Buku Tahunan (5)

17.2K 3.7K 431
                                    

Good evening everyone
Yang masih di luar, ayo pada pulang. Besok Senin 😁

Enjoy
*
*
*

Jovita

"Siang ini kita bakal bahas jadwal pemotretan untuk buku tahunan," Kenneth berbicara di depan kelas. El berdiri di sebelahnya. "Nino udah ketemu jadwal yang fixed dan fotografernya juga."

Aku menghela nafas lalu menggeleng-gelengkan kepala. Lupain aja, Jo. Lo harus belajar nerima kekalahan. Nggak semua yang lo idam-idamkan bisa tercapai.

"Gue udah dapet izin untuk pakai kantor Bokap. Sabtu ini. Start jam delapan pagi sampai jam 12. Fotografernya juga bilang bisa. Budget udah gue bicarain sama Kenneth. Lo semua bisa kan Sabtu ini?"

"Bisa," jawab anak-anak serempak.

Sabtu ini? Nggak bisa! Aku mau ke psikolog. Aku ceritain ke Mama soal perubahan rencana kuliahku. Mama nyaranin aku untuk konsultasi ke salah satu temannya.

Aku mengangkat tangan. "Gue nggak bisa."

"Kenapa, Jo?" tanya Kenneth.

"Udah ada janji," aku nggak akan bilang ke mereka soal psikolog itu.

"Janji apa? Reschedule aja, Jo. Kapan lagi kita mau photoshoot kalau bukan Sabtu ini," ucap salah satu temannya.

Yang lain ikut mengangguk.

"Nggak segampang itu. Gue udah janji dari kemarin," terangku.

"Janji apa? Kayak mau ketemu presiden aja. Lagian yang lain pada bisa kok Sabtu ini," sahut temannya yang lain.

Masa aku ngebatalin janji sama temannya Mama? Nggak sopan banget.

"Kenapa nggak photoshoot-nya ganti jadi Minggu aja?" tawarku.

"Gue nggak bisa kalau Minggu."

"Gue juga."

"Iya. Gue mau ke sweet seventeen temen SD gue."

"Ngalah deh, Jo. Semua pada bisa hari Sabtu. Kecuali elo."

"Tapi gue—"

"Lo nggak kooperatif gini karena ide lo kalah vote sama El, kan?" ucap salah satu temannya dengan sinis. "Belajar nerima kekalahan dong."

Kutatap temanku itu dengan tajam. "Nggak sama sekali. Lo yang bener kalau ngomong."

"Ya abis ditanya janji apa, janji sama siapa, lo nggak jawab," ternyata temanku itu masih mau adu mulut. "Sekali-kali lo yang ngalah dong. Selama ini kan kita tuh yang nurutin saran dari lo. Mau liburan kelas ke mana. Mau bikin jersey kelas warna apa. Mau ngumpulin duit berapa buat dekorasi kelas."

Teman-temanku mengangguk setuju. Aku menatap mereka nanar. Jadi selama ini mereka mikir aku tukang ngatur? Selama ini mereka nggih-nggih bukan karena memang setuju dengan pendapatku?

Hatiku kok rasanya sakit banget?

"Santai aja dong ngomongnya," Lala menyela. "Jovita kan cuma bilang kalau dia nggak bisa. Kenapa lo semua jadi nyolot."

"Bukan gitu, Na. Jovita dong yang ngalah. Ini kan untuk kepentingan kelas."

"Dia udah ngalah kali. Dia setuju ide buku tahunan dia yang awalnya kita setujui diganti cuma karena lo semua mikir ada ide yang lebih baik," balas Lala dengan nada ketus.

Mereka terdiam sesaat, lalu kudengar mereka saling berbisik. Kukepalkan tangan untuk menahan amarah. Lala menepuk-nepuk tangan kiriku.

"Ehm...emang kalian pada nggak bisa kalau kita ganti jadi hari Minggu?" tanya Kenneth.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang