A New Page (2)

25.6K 4K 313
                                    

Kayaknya cerita ini emang agak aneh  deh. Padahal aku tinggal copas dari draft lama dan edit dikit-dikit, tapi rasanya berat dan malas banget.

Hiks. Mari berdoa bersama semoga cerita ini bener-bener bisa tamat ya beibhs.

Enjoy
*
*
*

Hari ini Miranda berdua seharian dengan Dewi di Kantor. Dewi yang kerjanya sebagai estimator emang kebanyakan duduk cantik depan komputer dan teleponan dengan toko-toko material.

Para lelaki sedang berkunjung ke Bekasi, serah terima proyek. Gaya banget harus bertigaan perginya.

"Mir, yang proyek Senopati itu udah kelar, kan?"

Meja Miranda dan Dewi berhadapan, berada di dalam satu ruangan yang cukup besar. Cuma Rio yang dapat ruangan sendiri di kantor ini.

Alasannya, dia susah kerja kalau dengar ocehan anggota lain. Semerdekanya dia ajalah, rumah juga rumah dia yang dijadiin kantor begini. Dia bahkan tinggal di sini, di paviliun yang memang bagian dari rumah ini.

"Udah, Mbak. Kenapa emang?" tanya Miranda sambil sesekali menekuri laptopnya.

Dewi tak langsung menjawab.

"Ada yang bisa aku bantu, Mbak?" tanya Miranda langsung.

Dewi mengangguk sambil nyengir. Ya ampun, kok nggak to the point aja, sih.

"Mau dibantu apa?"

"Ehm...anu...Mbak...gini, lho. Mbak tiba-tiba pengen makan...itu...cheesecake yang dijual di kafe dekat kampus kamu," jawab Dewi malu-malu.

Miranda tertawa mendengar permintaan Dewi yang sedang hamil muda itu. Ini adalah kehamilan pertama Dewi. Pasti manjanya kebangetan.

"Yasudah, aku gojekin aja, ya. Biar cepat sampe ke kantornya," Miranda lalu mengeluarkan ponsel dari kantong, tetapi Dewi menahannya.

"Mbak maunya kamu yang beliin, Mir. Bisa, kan?"

"Orang hamil suka ngerusuhin anak gadis juga ya, Mbak. Aku kira cuma ngecekcokin suami aja," jawab Miranda sambil terkekeh.

"Mir, ini uangnya. Pake motor kantor aja. Jangan lama-lama, ya. Keburu habis itu cheesecakenya," rengekan manja Dewi membuat Miranda mengulum senyum.

Butuh waktu hampir 20 menit, Miranda akhirnya sampai di cafe yang dimaksud.

Saat dia hendak mengeluarkan uang dari Dewi yang dia selipin di kantong celana, kunci motor kantor ikut jatuh ke lantai. Miranda baru akan memungutnya saat seorang wanita cantik terlebih dahulu melakukannya.

Tinggi mereka sepantaran. Rambutnya juga mirip, sama-sama hitam dan lurus. Bedanya, Miranda mengikat rambutnya. Sementara wanita yang ada di hadapannya itu menggerai surai indah itu.

"Terima kasih, Mbak," ucap Miranda yang disambut dengan senyuman manis dari si wanita bertubuh mungil itu.

"Sama-sama," jawabnya lembut.

Miranda lalu memberikan selembar seratus ribu itu pada kasir. Saat kasir memproses pembayarannya, dia curi-curi lirik ke wanita yang membantunya tadi.

Kalau ditebak, mungkin wanita ini berusia 25 tahun. Walau badannya kecil dan mukanya imut, tapi Miranda yakin dia bukan seorang mahasiswi. Mahasiswi nggak akan mungkin sedewasa mbak ini. Ditambah dress manis yang dikenakan si mbak penolong ini-Miranda yakin itu setidaknya keluaran MNG-dia pasti adalah seorang wanita yang sukses dengan kariernya.

Miransa kayak pernah melihat dia, tapi dia lupa persisnya dimana. Wajahnya kayak familiar aja—

"Ini struk dan kembaliannya, Mbak."

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang