Gagal

478 59 34
                                    

"Tapi kenapa?" Anna menanggapi kalimat Haikal setelah si pelayan remaja pergi.

"Apanya?"

"Kenapa kamu menyiram minyak ke dalam api?"

Haikal menghela napas, memperbaiki duduknya. Asap halus mengepul dari mangkuk soto, menguarkan aroma lemak yang menerbitkan air liur. Diambilnya jeruk nipis yang disediakan.

"Haikal?" Anna tak sabar melihat lelaki di hadapannya dengan santai memeras separuh jeruk nipis ke mangkuk, seolah tak mendengar pertanyaan.

Yang ditanyakan Anna bukan hal aneh, hanya saja Haikal belum dapat merumuskan satu jawaban pasti. Banyak hal berkecamuk di benaknya saat memutuskan untuk menyiram minyak ke dalam api. 

Asap halus masih bergulung-gulung di atas mangkuk soto. Makanan ini terlalu panas untuk disantap. Haikal melipat tangan di atas meja, fokus berbicara pada gadis penasaran di seberang meja. "Supaya cepat terbakar," dia menjawab singkat.

"Kenapa?" jawabannya belum memuaskan Anna, "kenapa harus cepat terbakar?"

"Karena dua tahun terlalu lama. Aku ngga tahu apakah masih bisa hidup dua tahun lagi," ingatannya melayang pada pemberitahuan di My Life So Far. Meski kemoterapi telah dilakukan, dan pola hidup diubah sedikit, tetap saja, tak ada yang tahu kapan kematian menjemput.

Anna terdiam. "Memangnya kenapa? Aku masih belum ngerti."

Haikal mengambil sendok untuk mencicipi soto di hadapannya. Kuahnya sudah mendingin. Sudah cukup hangat untuk bisa dimasukkan ke dalam mulut. "Nikmat iman dan Islam adalah nikmat tertinggi yang bisa kita miliki. Dan sebagai suami, aku telah gagal melindungi istriku hingga nikmat itu tercerabut begitu saja dari hatimu."

Jantung Anna seolah dihantam palu godam hingga debarnya membuat seluruh tubuh bergetar.

"Jadi, membantumu mencari kebenaran adalah caraku menebus kesalahan."

Tenggorokan Anna tiba-tiba menjadi kering. "Tapi kebenaran buatmu beda dengan kebenaran yang aku pahami."

Haikal meletakkan sendoknya di dalam mangkuk soto. "Hanya ada satu kebenaran, Anna."

"Buktinya ada banyak agama di dunia ini. Jadi tiap orang mempersepsi kebenaran dengan cara yang berbeda."

Haikal mengedikkan bahu. "Jika kebenaran ada banyak, itu pasti bukan kebenaran."

Anna mengaduk soto di mangkuknya. Menyatukan semua komponen hingga didapat satu rasa yang padu. "Kalo ternyata kebenaran ada di pihakku, apa kamu mau mengikutiku?"

Haikal menghentikan gerakan sendoknya, menatap jauh ke dalam mata Anna. "Buktikan kalo kamu memang benar."

"Aku memang benar," ujar Anna mantap.

Haikal tersenyum dan mengangguk. "Aku ngga akan mendebatmu," katanya, "ngga sekarang."

***

Memasukkan aplikasi ke University of Oxford bukan persoalan mudah. Karena Anna melamar untuk program pascasarjana, dia harus membuktikan bahwa pernah mengikuti program sarjana. Tentu saja itu tak mungkin.

Untung saja Raisa sudah pernah menempuh pendidikan sarjana. Ia kemudian menggunakan ijazah perempuan itu untuk memasukkan aplikasi. Setelah tiga tahun membangun satu identitas baru, sekarang gadis itu menyerah. 

Surat kematian Raisa dibatalkan, KTP Anna diubah. Butuh waktu untuk memperbaiki semua, tapi segala usaha berbuah manis. Aplikasi itu berhasil dikirimkan.

Sambil harap-harap cemas menanti pengumuman, Anna, yang kini telah menjadi Raisa tetap mengikuti online course mempelajari Biblical Hebrew. Dia akhirnya menyadari, telah banyak perubahan terjadi akibat penerjemahan berulang. Alkitab yang di tangannya sekarang ternyata tidak diterjemahkan langsung dari bahasa asli. Kepala gadis itu pun makin pening.

Jurnal HaikalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang