Tanya Hati (5)

24.3K 5.2K 560
                                    

Tim Vino makin ke sini makin menipis aja ya jumlah nya hahahaha.

Enjoy
*
*
*

My three biggest fears in life :
1. Gaining weight
2. Spiders
3. Rejection

Baru aku tahu, ternyata yang ketiga rasanya luar biasa sakit sekali. Segala kecemburuan dan sakit hati yang kurasakan selama ini nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan penolakan Vino.

Ternyata semua tindakanku terbaca. Mungkin dia sudah merasa terganggu banget dengan tindakan flirting diam-diamku.

Whom am I supposed to blame? Vino? Bukan salahnya nggak bisa balas perasaanku. Aku? Bukan salahku punya rasa suka sebesar ini ke dia.

"Lo sakit?" tanya Ajeng khawatir. Dia menyentuh keningku. "Nggak demam, sih. Tapi agak pucat."

Nana menyipitkan matanya. "Lo abis nangis, kan? Ke Bogor pake kacamata item. Untung aja bukan lo yang interview narasumber kita."

Aku tersenyum samar.

"Kenapa? Cerita aja sama kita," Nana memeluk bahuku.

Kami baru saja pulang dari Bogor, ke rumah salah satu narasumber.

Robi yang kali ini merangkap jadi supir berkata, "sebenernya kita udah kepo dari tadi, Eve. Cuma ya nunggu selesai interview-nya aja dulu."

"Gue ditolak Pak Vino," ungkapku miris.

"Lo ngaku lo suka sama dia?" tanya Nana histeris.

Aku menggeleng. "Dia ternyata udah tahu."

"Terus?"

Aku menceritakan semuanya, tanpa melewatkan satu hal remeh pun. Kukira air mataku sudah kering, eh ternyata masih ngalir aja di atas pipi.

"Parah tuh Pak Vino. Despetately in love banget ternyata sama si Ajeng. Gue kira dia mulai demen sama lo, Eve," ucap Robi sambil berdecak.

Nana mencibir. "Gue kok malah seneng, ya. Biarin aja dia masih gamon. Ini tuh pertanda dari Tuhan, Eve. Itu artinya udah saatnya lo bener-bener move on dan buka hati buat cowok lain."

Ajeng mengusap air mataku dengan tangannya, lalu menepuk-nepuk bahuku. "It's okay, Eve. Keluarin aja semuanya. Kalau dipendam entar tambah sakit."

Aku menangis tersedu di bahu Ajeng. Nana mengelus-elus punggung tanganku. Robi memilih tutup mulut selama perjalanan.

"Tapi lo nggak mungkin gini terus kan, Eve?" Nana berkata setelah hening beberapa menit di mobil.

"Gue maunya juga gitu," ucapku sambil terisak.

"Dengerin saran gue. Mau?" tambah Nana.

Aku mengangguk.

"Buka hati lo buat Marco. Bukan casual relationship, ya. A steady one. Biarin dia nunjukin perasaannya. Dan balas perbuatan baiknya. Percaya saya gue. Lo pasti bisa lupain Vino pake cara itu."

"Kesannya gue jahat banget nggak kalau kayak gitu?"

Nana berdecak kesal. "Selama ini juga lo udah jahat banget, Eve. Untung aja Marco sabar."

"Antara sabar sama bucin emang beda tipis sih, Na," celetuk Robi membuat suasana sedikit lebih ceria.

"Pasti tetep ada prosesnya. Lo juga nggak akan langsung bisa lupain Vino," lanjut Nana lagi. "Tapi pelan-pelan pasti berhasil. Yang penting niat dan usahanya, Eve. Percaya deh sama gue."

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang