Happy reading💕
❣❣❣
Hari ini adalah hari Icha dan Juna kembali ke Jakarta, keduanya baru saja sampai Bandara. Mereka keluar dari Bandara seraya bergandeng tangan dan Juna yang membawa koper di tangan satunya. Icha mengotak-atik ponselnya dengan wajah sedih karena mulai dari orang tuanya, kakaknya bahkan sahabatnya tidak ada yang bisa menjemput mereka. Melihat itu Juna hanya tersenyum penuh arti tanpa Icha ketahui.
"Kenapa sih, mukanya jelek banget?" Tanya Juna.
"Gak papa, sedih aja gak ada yang jemput kita. Padahal aku kangen banget sama mereka." Jawab Icha dengan lirih.
Juna terkekeh lalu mengacak puncak kepala Icha gemas.
"Di Jakarta masih banyak angkutan umum kok, Yang. Kita naik taksi aja ya?" Icha hanya menganggukan kepalanya saja.
Setelah mendapatkan taksi Icha dan Juna langsung melesat menuju tempat spesial yang sudah Juna siapkan sejak beberapa minggu yang lalu. Icha mengernyit saat taksi yang ditumpanginya dan Juna tidak menuju apartemen mereka.
"Juna ini kita ke mana? Kok arahnya gak ke apartemen sih?" Tanya Icha menatap Juna.
Juna tersenyum, "Nanti juga kamu tau." Balas Juna sembari mengedipkan sebelah matanya.
Lalu, Icha memilih menatap luar jendela melihat padatnya ibu kota. Sedangkan, Juna sedang memainkan jarinya di ponsel miliknya untuk memberi info dengan seseorang. Juna menatap bidadarinya dengan senyum merekah sampai akhirnya mereka memasuki sebuah perumahan yang membuat Icha semakin memperdalam kerutan keningnya. Icha hanya menatap Juna seperti mendesak sebuah penjelasan, tapi Juna hanya memasang senyum manisnya tanpa mau menjawab.
"Nah di sini aja Pak." Ucap Juna memberi instruksi kepada supir taksi untuk berhenti.
Juna langsung keluar dari taksi dan memutari taksi membukakan pintu untuk Icha. Juna mengulurkan tangannya untuk membantu Icha keluar, dengan senang Icha menerima uluran tersebut. Namun, tidak pudar pula kebingungan Icha kala Juna menghentikam taksi di depan sebuah rumah minimalis.
"Ini rumah siapa?" Tanya Icha kala Juna sudah mengeluarkan koper dari bagasi dan membayar taksi.
"Rumah kita." Jawab Juna seraya menatap Icha.
Icha langsung membulatkan matanya dan menatap Juna tidak percaya.
"Serius?" Tanya Icha lagi.
"Iyalah masa aku bohong." Tutur Juna mencubit pipi Icha gemas.
Icha hanya terbengong melihat rumah tersebut dengan tatapan berkaca-kaca, entahlah ia merasa sangat terharu.
"Aku beli rumah ini dari hasil keuntungan cafe yang selama ini aku kelola. Aku ngerasa kalau kita lebih baik tinggal di rumah daripada apartemen, aku tau mungkin nantinya kamu akan bosen kalau di apartemen terus jika aku lagi gak ada di rumah. Kalau di sini kan kamu bisa silaturahmi sama tetangga sebelah kita, apalagi kalau nanti kita punya anak kan mainnya bisa lebih leluasa dibanding di apartemen. Anggap juga ini hadiah pertama aku selama kita menikah, di depan rumah juga ada lahan kecil yang bisa kamu bikin taman seperti di rumah orang tua kamu. Gimana menurut kamu, suka gak sama rumahnya?" Jelas Juna panjang lebar.
Bruk
Juna terkejut saat tiba-tiba Icha menubruk tubuhnya untuk memberikan pelukan. Juna tersenyum sembari membalas pelukan erat Icha, Juna mengelus punggung kecil Icha yang terisak. Icha memang menangis, tapi tangis bahagia. Jujur Icha tidak pernah berpikir atau meminta Juna untuk membelikannya rumah, mungkin ini hanyalah hal biasa bagi sebagia orang. Tapi, menurut Icha ini sangat luar biasa, Icha bahagia sangat dan tidak bisa ia jelaskan dengan kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bidadari Ku ✔
Spiritual⚠️COMPLETED ⚠️DON'T COPY MY STORY, PLEASE ⚠️SEQUEL "IMAMKU BADBOY" ******** Romace-spiritual Dear Bidadari ku Mengenal mu adalah suatu keberuntungan untuk ku, apalagi bisa menikahi mu Terima kasih telah sudi menerima ku sebagai pelengkap iman mu Te...