64. Perpisahan~1

797 32 3
                                    

2 minggu kemudian.

Setelah menjalani kesibukan yang luar biasa. Kini mereka satu persatu harus pergi meninggalkan tanah air tercinta. Tak hanya tahan air. Mereka juga harus meninggalkan kedua orang tua dan kekasih hatinya.

Elza yang sudah pergi meninggalkan mereka sekitar 3 hari yang lalu. Membuat karin tak henti-hentinya mengecek ponsel setiap hari. Perbedaan waktu yang membuat mereka menjadi sangat jarang memberi kabar ataupun menerima kabar.

Kini tinggallah ke enam sahabat yang terus menerus sibuk mengurus kepergiannya.

Meninggalkan seseorang yang kita sayang membuat kita menjadi berberat hati untuk melakukannya. Demi cita-cita dan masa depan mereka kelak. Mereka tidak memperdulikan tentang perasaan orang lain. Yang mereka butuhkan hanya doa dan keselamatan.

Izah sudah kembali ke Bandung untuk meneruskan sekolahnya. Fira, Ria, Desti, Dina, Karin, dan Mila sibuk dengan band mereka yang terus menerus harus mengikuti lomba.

Bukan berarti mereka sibuk dengan kesibukan masing-masing membuat semuanya berubah. Tidak. Mereka masing sering saling memberi kabar namun, tidak sesering biasanya.

"Hallo"

"....."

"Yaudah"

"...."

"Oke"

Ya, begitulah. Hanya sekedar sepatah atau dua patah yang bisa mereka lakukan untuk berbicara.

"Ngapain lo murung gitu?" tanya Desti.

"Kesel gw sama Efian" sahutnya.

Desti hanya membuang napasnya gusar. Sahabatnya yang satu ini memang sangat membuat dirinya pusing.

Sore ini gw berangkat ke London

Notif yang ia terima dari Efian begitu sangat membuatnya syok. Efian selalu saja memberikan kabar yang mendadak. Ia tak tau harus menjawab apa? Hingga satu notif kembali masuk.

Temui gw didanau biasa. Ada hal yang perlu gw bicarain. Plis

Ya tuhan apakan ini mimpi? Jika iya kenapa terasa berat sekali mendengar Efian akan pergi? Tenang dan tetap menemuinya agar bisa memastikan yang sebenarnya. Itulah yang ada dipikirannya.

Lo masih idup kan? Gak ada niatan buat bales chat gw hm?

Efian masih saja memberikan ia notif. Jujur saja ia ingin sekali teriak kata Rindu dihadapannya. Ia benar benar merindukan sosok Efian dihidupnya.

Temui gw sekarang! Gw udah ada didanau.

Notif yang keempat kalinya dari Efian.

Ia langsung saja bergegas meninggalkan Desti yang sedang sibuk dengan ponselnya itu.

"Lo mau kemana?" tanya Desti dengan berteriak.

"Ketemu Efian" balasnya dengan teriakan lebih kencang.

Memang ia sedang bertamu dirumah Desti hari ini. Mereka berdua hanya bermalas-malasan tidak jelas. Ke empat sahabatnyapun tak tau kemana. Mungkin mereka sedang menikmati wekeen dengan keluarganya ataupun yang lainnya. Biarkan saja lah, mereka juga punya kesibukan masing-masing.

Menunggu taksi online yang ia pesan. Berdiri dan memainkan benda pipih ditangannya untuk memberikan kabar kepada sang kekasih jika dirinya akan segera kesana.

Akhirnya taksi yang sudah ia pesanpun datang. Dengan cepat ia memasuki taksi tersebut dan berlalu meninggalkan perkarangan rumah Desti.

Dari rumah Desti menuju danau sedikit jauh. Memerlukan waktu sekitar 20 menit agar sampai disana.

"Ini pak," setelah sampai ia memberikan selembar uang yang ia berikan kepada supir taksi itu.

Ia melihat mobil Efian yang sudah ada disana.

Ia mempercepat langkahnya untuk segera menemui Efian. Ia tak mau Efian menunggunya terlalu lama.

"Efian," panggilnya saat melihat seseorang yang sedang duduk manis ditepi danau.

Seseorang itu pun membalikan badannya dan menatap Dina yang memanggilnya itu. Memberikan isyarat agar Dina ikut duduk disampingnya.

"Din," panggilnya.

"Hm"

"Sore ini gw berangkat ke London"

Mendengar kalimat itu bagaikan petir yang menyambar telinganya. Ia takut untuk segala macam saat ia jauh dari Elfian.

"Jam berapa?"

"Jam sebelas"

Dina menatap jam yang ada ditangannya. Jam ditangannya menunjukan pukul tepat 11 siang sesuai perkataan Efian. Ia kembali menatap Efian dengan ganas.

"Gw tanyanya lo berangkat jam berapa? Bukan ini jam berapa?"

"Lo cuma bilang jam berapa? Bukan berangkat jam berapa?"

"Yaa, seharusnya lo tuh peka kalo gw tanyanya lo berangkat jam berapa?" ujar Dina tak mau kalah.

"Kalah mulu kalo debat sama lo!"

"Jawab dulu pertanyaan aku!" pinta Dina.

Efian tersenyum manis mendengar akhir kata dikalimat yang Dina ucapkan. Walaupun hanya sekedar kata aku tapi itu sangat bermakna baginya.

"Jam tiga. Kamu harus dateng kerumah aku terus kamu harus nganter aku sampai bandara" ujar Efian.

Dina yang mendengar seperti itu menjadi merinding geli. Mendengarkan Efian berkata aku kamu terasa sangat asing ditelinganya.

"Kita bakalan ldr dong"

"Gapapa ldr beda negara yang penting kita gak ldr beda perasaan"

"Tapi kayanya gw belum bisa terlalu lama buat rindu lo tiap hari"

"Kamu harus bisa. Yaa, mungkin aku juga belum bisa buat jauh dari kamu. Tapi, aku akan terus usahain biar aku bisa ngabarin kamu tiap hari. Aku janji untuk itu" Efian memeluk Dina dengan erat. Ia tak mau melepaskan wanita yang ada dipelukannya itu. Ia sangat mencintainya.

Dina melepaskan pelukannya. Ia merasa malu jika Efian seperti itu. Mungkin ini terakhir kalinya ia akan merasakan hangatnya pelukan Efian saat Efian di London nanti. Sungguh ia akan benar benar merasakan kerinduan yang luar biasa dengan Efian yang selama ini selalu didekatnya.

Thank you

Tunggu next partnya yaaa

Jangan lupa vote and comment:)))

Squad Seven ✔ (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang