lanjutan dari Bulan Madu. Silakan membaca kisah Haikal dan Raisa di Bulan Madu untuk mendapatkan pengalama...