A New Page (10)

19.3K 4K 423
                                    

It's getting closer to the end of this story so be prepared, guys. Chapter ini bener-bener fresh from the oven. Baru saja aku selesein tadi malam setelah akhirnya punya gambaran gimana mengeksekusi cerita ini.

Enjoy
*
*
*

"Pokoknya Indra tuh capek banget deh nurutin permintaan aneh-aneh si Dewi. Kedoknya aja ngidam. Aku sih yakin itu akal-akalannya Dewi aja supaya bisa manja-manjaan," Rio dan Sekar sedang berkeliling di mall setelah perut kenyang karena makan.

Sekar tertawa kecil. "Maklum, Yo. Anak pertama."

Rio berdecak. "Aku yakin sampai anak kesepuluh pun, Dewi bakal terus-terusan kayak gitu. Apal banget aku kelakuan itu bumil. Heran kenapa aku bisa temenan selama ini sama dia."

Kepala Sekar bergeleng. Ada-ada saja. Ini lah yang membuat Sekar senang berteman dengan Rio. Dia cukup pendiam sementara Rio hampir tidak pernah kehabisan bahas pembicaraan.

"Yang kamu pernah ketemu Miranda beli cheesecake di toko kue dekat kampus kita itu juga kerjaannya Dewi," lanjut Rio.

"Iya. Aku inget."

"Kasian banget tuh anak kecil. Beli cheesecake naik motor panas-panasan eh cuma dimakan sesendok. Terus dia nggak ngebolehin Miranda ngabisin sisanya yang masih banyak banget. If I were Miranda, gue nggak bakal mau ngobrol sama si Dewi seminggu penuh."

"Untungnya Miranda baik."

"Banget. Itu anak emang nggak pernah ngeluh. Ikhlas juga kalo nolongin orang. Nggak ada capeknya juga. Tenaga kuda. Kamu bayangin, deh. Dia kuliah sambil kerja. Terus dia kan juga masih aktif gitu loh di beberapa organisasi. Katanya supaya CV-nya bagus. Terus beberapa kali ikut kompetisi-kompetisi arsitektur antar mahasiswa tingkat nasional."

"Wah. Hebat."

"She is. Heran juga itu tenaganya dateng dari mana. Badannya kecil ringkih begitu. Hasil kerjanya juga bagus. Makanya masih aku hire sampai sekarang. Pinter bergaul juga. Nggak yang kaku-kaku amat walaupun nggak terlalu banyak omong kayak aku sih."

Sekar mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengulum senyum tipis. Entah perasaannya saja, atau memang Rio sudah bicara terlalu banyak tentang Miranda.

Sepertinya sudah ada yang berbeda dari temannya ini.

"Eh, ada jaket Mickey Mouse. Ayo kesana," Rio menarik tangan Sekar ke salah satu retail streetwear.

Sekar mengikuti tanpa suara. Rio memegang dua jaket Mickey Mouse. Satu berwarna merah dan satu berwarna mustard.

"Bagusan yang mana?" tanya Rio padanya.

"Aku lebih suka yang merah. Buat siapa sih? Buat kamu?"

Rio menggeleng. "Miranda suka banget Mickey Mouse. Jaket Mickey Mouse-nya udah rusak. Eh, tapi dia udah punya warna merah."

Astaga, Rio. Kamu nggak sadar apa gimana, sih? Sekar nggak habis pikir. Rasanya dia ingin tertawa saja sekarang.

"Coba kamu cobain yang merah sama yang kuning. Badan kalian kan setipe."

Sekar menuruti permintaan Rio. Dicobanya kedua jaket tersebut.

"Apa ambil dua-duanya aja, ya?" gumam Rio.

"Jangan dong. Mendingan satu lagi beli yang lain. Ya minimal bentuknya beda gitu. Kaos atau sweater aja satu lagi."

"Benar juga. Yaudah kita ambil yang kuning aja. Eh ambil yang agak gedean. Dia suka pake jaket gede-gede kayak rapper gitu. Selera fashion-nya memang rada aneh, Sekar," Rio terkikik sendiri.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang