11: Wanna Try?

8.8K 675 46
                                    

“Yeah, I’m a bit dangerous. I can’t even handle myself. Don’t worry, my hands, they’re only warm for you.”
—BTS, Pied Piper—

-

Sifra Lee

Senyum tidak berhenti melengkung dikedua sudut bibirku. Aku sudah seperti orang gila sekarang. Pasalnya, setelah kejadian tadi pagi, dimana Jungkook mendaratkan bibirnya padaku, aku terkejut dan hampir tidak bisa berkutik. Aku tidak tahu mengapa Jungkook melakukan itu. Dia menciumku. Jeon Jungkook menciumku. Setelahnya, aku pergi kekamar anak-anaknya dan aku menghindarinya. Untungnya, saat aku keluar kamar, Jungkook sudah tidak ada. Bersamaan dengan adanya pesan masuk darinya yang mengatakan bahwa dia harus berangkat ke lokasi shooting.

Sekarang ini, aku hanya duduk di sofa yang ada didalam kamar Jeon Triplets. Mereka bertiga ada diranjang bayi, sedang tidur dengan nyenyak. Aku sama sekali tidak berniat untuk membangunkan mereka, tapi aku bosan. Aku menghampiri Jungyeon terlebih dahulu. Karena aku tahu, ia yang paling mudah untuk dibangunkan. Tanpa harus bersusah payah mengguncangkan tubuhnya—aku hanya perlu mengusap kepalanya saja—dan Jungyeon sudah bangun.

Aku tersenyum dan akhirnya aku menggendongnya. Aku memperhatikan Jungyeon dari kepala hingga kaki. Well, setidaknya Jungkook tidak cukup buruk dalam mengurus anak. Buktinya, dia bisa memakaikan pampers, memandikan mereka bertiga dan menyuapi makan. Bagus. Ada perubahan.

“Jungyeon-ah, Papamu itu sungguh bajingan sekali.” Ujarku, lalu aku berdecak. “Aku—aku tidak mengerti mengapa dia menciumku. Papamu mencium Noona tadi pagi, Jungyeon-ah!” Aku menghela napas. “Lapar, tidak? Mau susu? Atau, mau ganti pampers dulu? Sudah penuh, ya? Gatal? Oke, ayo kita ganti. Habis itu, nanti kita makan. Noona juga akan membangunkan Jungwoo dan Junghyun. Oke?”

Jungyeon pun tertawa dan memberikan tepuk tangan padaku, layaknya ia mengerti apa yang baru saja kukatakan kepadanya. Aku sayang sekali pada mereka. Sangat menyayangi mereka—lebih dari apapun. Meski mereka bukan anakku atau keponakanku, tapi tidak ada keraguan bahwa aku memang menyayangi mereka.

Jungkook selalu ada dalam benakku. Seperti tidak ingin pergi dari sana dan selalu menghantuiku setiap detik selama aku bernapas didunia ini. Terkadang, aku memikirkan seberapa menyebalkannya Jeon Jungkook itu. Namun kemudian, aku juga memikirkan bahwa Jungkook bisa menjadi lembut dan manis dalam waktu yang bersamaan. Tapi—jika aku diharuskan untuk menerima pekerjaannya sebagai bintang film porno—kurasa aku tidak bisa. I guess, it takes time to me to get used to talk to him without getting any awkward feeling.

Jungkook memang benar ketika dia mengatakan bahwa dia tidak pernah ditolak oleh wanita. Sejujurnya, Jungkook memiliki pesona yang begitu menggoda. Ketampanannya itu sangat luar biasa—membuatku ingin menangis setiap kali melihat wajah tampannya itu. Lalu, Jungkook juga suka sekali untuk menggodaku. Dia selalu mencium keningku setiap pagi sebelum berangkat kerja, lalu tadi pagi juga dia mencium bibirku, untuk yang pertama kalinya.

It’s a not that big of a deal for me. It’s not like I haven’t been kissed by anyone in the past. Sekiranya, Jungkook bukan orang yang pertama untukku berbagi ciuman. Maybe he kissed me because he just want to do it. Aku juga tidak terlalu mengambil pusing untuk hal itu. That was just a kiss. No hard feeling, yet. Tidak tahu, sih kedepannya akan bagaimana. Kurasa, aku tidak bisa berpikir waras jika benakku saja dipenuhi oleh Jungkook sekarang.

Setelah selesai mengganti pampers Jungyeon, kedua saudaranya bangun dan ternyata pampers mereka juga penuh. Jadi aku membersihkan dan mengganti pampers mereka dengan yang baru terlebih dahulu, agar mereka bisa bermain dengan nyaman.

BABYSITTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang