Happy reading💕
❣❣❣
Sekitar jam 9, Brian mengatar Icha kembali ke rumah. Sejak berada di pesta Icha sama sekali tidak banyak bicara karena pikirannya sedang bercabang ke mana-mana dan satu nama yang membuatnya seperti itu yaitu Juna. Icha tau mungkin akan ada salah paham nantinya dan yang membuat Icha takut adalah kejadian masa lalu terulang kembali. Apalagi sedari tadi Icha merasakan kepalanya pusing dan perutnya keram. Brian yang menyadari perubahan Icha mengernyit bingung. Apa ia telah membuat suatu kesalahan?
"Cha, kamu ada masalah? Kok diem aja dari tadi." Tanya Brian memastikan.
Icha menatap Brian tanpa ekspresi.
"Enggak ada kok." Jawab Icha dengan senyum dipaksakan.
"Tap-" Ucapan Brian terpotong kala Icha langsung berpamitan keluar mobil membuat ia mengurungkan niatnya.
"Aku masuk ke rumah dulu. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Jawab Brian lirih.
Brian hanya menatap punggung kecil itu berjalan menjauh, entah kenapa Brian merasa melihat Icha memikul beban yang berat. Sedari pesta tadi Icha hanya diam, sesekali pun hanya menjawab pertanyaan yang diajukan atau sekedar tersenyum tipis. Brian berpikir apa ia telah membuat kesalahan?
❣❣❣
Icha memasuki pekarangan rumah dan matanya melihat mobil Juna sudah terparkir di sana yang artinya Juna sudah pulang ke rumah. Senyumnya langsung terbit melihat hal itu. Dengan senang, Icha bergegas memasuki rumah dan menuju kamar mereka berdua.
"Assalamualaikum." Salam Icha saat memasuki kamar.
"Wa'alaikumsalam." Balas Juna dingin.
Di sana Icha melihat Juna yang langsung mendongakan kepalanya dan menatap Icha tajam. Melihat itu membuat Icha takut, Icha menundukkan kepalanya. Icha tetap berjalan mendekati Juna berniat mencium tangan suaminya, setidaknya Icha bersyukur Juna tidak menolaknya mencium punggung tangannya. Setelah meletakan tasnya di meja rias, Icha duduk di samping Juna membuat Juna melirik kecil.
"Siapa dia?" Tanya Juna dengan wajah datar dan dingin.
Icha mengerutkan keningnya, "hah?"
"Gak ada yang mau kamu jelasin tentang kehadiran kamu dipesta itu?!" Sindir Juna membuat Icha mengerti.
"Brian hanya teman aku, dia mengundang aku buat datang mangkanya aku datang. Aku juga udah izin kok ke kamu tadi." Jelas Icha pelan.
Juna tersenyum kecut, "Izin? Yakin? Aku gak pernah memberi izin itu dan kamu bilang dia teman kamu. Sejak kapan kamu berteman sedekat itu dengan lawan jenis kamu?!" Tutur Juna.
"Tap-" Icha menghentikan ucapannya saat Juna memberi instruksi diam.
"Kamu pikir selama ini aku gak tau kalau kamu gak pernah kasih tau status kamu sama orang lain? Aku tau Cha. Kenapa? Kamu malu punya suami kayak aku?! Aku tau aku gak sebaik Ridwan, aku juga gak sekaya si Brian itu! Aku sadar aku gak pantas buat kamu, mungkin kalimat ini cocok untuk aku 'kamu terlalu baik untuk cowok brengsek kayak aku!'." Tutur Juna dengan tatapan yang sulit diartikan.
Juna memang tidak membentak, tapi air mata Icha luruh kembali ia merasa bersalah. Harusnya Icha tidak menyembunyikan statusnya, harusnya ia jujur bahwa ia sudah menikah tapi suatu kode yang tidak dimengerti orang pada umumnya. Tapi, nasi sudah menjadi bubur.
"Maaf. Aku gak maksud." Lirih Icha.
Juna terus menatap Icha dalam lalu membuang muka, Juna menarik nafas dan menghembuskannya perlahan untuk menahan amarah. Lalu, Juna langsung mengambil jaket dan kunci mobil membuat Icha termangu. Icha langsung mengejar Juna yang mulai keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bidadari Ku ✔
Spiritual⚠️COMPLETED ⚠️DON'T COPY MY STORY, PLEASE ⚠️SEQUEL "IMAMKU BADBOY" ******** Romace-spiritual Dear Bidadari ku Mengenal mu adalah suatu keberuntungan untuk ku, apalagi bisa menikahi mu Terima kasih telah sudi menerima ku sebagai pelengkap iman mu Te...