Buku Tahunan (8) - TAMAT

24.7K 4K 479
                                    

Ada yang baru bangun? 😁

Enjoy
*
*
*

"Gimana photoshoot buku tahunannya kemarin? Lancar?" tanya Eyang Kakung.

Hari ini, aku memang main ke rumah Eyang sendirian. Lala ikut Try Out di bimbel. Mommy dan Daddy dikirim Eyang untuk menghadiri akad nikah salah satu sepupuku di Bogor.

Sambil memijit-mijit pelan bahu Eyang Kakung, aku menjawab, "ya gitu deh. Eyang kok bisa sakit, sih? Aku tadi udah mau ikut TO. Eh pas denger Eyang Putri nelfon, aku keluar lagi dari mobil buat ke sini."

Kudengar Eyang tertawa. "Hei anak muda, eyangmu ini sudah tua. Ya wajar kalo sakit-sakitan. Mestinya kamu ikutan TO kayak Lala."

"No way. TO bisa setiap Minggu. Kesehatan Eyang nomor satu. Eyang mau ke dokter? Biar aku anterin," tawarku lagi.

"Nggak perlu. Pijitan kamu di bahu Eyang lebih manjur daripada resep dokter."

Aku tertawa lalu kembali melakukan pijitan pelan, ritual yang selalu aku lakukan setiap kedua eyangku mengeluh nggak enak badan.

Mungkin orang-orang geli melihat kedekatan aku dan Eyang. Beberapa cucu dari kakak-kakaknya Eyang Kakung bahkan bilang aku lebay. Tapi aku nggak peduli.

They are my grandparents. Selama mereka masih hidup, aku akan terus sayang dan care sama mereka. Apalagi kakek dan nenekku cuma Eyang Kakung dan Eyang Putri. Daddy ditinggal kedua orang tuanya sejak dia berusia 27 tahun. Setiap ke Medan, kami akan selalu mengunjungi makam mereka.

"Kamu ini sudah besar, El. Mestinya manja-manja ke Eyang dan Mommy dikurangi dong. Nggak malu sama teman-temannya?"

"Nggak. Paling juga mereka iri karena nggak punya kakek dan nenek yang se-care Eyang ke aku. Cukup Lala deh yang semenjak kelas tiga prioritasin belajar banget sampe lupa sama Eyang. Aku nggak mau begitu."

"Lala bukan lupa, Sayang. Dia juga perhatian kok ke kami berdua. Kan tadi Eyang udah bilang ke Lala, Lala bisa TO dulu baru ke sini. Kamu aja yang keras kepala kayak Mommy."

"Pokoknya aku mau di sini. TO-nya gampang, Eyang. Kalau aku ikutan kasihan Lala. Dia nggak pernah di atas aku. Kali ini aku kasih kesempatan deh," ucapku sambil terkekeh geli.

Eyang ikutan terkekeh. "Nggak boleh sombong. Allah nggak suka. Emang kamu sudah punya planning buat masa depan kayak Lala? Kok santai banget kayaknya."

Setelah melirik sekitar-nggak ada Eyang Putri karena dia sedang sibuk masak di dapur bareng Mbak-aku berkata, "ini rahasia kita berdua aja, ya."

"Oke."

"Janji dulu Eyang nggak bocorin ke siapa pun termasuk Eyang Putri," aku menyodorkan jari kelingking padanya.

"Oke," Eyang  mengaitkan jari kelingking kami.

"Aku udah apply full scholarship ke kampua-kampus LN, Eyang."

Tubuh Eyang Kakung menegak. Dia membalik badannya sehingga kami bertatapan sekarang. "Beneran?"

Aku mengangguk mantap. "Biar bisa sekolah di LN kayak Daddy. Tapi aku nggak mau dibayarin Daddy. Aku mau beasiswa. Pokoknya mau kayak Daddy."

Eyang Kakung mengusap-usap rambutku sambil tersenyum bangga. "Benar-benar cucu Eyang. Bagus. Kamu apply ke mana aja?"

Aku pun menceritakan semuanya, sampai prosedur-prosedur yang harus aku ikuti, berkas-berkas yang harus aku upload, dan persiapan-persiapan tes yang sudah kulakukan sejak lama.

"Kenapa mesti dirahasiain, El?"

"Biar suprise. Biarin deh Mommy sama Daddy sama Lala mikir aku nggak peduli sama masa depan aku. Padahal kalau di kamar aku belajar loh Eyang. Tidur jam sepuluh atau sebelas. Terus jam tiga bangun lagi. Aku ingat Daddy pernah bilang dia dulu juga gitu sistem belajarnya."

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang