Maurelle berjalan tergesa menuju tribune singgasana Raja Brian. Wajahnya pias. Ketakutan membayang jelas di kedua netra cokelat terangnya. Peri laki-laki itu tahu jika kedatangannya saat ini sungguh sangat tidak tepat. Terlebih saat itu Raja dan segenap rakyatnya tengah bersukacita merayakan pesta penobatan putra mahkota Kerajaan Avery. Namun, ia tak dapat menyimpan penglihatannya akan masa depan lebih lama lagi. Nyaris tiap malam peri cenayang itu dihantui oleh potongan-potongan kejadian masa depan sebagai pertanda jika sebuah ramalan harus segera diterima batinnya. Tidak. Apalagi ramalan itu berkaitan dengan masa depan Kerajaan Avery.
Jubah hitam Maurelle berkibar dan sesekali menyapu permukaan lantai marmer yang berkilat memantulkan cahaya-cahaya dari kelopak bunga dan kunang-kunang yang menerangi istana. Tangan kanannya memegang tongkat sihir dengan batu berwarna putih bercahaya bertakhta di puncaknya.
Peri cenayang itu meneguk ludahnya kasar saat netranya dengan lancang beradu dengan netra sang Raja. Raja Brian yang sebelumnya sedang berbincang hangat dengan sang ratu yang duduk di sisinya sontak mengalihkan pandang. Dari kejauhan, Maurelle dapat melihat perubahan raut wajah Raja Brian ketika melihatnya berjalan mendekat. Di samping sang raja, Ratu Serenity pun seolah dapat mengendus kegusaran Maurelle yang menular pada sang suami.
"Ada apa, Maurelle?" Raja Brian langsung berdiri dari singgasananya begitu peri cenayang itu menghaturkan hormat dengan membungkuk dalam dan takzim.
Maurelle kembali menegakkan tubuhnya. Iris mata cokelatnya menyorot sekilas pada Raja Brian lalu menunduk seraya menggigit bibir bawahnya. Peri laki-laki itu sempat diserang ragu saat hendak menyampaikan tujuannya. Ia mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya membuka suara. "Maafkan hamba, Yang Mulia, hamba ingin menyampaikan sesuatu. Batu sihir di tongkat hamba tidak berhenti bercahaya. Sepertinya akan ada penglihatan yang akan hamba terima terkait dengan kerajaan Avery," ucapnya hati-hati.
Raut wajah Raja Brian menegang seketika. Raja peri itu mengerling sekilas ke tribune di sebelah kanan dan kiri secara bergantian, di mana para pangeran, putri serta keluarga kerajaan lainnya berada. Mereka tengah asyik menikmati pesta. Namun, beberapa pasang mata terlihat menyoroti kedatangan Maurelle dengan kegusaran yang terlalu kentara. Lambat laun keriuhan pesta mereda menyisakan bisik-bisik dalam suara rendah di tribune keluarga kerajaan dan sayup-sayup nyanyian siren pada kolam air di atas panggung hiburan.
Raja Brian menimbang beberapa saat sebelum akhirnya menyilakan Maurelle menyampaikan penglihatannya.
Maurelle mengangguk takzim. Peri laki-laki itu menundukkan kepala seraya menutup kelopak matanya. Beberapa saat kemudian, peri cenayang itu menengadah lalu membuka kembali kelopak matanya. Manik mata sang peri cenayang memutih. Bola Kristal yang bertakhta pada puncak tongkat sihir Maurelle memancarkan cahaya putih yang berkedip-kedip. Hal itu berlangsung selama beberapa detik, sebelum akhirnya manik mata Maurelle kembali seperti semula.
Peri cenayang itu mendadak pucat pasi. Jantungnya berdebar kencang, sementara napasnya memburu. Kedua lengannya terkepal. Maurelle menggerak-gerakan mulutnya dengan panik. Kerongkongannya seolah tercekat. "Seorang manusia akan datang, Yang Mulia! Dia akan masuk melalui portal yang akan terbuka saat bulan purnama merah terjadi di dunia manusia ...."
"Seorang manusia katamu? Lantas apa yang membuatmu khawatir, Maurelle?" Raja Brian mengerutkan keningnya mencoba mencerna apa yang disampaikan sang cenayang.
"Menurut roh masa depan, manusia itu datang dan akan merusak tatanan di dunia peri, Yang Mulia," ucap Maurelle. Suara peri laki-laki itu bergetar.
