A New Page (3)

23.4K 3.8K 214
                                    

Ada yang nungguin cerita ini? Demi apa pun cerita ini susah banget dilanjutin. Idk why. Mari sama-sama berdoa semoga kita bisa ketemu kata The End di beberapa chapter kemudian.

Enjoy
*
*
*

"Yo, lo bareng kita-kita nggak ke Shangri La nya?" tanya Joshua yang sudah beres-beres barang.

Joshua dan Awang memang berencana untuk ke Shangri La bersama dengan mobilnya. Dewi pergi dengan suami, karena Indra ingin menjamin bahwa istrinya yang tengah hamil muda aman di tengah kerumunan banyak orang di hotel nanti.

Rio menggeleng. "Kalian duluan aja. Gue ada janji ketemu klien, dadakan banget. Minta gue personally yang presentasi."

"Yaudah, usahain lo dateng. Miranda berharap banget kehadiran kita disana," ujar Awang sambil menepuk bahu Rio.

Rio mengangguk paham. Nggak tega banget dia mengecewakan anggota timnya itu.

Awang dan Joshua pamit pergi. Rio mengambil tabung gambarnya. Diisinya juga ransel hitam dengan laptop dan alat tulis. Kunci motor hitamnya dia ambil.

Dia harus menyelesaikan presentasi secepat mungkin. Dia harus menyaksikan kemenangan Miranda malam ini secara langsung.

***

Rio tak memedulikan penampilannya kali ini. Bodo amat dengan keringat yang bercucuran di sekujur tubuhnya. Dia harus secepatnya sampai di ballroom Shangri La.

Dia sudah telat 30 menit. Ini semua gara-gara klien yang baru saja ditemuinya itu. Banyak tanya, banyak komplain, ujung-ujungnya minta budget seminimalis mungkin. Pengen pake material kelas premium, tapi duitnya pas-pasan banget.

Ibarat pengen beton K250, sementara duit cuma cukup K225. Ngeselin, kan?

Padat. Satu kata itu sangat tepat menggambarkan suasana di dalam ballroom hotel itu. Dengan tenaga yang tidak seberapa, Rio membelah ratusan orang yang memenuhi ruangan super besar itu. Dia harus maju ke depan, menyaksikan nama Miranda dipanggil sebagai juara.

Riuh tepuk tangan mengiringi langkah kakinya menuju barisan paling depan yang sudah diisi oleh-kalau Rio boleh tebak-mahasiswa-mahasiswa yang mendukung teman mereka.

Miranda bilang, lombanya bukan cuma desain aja. Ada lomba mix design beton, ada karya ilmiah juga.

"Rio!"

Mendengar namanya dipanggil, Rio melarikan pandangannya ke sisi kanan depan ballroom. Dia menemukan anggota timnya disana. Terlihat Awang, Joshua dan Indra berdiri sementara Dewi duduk. Ibu hamil emang dapat special treatment.

"Keringat lo, man," ujar Joshua begitu Rio bergabung dengan mereka.

Rio cuma meringis. "Long story. Lomba yang Miranda udah diumumin?"

Mereka serempak menggeleng.

"Mirandanya mana?" tanya Rio sambil menyeka keringat.

Awang menunjuk ke arah bersebrangan. Miranda berdiri disana, mengenakan jas almamaternya. Senyum yang terukir si wajah Miranda tak dapat menutupi ketegangan yang tengah cewek itu rasakan.

Miranda bisa menipu semua orang dengan senyuman itu, tapi tidak untuk Rio. Menghabiskan waktu hampir setiap hari dengannya membuat Rio hafal tabiat Miranda.

Saat tatapan mata mereka bersirobok, Rio mengepalkan kedua tangannya ke atas, memberikan semangat untuknya. Miranda tersenyum, giginya kelihatan. Dia lalu mengacungkan jempol pada Rio.

Rio mengedarkan pandangannya ke seisi ballroom. Dia mengenal beberapa orang yang ada disini. Bahkan dia kenal betul semua juri utama disini. Bekerja di dunia konstruksi memaksa Rio untuk punya koneksi seluas mungkin.

Mission : Discovering LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang