Pasang Surut (7)

23.5K 4.5K 459
                                    

Teman makan siang

Enjoy
*
*
*

Tidak menunggu hingga matahari hari berganti, Bara dan Bima langsung ditarik oleh Papa Bara dan Papa Bima ke salah satu kamar hotel tempat mereka menginap. Hanya ada Bima, Bara, kedua orang tua Bara dan Bima. Anggota keluarga lain yang sebenarnya sudah kepo akut dilarang masuk.

Bara menatap Bima tajam. Tidak ada sedikitpun rasa kasihan timbul di hatinya melihat Bima yang kini sibuk mengompres luka di wajahnya dengan ice-pack. He deserves more than than just punches on face.

"Ternyata itu tujuan kamu nonton pertandingan tinju tiap minggu pagi. Untuk menghajar kakak sepupu kamu," ucap Papa Bara menoleh pada anaknya.

Mama Bara mengelus lengan suaminya, berharap suaminya tidak ikut terbawa emosi.

"Harusnya tadi lebih parah. Papa sama Pakde sih pake nahan-nahan aku segala," balas Bara yang langsung mendapat pelototan tajam dari mamanya. "Kenapa, Ma? Jelas-jelas Mas Bima yang salah. Aku udah cukup sabar belakangan ini. Aku pikir Mas Bima masih punya otak dan hati. Ternyata nggak."

Bima tutup mulut. Selain karena pukulan Bara cukup keras hingga dia sulit berbicara, dia juga tidak tahu pembelaan apa yang pantas dia katakan sekarang.

"Benar-benar bertengkar karena perempuan?" tanya papa Bima pada keponakannya.

"Maaf, Pakde. Aku nggak akan nonjok Mas Bima kalau dia nggak kelewatan. Dia ngedeketin Kadek. Pacarku, Pakde. Calon istri aku. Mas Bima juga supervisor Kadek untuk tesisnya dia. Apa pantas Mas Bima ngelakuin itu sama aku?" Bara membela diri.

Mama Bima dan Mama Bara terkejut. Mereka sampai menutup mulut.

"Mama dan Budhe terkejut, kan? Apalagi aku," lanjut Bara dengan emosi yang sekuat tenaga dia tahan. "Aku udah curiga sejak Deryl pulang dari rumah sakit. Aku dan Kadek juga udah bicarain itu. Tapi kami mutusin untuk positive thinking ke Mas Bima karena kami mikir Mas Bima nggak akan setega itu."

"Benar begitu, Nak? Ayo bicara. Gentle dong sebagai laki-laki," papa Bima mendesak putra sulungnya.

Bima menatap Bara sejenak. Bara balas menatapnya tajam. "Maaf."

"Maaf aja nggak cukup untuk semua ini, Mas," Bara kembali bersuara. "Mas bikin Kadek risih dan takut. Dia nggak enak sama Mas karena mau gimana pun Mas adalah supervisor-nya. Mas juga sepupu aku."

"I know."

"Kenapa Kadek, Bima?" tanya Papa Bima. "Papa yakin Kadek nggak mungkin menggoda kamu. Dia perempuan baik-baik."

"Tentu aja nggak," sambar Bara. "Mas jangan kegeeran. Kadek nggak pernah suka Mas. Dia cuma respect sama Mas. Kami saling cinta. Mas tahu itu. Tapi tega-teganya Mas ngelakuin ini sama kami. Sama aku. Adik sepupu Mas sendiri."

"Sabar, Sayang," mama Bima mengusap-usap lengan keponakannya.

Bima menelan ludah. Semua yang dikatakan Bara benar. Tega-teganya dia berbuat seperti itu. Sejujurnya logikanya menolak. Tapi entah lah.

"Kamu baru saja berpisah dari Clara karena dia selingkuh. Sakit kan saat perempuan yang kamu cintai diambil orang lain? Kenapa kamu mau ngelakuin itu ke adik kamu sendiri?" tanya papa Bima.

"Karena...karena Kadek beda banget sama Clara, Pa," aku Bima takut-takut. "Dia baik, sopan, sayang sama anak-anak. Dia paham common sense. Dia...dia..."

"Itu nggak bisa jadi –"

"Bara, jangan potong kata-kata Bima. Dia masih Mas-mu," papa Bara memperingatkan.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang