Buku Tahunan (7)

17.3K 3.8K 344
                                    

Malam everyone
Maaf lama muncul. Maklum beb. Dunia nyata udah minta diperhatiin lebih full hehehe.

Enjoy
*
*
*

Jovita

Setelah menemui teman Mama yang seorang psikolog tersebut, kegalauanku tentang jurusan kuliah yang akan aku ambil mulai berkurang. Bayangan masuk FK atau Ekonomi semakin pudar. Sementara tekadku untuk ambil Jurnalistik semakin kuat.

Apalagi El yang insanely creative itu juga berulang kali bilang bahwa aku harus mengikuti passion. Katanya supaya entar pas kuliah bisa tetap fun namun selalu mau tahu lebih banyak.

Di balik sifat luar biasa manjanya pada Tante Ajeng serta Eyang Putri dan Eyang Kakung, El ternyata punya rencana masa depan jangka panjang yang sangat memukau.

Dan aku baru tahu satu rahasia si anak mami cucu eyang itu semalam, tepat saat dia tertidur pulas di kasurku. Sebenarnya sih ini perbuatan kurang terpuji, tapi aku sudah kepalang kepo.

Jadi karena semangat banget setelah berhasil bikin desain yang persis punya El, aku kepo sama desain-desai  dia selama ini. Dia nyuruh aku copy file yang ada di flashdisk-nya. Dan ternyata ada folder yang judulnya Scholarship.

Mataku sampai melotot saat melihat ternyata di folder tersebut ada berkas-berkas untuk mengajukan beasiswa S1 di kampus-kampus besar DUNIA ke berbagai lembaga.

Aku punya target untuk diterima di FISIP UI entah melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, atau SIMAK. Sementara El apply ke NTU, NUS, Monash University, Wollongong University, Delft, ETH Zurich dan Barkeley. Semuanya lewat jalur beasiswa.

Padahal aku ingat banget pembicaraan aku dan Lala waktu istirahat di bimbel.

"Gue sama Nyokap pusing banget deh liat kelakuan si El. Setiap ditanya mau kuliah di mana dan jurusan apa nggak pernah mau jawab. Nggak pernah nanya-nanya Bokap gimana bisa dapet beasiswa sekolah ke LN. Nggak pernah keliatan bahas-bahas soal yang sampe bejibun kayak kita."

"Eh tapi kan setiap simulasi, El selalu masuk top ten. Even kita selalu di bawah El. Itu anak kapan belajarnya, ya?"

"Dia belajar cuma di sekolah sama di bimbel. Pulang ke rumah ya mandi makan pelukan sama Nyokap atau Eyang-Eyang gue, terus ngurung diri deh di kamar. Sibuk sama PC-nya."

"Jago desain dia tuh. Kayak bokap lo. Mungkin di kamar ya belajar aplikasi-aplikasi desain. Sekalian belajar juga. Who knows, La."

"I hope so. Gue nggak mau lah El hidup tanpa mikirin masa depan. Cuma bisa manja-manjaan ke keluarga. Padahal gue ngajakin dia untuk apply scholarship ke NUS, Jo. Kalaupun nggak pake beasiswa ya biaya sendiri nggak papa. Insha Allah Bokap sanggup, kok. Ya kalau sama-sama lulus kan gue bisa terus ngawasin dia. Eh dia sok-sok nggak mau satu sekolah sama gue lagi."

"Gue yakin sih dia punya cita-cita. Nggak mungkin dong dia mau jauh banget di bawah bokap lo. Udah kalah cakep masa kalah prestasi juga."

"Amin. Kalau bisa ya lebih. Itu harapan kami sekeluarga. Mau gimana pun El itu cucu cowok satu-satunya di keluarga kami. Dari Bokap mau pun Nyokap."

Itu lah yang membuat aku membiarkan El tertidur sebentar di kamarku. Kupandangi wajah temanku sejak kecil itu. Lalu aku tersenyum.

Ternyata dia nggak semanja tampilan luarnya. Semakin terbukti juga dengan dia yang mau minta maaf ke aku dan mau ngajarin aku Photoshop selama tiga hari ini.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang