Pasang Surut (2)

23.9K 4K 220
                                    

Selamat malam everyone

enjoy

***

Kadek melirik jam di pergelangan tangan kirinya, lalu mendesah. 10.05. Dia hanya punya waktu sepuluh menit untuk sampai di gedung kampus sementara bus berwarna biru yang biasa dinaikinya dari depan stasiun UI belum menunjukkan tanda-tanda kehadiran.

Dicarinya kontak Bara di phonebook. Bara harus segera bawa motor-mau motor pribadi, pinjaman, sewaan, atau apapun-kesini.

Teleponnya masuk. Hanya satu kali nada panggilan, lalu ditolak. Kadek mencoba lagi. Begitu seterusnya sampai hampir lima kali.

"Pasti lagi main Mobile Legends!" Kadek menggeram.

Bara memang cukup ketergantungan dengan game tersebut. Entah apa faedahnya. Mungkin Kadek harus diam-diam meng-uninstall game tersebut dari ponsel Bara.

Apa WA Mas Bima aja, ya? Pikir Kadek dalam hati.

Namun dia menggeleng. Itu sama aja bunuh diri. Apalagi Bima sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk jadi tenggang rasa.

Baru saja dia akan memesan ojek online, suara klakson mobil terdengar. Kepala Kadek menegak dan menemukan sebuah sedan Civic berhenti dan kaca mobilnya bergerak turun.

"Mas Bima?"

Kadek bergerak mendekati mobil tersebut, menundukkan kepala ke arah dalam mobil.

"Ternyata beneran kamu," gumamnya pelan namun Kadek masih bisa mendengarnya. "Silakan masuk. Bareng saja."

Kepala Kadek langsung menggeleng. Sangat tidak etis. Bima adalah dosen sekaligus supervisor-nya. Terlebih, Bima baru saja bercerai. Apa kata orang-orang jika melihatnya turun dari mobil seorang dosen yang baru saja resmi menjadi duda?

Gue nggak mau dicap pelakor. Amit-amit.

"Saya sudah pesan ojek, Mas," ucapnya sambil menyunggingkan senyum tipis. Tanpa melihat layar ponsel, Kadek asal-asalan menekan layar. Mudah-mudahan ketekan Order Go-Ride.

Bima menganggukkan kepala. "Yasudah. Jangan terlambat. Atur janji kembali kalau ternyata saya lebih dulu tiba di ruang dosen."

Mati gue.

Ponselnya bergetar. Muncul chat dari tukang ojek. Saya sudah sampai, Mbak. Pakai helm merah.

"Ojeknya udah nyampe. Saya pergi dulu, Mas. Terima kasih atas tawarannya."

Tanpa menunggu jawaban Bima, Kadek langsung mencari abang ojek berhelm merah. Ketemu.

"Cepetan, Bang. Ini demi hidup dan mati saya."

"Siap, Neng."

Perjalanan dari stasiun menuju gedung kampus yang biasanya cuma memakan waktu lima sampai sepuluh menit serasa seperti satu jam karena Kadek begitu takut Bima tiba lebih dulu.

Tenang, Kadek. Dia naik mobil. Lo naik motor. Sudah pasti barang tentu lo yang akan tiba di sana duluan.

"Alhamdulillah," Kadek langsung berucap syukur begitu tiba di gedung kampusnya.

Dia berlari menuju ruang dosen dengan senyum penuh kemenangan karena ternyata Bima belum duduk di kursi kebanggaannya.

"Selamat pagi, Mas," sapa Kadek dengan senyum manisnya begitu Bima muncul dengan kacamata berbingkai hitam, kemeja biru dongker, dan celana licin berwarna hitam.

"Pagi," jawabnya.

"Soal tesis saya..."

Bima menampilkan wajah bersalah. "Kadek, saya minta maaf. Oke. Tapi saya harus kembali ke rumah sekarang."

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang