Zero Chemistry? (7)

24.1K 4.3K 321
                                    

Malam everyone
Semoga menghibur

Enjoy
*
*
*

Kikan

Kalau dulu aku selalu kesal jika Bang Fachri nggak bisa menepati janji untuk hadir di momen-momen penting, maka untuk pertama kalinya aku bersyukur.

Hari ini aku resmi diwisuda. Ayah dan Mama tentu saja hadir. Sayangnya Kak Eka dan suaminya nggak bisa ikutan ke Jakarta karena sedang sibuk banget.

Surprisingly, Bang Fachri diminta untuk berangkat ke Surabaya selama empat hari. Perjalanan dinas. Mendadak. Dia juga nggak bisa hadir di wisudaku.

Aku lega. Tahu kenapa? Karena Galih bilang, dia bakal datang ke balairung!

Galih bahkan sampai mengambil jatah cuti supaya bisa seharian denganku. Sebenarnya jantungku sudah nggak keruan lagi berdebarnya.  Ini pertama kalinya aku mengenalkan seorang cowok pada Ayah dan Mama.

Masalahnya cowok tersebut berwujud Galih Angkasa, sahabat abangku, yang usianya sepuluh tahun lebih tua dari aku. Bisa bayangin betapa bercandanya kadang-kadang takdir ini, kan?

"Eh, ada Galih," Mama menyapa Galih yang membawa bouquet mawar putih.

Galih tersenyum tipis. Keliatan nervous. Aku terkikik dalam hati. Tapi hari ini Galih cakep banget loh. Dia pakai kemeja batik lengan pendek. Kayaknya juga baru potong rambut.

Duh. Kenapa sekarang jadi aku yang kesemsem banget sama dia? Kan malu.

"Iya, Tante," jawab Galih sambil menyalam kedua orang tuaku.

Kak Iin yang juga datang bersama Raihan dan nanny-nya keponakanku itu sudah senyum-senyum jail ke arah kami berdua. Entah gimana ceritanya Kak Iin tahu aku dan Galih pacaran.

Galih menyerahkan bouquet yang dibawanya padaku. "Buat kamu. Congraduation, Kikan."

Wajahku panas banget. "Makasih."

Ayah dan Mama nggak menanyakan apa pun perihal keberadaan Galih di sini selama di balairung. Kami berfoto  bareng. Sesekali Mama bertanya soal kerjaan Galih di kantor. Ayah lebih banyak diam. Padahal aku yakin kedua orang tuaku sudah mencium hal-hal yang mencurigakan.

"Kamu cantik banget, Kikachu," bisik Galih saat kami jalan bareng menuju parkiran untuk pulang. Kak Iin bilang ART di rumahnya sudah menyiapkan makanan untuk kami.

Aku mencubit pelan lengannya. "Apaan sih."

"Emang cantik banget. Sampai pangling aku tuh."

"Makasih," jawabku malu-malu.

Galih menggenggam tangan kananku. "Aku takut sama ayah kamu."

"Keliatan sih," jawabku masih bisik-bisik.

"Mereka berdua udah tahu, kan? Soalnya ayah kamu jadi lebih dingin ke aku."

"Kemungkinan besar sih iya. Makanya kamu entar ngomongnya yang bener. Jangan aneh-aneh."

Saat kulihat Ayah menghentikan langkahnya, aku otomatis melepas genggaman tangan kami dan berjalan mendekat ke arah Kak Iin yang sudah terkekeh geli.

"Kamu ikut ke rumah kan, Galih?" tanya Ayah datar.

Galih mengangguk kikuk. "Kalau diizinkan, Om."

"Ya. Ayo. Sekalian ada yang mau saya bicarakan dengan kamu. Kamu naik apa ke sini?" tanya Ayah lagi.

"Saya bawa mobil, Om."

"Oh. Begitu. Yasudah. Sampai jumpa di rumah Fachri, ya."

Galih pamit ke parkiran mobilnya. Kak Iin bareng Raihan dan nanny-nya memilih ikut mobil Galih.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang