Happy reading💕
❣❣❣
Sebulan berlalu setelah Juna bekerja sebagai staf diperusahaan Papanya, seperti yang dibilang Papanya bahwa ia sudah tidak menerima uang bulanan dari orang tua untuk menunjang kehidupannya. Setelah beberapa hari lalu menerima gaji pertamanya entahlah Juna merasa bahagia sendiri, menurutnya uang hasil keringat sendiri adalah suatu hal yang sangat membanggakan. Dan, penghasilan pertamanya langsung ia serahkan ke Icha seluruhnya sebagai Manager Keuangan di dalam keluarga menurut Juna. Icha pun tidak keberatan dengan itu semua, uang yang dipegangnya sekarang tidak sebesar dahulu. Tapi, ia selalu bersyukur untuk setiap rejeki yang diberikan oleh Allah berapa pun itu.
Seperti sekarang Icha sedang memasak makanan sederhana seperti tumis kangkung dan ayam goreng, makanan itu pun akan tetap menjadi makanan mereka sampai malam nanti. Juna pun tidak pernah protes asal ia masih bisa makan, Juna yang baru saja selesai memakai baju ia langsung turun menghampiri Bidadarinya. Melihat Icha yang sedang serius memasak membuat sudut bibir Juna terangkat, ia berjalan perlahan dan memeluk Icha dari belakang sembari mencium pipi Icha gemas. Icha yang kaget pun langsung menepis tangan Juna di pinggangnya dengan kasar.
Juna mengernyit bingung karena Icha tidak pernah sekasar itu, "Kamu kenapa?"
"Gak papa." Jawab Icha singkat dan sedikit ketus.
Juna mendekati Icha dan berdiri di samping Icha, Juna sedang berpikir ia telah membuat kesalahan apa hingga Bidadarinya marah. Seingat Juna semalam pun mereka tidak bertengkar, justru semalam Icha terlihat sangat manja dengan terus memeluk Juna tanpa mau melepaskanya hingga membuat Juna bingung sendiri, bahkan saat solat subuh tadi mereka masih baik-baik saja. Lalu, mengapa Icha seperti marah padanya?
"Hei, kalau aku ada salah, aku minta maaf. Tapi kasih tau aku di mana letak kasalahan aku." Ucap Juna masih dengan nada lembut.
Icha melirik Juna dengan ekor matanya, "Gak ada salah kok."
"Terus kenapa kamu kayak marah sama aku? Ketus lagi, itu bukan kamu banget." Tutur Juna lagi.
Icha hanya mengedikan bahu acuh.
"Kenapa sih Yang, kasih tau aku dong kalau salah jangan dipendam sendiri?" Tanya Juna dengan nada memohon.
"Ck berisik! Udah kamu duduk sana aja!" Bentak Icha dengan nada tinggi.
Jujur Juna terkekut, tidak biasanya Icha seperti ini. Kalau pun ia marah pasti masih bernada lembut dan tidak pernah membentak. Juna langsung mematikan kompor Icha dan membalikan tubuh Icha agar bisa menghadapnya, Juna tidak suka mendengar nada tinggi Icha. Icha yang mau mengucapkan protes langsung berubah ciut saat melihat tatapan tajam Juna.
"Kenapa nunduk gak jadi protesnya!" Sindir Juna saat melihat Icha menundukan wajahnya.
Icha menggeleng pelan dan matanya sudah berkaca-kaca, Juna yang tidak bisa melihat wajah Icha karena menunduk pun acuh. Tidak tau kalau Icha menahan tangisnya.
"Aku dari tadi udah sabar ya Cha, kamu kenapa sih? Kalau aku ada salah bilang, jangan diam aja. Tiba-tiba kasar dan ngebentak, kamu juga tau kan kalau seorang istri dilarang meninggi nada bicara pada suaminya. Kamu mau jadi istri durhaka?" Tutur Juna masih dengan suara pelan namun masih ketara kalau sedang menahan emosi.
Juna menghembuskan napasnya pelan saat merasakan bahu Icha bergetar, tanpa bicara lagi Juna langsung membawa Icha kedekapannya. Juna jadi merasa bersalah karena telah memarahi Icha. Juna mengelus punggung Icha pelan sembari memberi sedikit kecupan di puncak kepala Icha.
"Stt... udah. Maaf aku udah marah sama kamu." Juna hanya merasakan anggukan pelan di dadanya membuat ia tersenyum karena Icha memaafkannya.
"Terus kamu kenapa tadi marah-marah sama aku?" Tanya Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bidadari Ku ✔
Spiritual⚠️COMPLETED ⚠️DON'T COPY MY STORY, PLEASE ⚠️SEQUEL "IMAMKU BADBOY" ******** Romace-spiritual Dear Bidadari ku Mengenal mu adalah suatu keberuntungan untuk ku, apalagi bisa menikahi mu Terima kasih telah sudi menerima ku sebagai pelengkap iman mu Te...