Haikal terbangun dengan rasa perih di bibir. Awalnya ia tersenyum, mengira permainan mereka terlalu ganas semalam hingga meninggalkan bekas seperih ini. Namun setelah menonton video, badannya lemas tak bertenaga. Sesudah mendengar audio journal, baru dia tahu apa yang terjadi pada sang bibir kemarin. Benar-benar memalukan!
Namun, bagaimana pun, hidup harus terus berlanjut. Bulan depan dia akan beralih peran menjadi Direktur Mayartha Syariah. Sekarang beberapa tugas sudah didelegasikan pada calon pengganti. Pak Sriyadi tinggal selangkah lagi siap mengambil alih semua tanggungjawab Direktur Resource Centre.
Di kantor, bertemu Andre, bibirnya terasa makin perih. Tersenyum menjadi aktivitas yang membutuhkan banyak usaha. Rasa perih ini membuatnya mengidamkan iced coffee atau frappucchino, terserah apa kata orang mengenai dampak buruk caffein.
Dia baru saja hendak memesan minuman dingin melalui aplikasi ojol ketika si tukang masak datang membawa sekotak sarapan. "Maaf, telat," katanya. Wajah perempuan itu suram, meski ia mengenakan pakaian cerah berwarna merah muda.
Haikal mengangguk dan berusaha tersenyum.
"Kenapa bibirmu?" Anna bertanya dengan nada khawatir. "Sariawan?" tanyanya lagi.
Yang ditanya mengangkat alis cepat. "Hmm, apa layananmu termasuk bikinin kopi?"
Anna melipat tangan dada, memandang dengan ekspresi kurang suka. "Bukannya kamu bertekad mau hidup sehat."
"Hmm, perih. Mau iced americano," ujar Haikal memelas manja.
Gadis itu membuka kotak sarapan di atas meja antara mereka. "Buah beku," ujarnya dengan senyum mengembang.
Haikal tertawa kecil menahan sakit. "Oke," katanya menjimpit potongan pisang beku, "hmm." Rasa dingin sedikit menetralisir sakit di bibir. Lebih tepatnya membekukan syaraf-syaraf penerima rasa sakit sementara.
"Kayanya itu bukan sariawan biasa, deh." Badan Anna membungkuk, meraih dagu Haikal dari seberang meja.
Sang direktur menarik wajahnya, refleks menghindari tangan gadis itu.
"Ada memar." Mata Anna menyipit, masih memperhatikan bibir Haikal. "Kamu kepentok apa?" Dia benar-benar tak habis pikir.
Haikal tersenyum sinis. "Bogem," ucapnya datar.
"Hah? Kamu berantem? Sama siapa?"
Melewati pintu yang terbuka, Haikal dapat melihat Andre memperhatikan dari kejauhan. Bibirnya menggaris senyum kemenangan. "Tuh," katanya tak peduli.
Anna menoleh ke belakang, mencari orang yang ditunjuk tatapan Haikal. Di luar ruangan, terlihat Andre sedang berbicara dengan seseorang. Selarik napas dihela berat. "Sorry," ujarnya lirih, menghempaskan badan ke kursi.
"Yeah, harusnya."
"Harusnya?"
Haikal melontarkan senyum sinis. "Waktu itu, aku benar-benar merasa sedang mencium istriku. Tapi kamu? Kamu tahu kita udah pisah. Kenapa kamu ngga ngelawan?"
Anna mendecak, membuang muka. Ujung telunjuknya menggaruk kening gusar. "Ngga tahu."
"Ngga tahu?" Haikal tak bisa menerima jawaban tidak empatik itu.
"Ya, mana kutahu kamu tiba-tiba dateng. Kukira aku masih mimpi."
Haikal menautkan alis. "Enak banget ngasih alesan mimpi. Emangnya kamu ngga sadar udah jalan sampe ruang cuci?" ucapannya berselimut sarkasme.
Anna berdiri, bersiap pergi. "Serah kamu mau percaya atau ngga."
Haikal cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, "Nanti siang kamu makan di taman rooftop lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Haikal
RomanceIngatan Haikal hanya bertahan selama 24 jam. Setelah itu, ia akan kembali pada hari yang tak ingin diingat selamanya. *** Cerita ini merupakan lanjutan dari Bulan Madu. Silakan membaca kisah Haikal dan Raisa di Bulan Madu untuk mendapatkan pengalama...