Demi mendengar ramalan Maurelle itu, Raja Brian terkesiap. Wajahnya memerah seketika dan sepasang matanya membelalak. Kegusaran membayang jelas di wajahnya. Ramalan sang cenayang telah mengusik hati dan pikirannya hingga ia tak dapat menikmati keramaian pesta lagi.
Raja Brian menoleh pada permaisurinya seolah mencari kekuatan. Permaisuri Serenity membalas tatapan suaminya dengan senyum simpati. Sang raja mengalihkan pandangannya kepada berpasang-pasang mata di tribun kanan dan kiri yang menyorotnya dengan tatapan ingin tahu.
Suasana pesta yang hingar-bingar seolah menghilang dari penglihatan dan pendengaran Raja Brian. Perlahan tetapi pasti kabut kegelisahan menyelimuti hati dan pikirannya. Ia begitu mengkhawatirkan keluarga serta rakyat perinya. Raja Brian lantas kembali mengalihkan pandangan pada Maurelle lalu bertanya dengan suara serak. "Apakah kedatangan manusia itu bisa dicegah, Maurelle?"
"Ampun Yang Mulia, apapun yang kita lakukan, manusia itu tetap akan datang karena pada saat purnama Merah, segel pada portal-portal menuju Fairyverse akan melemah sehingga makhluk apapun bisa masuk ke dalam Fairyverse dengan mudah. Yang hamba khawatirkan adalah kaum peri unsheelie. Hamba takut mereka memanfaatkan keadaan ini untuk mengusik kerajaan Avery." Maurelle menerangkan dengan hati-hati.
Raja Brian mengangguk pelan. Ia mulai memahami situasi yang akan dihadapi kerajaan dan rakyatnya. Raja peri itu berpikir keras.
"Berarti kita perlu mantra segel yang lebih baik, Maurelle," gumam Raja Brian lebih kepada dirinya sendiri.
Maurelle bergeming. Wajahnya tertunduk masygul. Ia menantikan Raja Brian menitahkan sesuatu atas ramalannya.
"Kumpulkan para cenayang putih terbaik dari seluruh Fairyverse secepatnya, Maurelle. Kirim para Pixie kerajaan untuk berjaga di seluruh portal yang ada di Fairyverse. Siapkan pasukan Kesatria Elf untuk menjaga wilayah perbatasan Hutan Larangan. Awasi tiap gerak-gerik para unsheelie. Aku yakin manusia itu tidak akan masuk jika segel telah diperbaiki. Yang aku khawatirkan adalah tipu muslihat para unsheelie jika mereka tahu tentang kelemahan Fairyverse saat bulan purnama merah," ucap Raja Brian sambil menerawang.
Ia tampak berpikir sejenak. "Aku akan mengutus Pangeran Archibald untuk memata-matai unsheelie."
"Pangeran Archibald, Yang Mulia?" Maurelle terkejut mendengar Raja Brian menyebut nama itu. Peri cenayang itu merasa ragu. Pangeran Archibald memang merupakan salah satu pangeran yang paling tangguh dan dapat keluar-masuk Hutan Larangan dengan leluasa. Namun, yang membuat Maurelle heran adalah mengapa raja menugaskan pangeran yang paling pembangkang dan sulit diatur itu untuk menjalankan misi yang penting.
Raja Brian mengangguk mantap. "Iya, Maurelle. Dia yang terbaik dan yang paling berpengalaman."
Maurelle mengangguk takzim. Itulah keputusan sang raja. "Baik, Yang Mulia. Hamba akan segera laksanakan."
Maurelle menunduk hormat sebelum akhirnya mengundurkan diri dari hadapan Raja Brian. Raja Brian pun kembali duduk di singgasananya, dengan pikiran yang berkelana jauh menembus langit malam Fairyverse. Malam itu purnama putih besar menggantung di langit Fairyverse. Harusnya purnama yang sama juga menggantung di dunia manusia. Namun, kapan purnama merah itu datang di dunia manusia, tak ada yang bisa mengetahuinya, tidak juga para cenayang di dunia peri. Raja Brian mengembuskan napas panjang sambil menggenggam tangan istrinya. Semoga belum terlambat, bisiknya dalam hati.
Welcome to Fairyverse❤️
Please, vote dan komentarnya yaa
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Fairyverse: a Fairy Tale
FantasyFantasy - Kingdom - Minor Romance Chiara Wyatt, seorang gadis biasa secara tidak sengaja masuk ke Fairyverse (dunia peri). Chiara melewati gerbang dunia peri yang tiba-tiba terbuka saat bulan purnama merah menggantung di langit. Di Fairyverse, takd...