A New Page (1)

38.1K 4.4K 260
                                    

Ada yang di minggu malam ini nunggu short story terbaru dari aQ?😁

Enjoy
*
*
*

Laptop, checked. Kotak pensil-checked. Penggaris beragam ukuran, checked. Buku catatan, checked. Dompet, checked, Miranda menggumam dalam hati.

Dia juga mengecek isi tabung gambar yang disampirkan di lengan kirinya. Oke, dia siap berangkat. Driver ojek online sudah menunggu di depan rumah kost nya.

Motor berhenti di lampu merah. 120 detik, lama banget. Tiba-tiba ponselnya bunyi. Dijepitnya benda elektronik itu dengan telinga. Tanpa melirik layar pun, dia pasti tahu siapa yang meneleponnya sekarang.

"Lo jangan telfonin gue mulu. Gimana mau cepat nyampe kantornya," dia ngamuk-ngamuk dengan suara cukup nyaring, tanpa peduli driver ojol yang terkejut mendengar teriakannya.

"Kali ini gue nggak sempat masakin, tapi gue udah telfon Mbok Sari yang di pertigaan untuk sediain nasi uduk buat lo. Okay?"

Dia langsung mematikan sambungan dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.

"Dasar bos gila," Miranda kini merutuki si penelepon yang tak lain adalah bos di kantor tempat dia bekerja sekarang.

Bukan apa-apa, bosnya ini emang kalau pagi selalu ngeselin. Masa dia selalu minta dibuatin sarapan sama Miranda dengan alasan cuma Miranda yang masak nggak pakai penyedap. Nggak penting banget kan alasannya?

"Pak, tolong singgah di pertinggaan itu sebentar, ya," pinta Miranda pada si driver.

Dia mengambil pesanan nasi uduk di tempat langganan. Mengucapkan terima kasih, lalu kembali meminta driver ojol untuk membawanya ke Bangun Bersama, sebuah kantor kontraktor tempatnya bekerja sebagai drafter alias tukang gambar kalau kata ibunya.

***

"Mana nasi gorengnya? Lo telat 50 menit 55 detik."

Ucapan si bos membuat Miranda jadi enggan memberikan nasi uduk yang baru saja dibelinya. Untung gajian nggak pernah telat, kalau nggak udah dijampi-jampi kali ini orang sama Miranda.

"Kan udah gue bilang, gue nggak sempat masakin sarapan buat lo. Ini ada nasi uduknya Mbok Sari. Besok-besok deh gue masakin nasi goreng spesial," balas Miranda yang menyodorkan nasi uduk ke hadapan si bos.

Hubungan dia dengan bos nya memang bukan seperti hubungan pegawai dengan atasan yang biasanya terjadi. Mereka akrab, jadi Miranda bebas-bebas aja bertindak.

Asal sesuai norma, kalau kata bosnya.

"Nggak usah diliatin doang kali, bos Rio. Langsung dimakan aja. Laper banget, kan, lo?" Miranda tersenyum mengejek.

Rio mencebik. Namun kemudian dibukanya bungkus nasi uduk itu.

"Lo kok bisa telat sih hari ini?" tanya Rio di sela-sela sarapan mereka.

Hampir setiap pagi, mereka memang selalu sarapan bersama. Cerita ngalor-ngidul nggak jelas sebelum kemudian mereka kembali ke kehidupan nyata, menyelesaikan berbagai proyek yang tengah mereka kerjakan.

"Gue tidur jam 5 subuh. Biasa, deh. Tugas akhir. Revisian. Doain aja bulan depan gue bisa sidang proposal."

Suapan nasi yang hampir masuk ke mulutnya terhenti. Matanya terbelalak.

"Gila aja lo tidur jam segitu. Syukur alhamdulillah bisa sampe kantor dengan selamat. Ngapain dipaksa sampe segitunya sih, Ran? Yang ada rontok badan lo."

Rio memang tidak pernah menutup-nutupi kekhawatirannya pada Miranda. Baginya, Miranda sudah seperti adik sendiri. Masa iya dia membiarkan adiknya tidur sampai jam 5 subuh seperti tadi.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang