22: The Call

5.4K 465 66
                                    

“Don’t miss out on a love and regret yourself on it.”
—David Guetta ft Justin Bieber, 2U—

-

Sifra Lee

Aku terdiam.

Tapi kemudian, Jungkook tertawa. Aku berdecak dan memukul lengannya, “ih apanya yang lucu, sih?”

“Itu, ekspresimu!” Ia kembali tertawa. “Dengar ya, aku hanya bercanda saja, kok. Aku sudah melupakannya.”

Aku menghembuskan napas kasar dan aku menyilangkan tangan di dada. Aku membuang pandanganku dari Jungkook. Aku kesal! Astaga, bagaimana bisa ia bermain-main seperti ini? Padahal aku bertanya dengan penuh keseriusan.

Jungkook memelukku dari belakang dan ia menaruh kepalanya di bahuku. Mencium bahuku dengan lembut. Kemudian ia berbisik, “jangan marah. Aku hanya bercanda saja, Sayang. Serius, deh, aku tidak mencintainya lagi. Aku sudah melupakannya.”

“Aku tidak suka kalau kau bermain-main seperti ini, Jungkook. Ini soal perasaan!”

“Maaf,” ia kembali mencium bahuku. Kemudian, ia membawa tubuhku untuk berbaring di atas tubuhnya. “Aku sudah jujur. Aku tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Aera. Maksudku, aku sudah melupakannya. Aku ingin kau yang jujur sekarang. Apa kau masih mencintai Jimin?”

Aku membasahi bibirku. Apa yang harus kujawab? Pasalnya, perasaanku sampai detik ini masih belum berubah. Aku mencintai Jimin. Sangat mencintainya. Tapi aku tidak mau mengatakan yang sejujurnya pada Jungkook, karena aku takut ia akan marah padaku.

Jungkook mengecup kepalaku dua kali. “Jawab aku, Sifra.” Pintanya. “Harus jujur. Karena aku sudah jujur juga padamu,”

“Kalau aku mengatakan bahwa aku masih mencintai Jimin, apa reaksimu?”

Jungkook tidak menggubris. Aku menoleh dan menatapnya yang kini menatapku. Tatapannya lurus dan tersirat kekesalan di sana. Jungkook marah padaku?

Namun—ia justru memberikan senyuman tipis padaku dan menghela napas. “Aku tidak bisa menyalahkanmu, bukan? Perasaan seseorang itu tidak mudah dipaksakan. Maksudku, jika kau memang masih mencintainya, aku akan terus menunggu. Aku akan menunggu sampai kau melupakannya.”

“Aku berusaha—”

“Tidak perlu dipaksakan. Aku tahu, melupakan seseorang itu tidaklah mudah. Aku tahu bagaimana rasanya. Percayalah, aku akan terus menunggu di sini. Sampai kau siap untuk sepenuhnya kumiliki.”

Astaga, Jungkook. Aku lemah!

Jungkook mengubah posisi kami menjadi berhadap-hadapan. Kemudian, ia menarik daguku dan mempersatukan bibir kami. Aku menaruh kedua lenganku pada lehernya, membawanya dalam ciuman yang semakin dalam.

Semakin lama, Jungkook semakin berpindah posisi hingga aku berbaring di sofa dengan dirinya berada di atas tubuhku. Tangan kekarnya itu membelai paha kiriku, meremasnya sekali, kemudian membelai lagi.

Aku mendesah pelan. Jungkook berbisik, “I want you right now.

Do me, Jungkook.”

BABYSITTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang