47. The End of A Fairytale (1)

1.6K 157 213
                                    

"Jika pedangmu hancur, gunakan tanganmu untuk membunuh, bila tanganmu hancur gunakan anggota badanmu untuk membunuh, yang menghalangi kau menang bukan senjatamu tapi jiwamu."

(Hassan-i Sabbah)
.


.
.
.
.

Minerva membaca kegusaran pada wajah putranya saat ia berpapasan dengan Elijah yang baru saja melewati gerbang benteng bagian dalam. Wajah rupawan sang raja tertekuk masam kala ia memerintahkan para panglima perangnya untuk menyiapkan pasukan dan mengerahkan segala kekuatan yang mereka miliki untuk menghalau kekuatan musuh yang akan datang menyerang.

Peri laki-laki itu menggerakkan pundak saat Minerva ingin meraihnya. Namun, dalam hatinya sebagai seorang ibu, peri perempuan itu sangat memahami betapa sang putra saat ini sedang membutuhkan pertolongannya.

Setelah putranya berlalu, peri perempuan bersurai kelam itu mendongakkan wajah dan menatap langit kelabu yang menaungi Avery. Badai salju barangkali segera turun bersamaan dengan takdir yang akan segera mengambil alih ketetapannya.

Minerva mengembuskan napas panjang, kemudian berjalan cepat menuju pintu gerbang benteng. Jubah ungu gelapnya menyapu permukaan lantai yang diselimuti salju tipis. Dengan satu dorongan pelan, lengannya menekan daun pintu yang tak lagi memiliki penjaga.

Bunyi genderang perang ditabuh bertalu-talu yang dilatari suara rintihan kesakitan dan teriakan jeri seketika menyambut pendengaran Minerva. Mayat-mayat peri Unsheelie penjaga bergelimpangan dengan anak-anak panah menancap pada bagian tubuh mereka. Sementara, pasukan Unsheelie yang tersisa terlihat kalut dan mulai ketakutan.

Ia menengadah dan mendapati dua ekor naga berputar-putar di atasnya dengan para penunggang yang bersenjatakan busur dan panah. Rupanya para penunggang naga adalah penyebabnya. Minerva lantas mengalihkan pandangan pada sudut lain benteng. Peri perempuan itu membelalak saat mendapati sepasang orc dan dua Monster Pohon Oak yang sedang saling menyerang dan beradu kekuatan.

Kedua tangan peri perempuan itu terkepal dengan geraman tertahan. Makhluk-makhluk Sheelie kali ini benar-benar mengejeknya.

Minerva lantas merentangkan kedua belah tangannya. Tongkat sihir yang tergenggam erat pada salah satu tangan, ia angkat lebih tinggi. Serta merta, bola kristal yang bertakhta di atas tongkat itu bercahaya, sementara kedua bola matanya memutih. Mantra pelan mengalun dari bibir merahnya. Sedetik kemudian, garis-garis cahaya memancar keluar dari bola kristal itu lalu menyerang keempat penunggang naga.

Jerit kesakitan seketika terdengar saat cahaya ungu menyambar mereka. Keempat peri Sheelie itu lantas melayang jatuh dari punggung tunggangannya. Naga yang mereka tunggangi juga meraung keras dan terbang tak tentu arah saat cahaya ungu menghantam tubuh besar kedua makhluk itu. Tubuh para naga akhirnya jatuh dan menghantam pada sisi dinding luar benteng, sebelum akhirnya jatuh berdebum pada timbunan salju.

Setelah membereskan para naga dan penunggangnya, netra kelam peri perempuan itu kini sepenuhnya teralih pada dua sosok Monster Pohon Oak yang baru saja menghabisi sepasang Orc-nya. Minerva kembali menggeram. Sebuah mantra kembali mengalun lirih dari mulutnya dengan daya mistis yang kental. Cahaya kembali menyelimuti bola kristal pada tongkat sihirnya. Peri perempuan itu kembali mengangkat tongkatnya untuk menyerang kedua monster Sheelie itu bersamaan.

Sepasang monster pohon yang baru saja hendak mengumpulkan tenaga akibat pertarungan sengitnya dengan sepasang orc menjerit jeri, saat cahaya keunguan melingkupi tubuh mereka. Sedetik kemudian, tubuh besar sepasang monster itu meledak menjadi butiran-butiran serbuk putih yang berkilauan.

Minerva menyeringai puas. Pandangannya menyisir pada pasukan peri Unsheelie yang tersisa di dalam benteng istana. Mereka berlutut memberi hormat padanya. Peri perempuan itu mengangguk menyilakan para peri Unsheelie untuk bangkit dari posisinya, ia lantas berbalik untuk kembali masuk ke dalam benteng. Namun, sebelum kakinya melangkah, sebuah lesatan cahaya berwarna putih nyaris mengenai pipinya jika saja ia tak menghindar cepat. Bola cahaya berwarna putih itu menghantam pintu benteng hingga membekas dalam pada permukaannya. Asap putih seketika mengepul samar dari lubang tersebut.

Fairyverse: a Fairy Tale Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang