Separuh Jalan

559 57 17
                                    

Haikal mengemudikan mobil pada kecepatan normal untuk jalan tol. Jalanan tak begitu padat malam minggu ini. Yang padat adalah pikirannya.

Terngiang lagi suara putus asa Raisa. Perempuan paling positif yang ia kenal, tiba-tiba mengaku sudah tak tidur dua hari. Ini pasti karena depresi. Tak mungkin putri tidur tiba-tiba tak bisa tidur.

Suara murottal mengalun lembut dari speaker ponsel. Kepalanya berusaha menyusun skenario yang tersusun dari berbagai kemungkinan penyebab. Beban kuliah yang terlalu berat, biaya hidup yang terlalu tinggi, pergaulan yang terlalu menekan. 

Haikal masih sibuk menyusun kemungkinan demi kemungkinan ketika tiba-tiba suara murottal terhenti. Nama yang tertulis di layar kemudian membuatnya spontan menepikan mobil ke bahu jalan. Tergesa dia mengambil ponsel yang menempel di dashboard.

"Halo, Raisa?" Jantungnya berdegup saat menyebut nama itu.

"Hai, Haikal," terdengar suara Raisa menyapa riang, "makasih, ya semalem udah ngaji buat aku."

Haikal mengembus napas lega. "Kamu kenapa sampe ngga bisa tidur?" lembut suaranya bertanya.

Suara gumaman jadi jawaban. "Ya gitu, deh. Aku galau."

"Kenapa?"

Tak terdengar jawaban lagi. Haikal menunggu dengan sabar. Hingga satu desahan masuk ke ruang dengarnya. Disambung dengan suara bernada keluhan, "Haikal, menurut kamu, kisah-kisah dalam Alqur'an itu nyata atau hanya alegori?"

Haikal menghempas kepalanya ke sandaran. Kelegaannya bertambah sedikit. Kalau hanya ini yang jadi persoalan, dia bisa bantu memandu. "Nyata," singkat saja jawabannya.

"Nyata? Alasannya?"

Spontan Haikal melontarkan tawa ringan. "Ya karena aku beriman."

Terdengar Raisa mendecak. "Masa cuma karena itu?"

"Trus karena apa lagi?"

"Huh! Kasih alasan logis, dong!" suara gadis itu bercampur kesal kini.

Haikal menahan tawanya. Ekspresi Raisa yang sedang kesal pasti menggemaskan sekali. "Hmm, tentang Fir'aun yang tenggelam di laut merah. Tadinya cerita ini cuma semacam dongeng yang ngga jelas juntrungannya. Sampe akhirnya ditemukan mumi Ramses II yang ternyata meninggal akibat tenggelam di laut merah."

Raisa tahu cerita itu. Kisah kepahlawanan Nabi Musa membawa kaumnya lari dari perbudakan di tanah Mesir.

"Dunia kaget. Ternyata dongeng itu kisah nyata!" Haikal melanjutkan, "jadi kalo yang satu itu udah terbukti nyata beratus tahun kemudian, kukira tinggal tunggu waktu sampai semuanya terbukti nyata juga."

Raisa menarik napas. Gerimis telah berhenti menitik di luar. Dari tempat duduknya di  tepi jendela tampak aspal menghitam karena basah.

"Tapi, alasan utamanya adalah karena aku beriman," suara Haikal mengembalikannya pada percakapan yang terjeda, "andai tak ada pembuktian itu pun, aku tetap percaya."

Embusan napas Raisa terdengar di telinga Haikal sebagai desahan pendek.

"Gimana?"

"Argumenmu masih lemah," gadis itu menyahut lemah. "Tapi bolehlah buat jadi pembuka. Aku akan cari tambahannya buat memperkuat argumen."

"Nah! Ini baru Raisaku!" Plak! Haikal menepuk kening sendiri. 

Raisa tak terima dengan kata terakhir yang ia dengar barusan. "Aku bukan milik siapa-siapa!" balasnya tajam.

"Sorry! Ngga sengaja."

Gadis itu mengembus napas lagi. "Ya udahlah. Aku ngerti kok. Kamu baru tahu kalo kita udah bercerai tadi subuh, kan?"

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang